Selasa, 31 Maret 2015

RUMAH ADAT MENTAWAI UMA


Pernah mendengar nama Mentawai sebelumnya? Kabupaten yang masuk ke dalam regional Provinsi Sumatera Barat ini terbilang cukup terkenal. Potensi wisatanya menarik banyak turis untuk berkunjung ke sana. Mentawai pada dasarnya diambil dari nama suku yang mendiami wilayah tersebut. Mereka menyebut Kabupaten Mentawai dengan nama Bumi Sikerei. Jika Anda berkunjung ke sana, jangan lupa untuk mengamati rumah adat mereka yang salah satunya disebut Uma. Meski berada dalam wilayah administratif Sumatera Barat, namun rumah adat Mentawai
memang bukanlah  rumah gadang

Jenis-jenis Rumah di Mentawai
Jika dihitung, sedikitnya ada tiga jenis rumah adat mentawai. Pembagiannya didasarkan pada fungsi rumah itu sendiri, antara lain: 
1). Uma. Rumah adat Metawai yang satu ini memiliki bangunan yang besar dan ditujukan sebagai tempat penginapan bersama. Uma ini juga dijadikan bangunan tempat warisan serta alat-alat pusaka disimpan. Selain itu ia juga kerap kali dijadikan tempat untuk persembahan serta penyimpanan tengkorak hasil buruan. Fungsi lain dari Uma adalah sebagai balai besar tempat pertemuan kerabat serta upacara-upacara adat. Tiap kampung di Kabupaten Mentawai memiliki Uma masing-masing. Adapun yang menjadi kepala dari Uma tersebut dikenal dengan istilah Rimata. Uma ini dibuat dari kayu pilihan yang kokoh. Bentuknya seperti rumah panggung. Bagian kolongnya biasanya dimanfaatkan untuk beternak.
2). Lalep. Merupakan rumah adat Mentawai yang ditujukan bagi pasangan suami isteri yang telah dianggap sah pernikahannya oleh adat. Lazimnya lalep ini berada di dalam Uma.
3). Rusuk. Rumah adat Mentawai ini dibuat secara khusus. Fungsinya sebagai tempat anak-anak muda, janda serta orang-orang yang diusir dari kampung.

Membedah Bagian-bagian Uma 
Sama seperti bangunan adat di wilayah lain, Uma pun memiliki keunikannya sendiri. Salah satunya adalah pembangunannya yang tak menggunakan paku sama sekali. Meski demikian, Uma tetap bisa berdiri tegak tak mudah roboh. Rahasia Uma terletak pada peletakan pasak dan tiang yang cermat dan rapi. Selain itu, konstruksi kokoh Uma juga berkat sambungan silang bertakik yang apik.
Secara umum, bangunan Uma menyerupai tenda ataupun atap yang cenderung memanjang. Tenda atau atap ini dibangun di atas tiang-tiang. Tenda atau atap ini menangungi Uma secara keseluruhan bahkan nyaris ke lantai rumah. Atap Uma biasanya diambil dari daun rumbia serta tumbuhan lainnya yang hidup di rawa atau bibir pantai. Oleh karena beratapkan rumbia, masyarakat Mentawai rutin mengganti atap Uma mereka terlebih di musim penghujan.
Menengok kerangka bangunan Uma, umumnya ia terdiri atas lima perangkat konstruksi utama rumah yakni tonggak-tonggak, tiang-tiang penopang atap serta balok-balok. Semua fitur ini kemudian dibangung berjejer dan melintang ke arah belakang. Untuk kemudian selanjutnya mereka akan saling berhubungan bersama dengan balok yang memanjang. Struktur Uma yang merupakan hasil dari teknik ikat, sambung dan tusuk ini cukup kuat. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Uma pun tidak sembarangan, melainkan bahan-bahan alam yang terjamin mutunya.

Jika ditelaah, ruangan Uma pun bisa dibagi menjadi dua jenis: 
1). Bagian depan, yang termasuk di dalamnya adalah serambi yang terbuka. Ia merupakan tempat dimana anggota keluarga juga tetamu bisa mengobrol. Saat malam hari, tempat ini juga ramai difungsikan sebagai tempat bercerita kejadian sehari-hari juga tempat tidur bagi pria dalam anggota keluarga.
2). Bagian dalam, yakni mencakup tempat tidur untuk keluarga terutama wanita. Selain untuk tempat tidur, terdapat pula tungku perapian yang digunakan untuk memasak. Bagian tengah Uma ini juga terkadang digunakan sebagai tempat untuk melakukan ritual tarian adat Mentawai.

Rumah adat Mentawai
 ini umumnya dibangun bersama dengan pekarangan yang luas. Di bagian belakang Uma, masyarakat Mentawai umumnya menanam pohon sagu serta tanaman lainnya.

Senin, 30 Maret 2015

CIRI KHAS DAN TRADISI BATIK PAPUA


Batik yang telah mencatatkan namanya di Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia yang berasal dari Indonensia, dan umumnya sebagian masyarakat Indonensia mengenal batik itu hanya berada di Pulau Jawa saja, dan ternyata Batik  tidak hanya Jawa saja loh, di Papua juga memiliki Batik.lalu seperti apa batik yang berada di Papua.

Beberapa peninggalan arkeolog, yang tersebar di Papua dengan berbagai ragam dari peradaban sejarah manusia, bukti nyata itu dapat di jumpai dalam bentuk lukisan - lukisan dinding goa yang dapt di temukan di daerah Fak-fak, Biak, Jayapura dan daerah lainnya di Papua. Lukisan yang di perkirakan oleh para Ilmuwan berasal dari zaman 40.000 hingga 30.000 tahun Sebelum Masehi, Peninggalan nilai sejarah ini kemudian menjadi sumber inspirasi para perajin papua untuk menghasilkan karya seni bertema etnik

Tak hanya lukisan dinding, bukti sejarah lain yang berupa fosil, artefak dan benda purbakala juga mempengaruhi kreatifitas Seniman Papua dalam menciptakan cederamata khas daerah Papua. setelah melewati beberapa modifikasi, motif atau corak hiasan kuno tersebut akhirnya dijadikan motif batik Papua.

Batik Papua yang dapat di temukan di pasaran, seperti motif Burung Cenderawasih, motif Komoro, motif Sentani, dan lainnya, dengan dasar warna yang cerah, seperti merah ataupun orange, ada juga motif yang di variasi dengan sentuhan garis - garis emas dan di juluki batik Prada.

Keunikan batik Papua membuatnya kini banyak dilirik pencinta batik lokal maupun international. Batik papua tak hanya melambangkan culture masyarakat yang ada di sekitar, tapi juga menorehkan unsur sejarah dan arkeolog di dalamnya.
Berikut ini adalah gambar - gambar batik Papua sesuai dengan nama dan motifnya :
*). Batik Komoro dengan motif gambar patung berdiri 
*). Batik Asmat dengan motif gambar patung duduk
*). Motif Cederawasih, dengan gambar yang di dominasi dengan burung cenderawasih  
*).  Batik Sentani, dengan motif gambar alur melingkar

Batik khas daerah Papua, yang merupakan ciri khas culture kehidupan masyarakat di papua, ini layak untuk kita lestarikan karena merupakan aset nasional lainnya, bila tertarik untuk memiliki batik - batik papua.   (Adat, Budaya, Ciri Khas,Tradisi, )

Minggu, 29 Maret 2015

DESA UNIK & KHAS DI YOGYAKARTA

Dari kejauhan terlihat seperti kumpulan telur angsa raksasa. Entahlah, tapi itu yang akan di rasakan ketika menginjakkan kaki di Dusun Ngelepen, Desa Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Sebuah dusun unik yang tipe rumah warganya seragam dengan bentuk mblenduk-mblenduk (bulat sempurna).
Sangat Lucu dan unik memang, letak dusun yang berada di kawasan pedesaan tradisional berpadu kontras dengan bentuk bangunan kontemporer. Sekilas mirip perkampungan Hobbit di film The Lord of the rings. Secara akademis sih dikatakan sebagai rumah domes, tapi oleh warga sekitar lebih familiar dengan sebutan rumah Teletubbies, sebuah tayangan anak-anak yang pernah popular di awal tahun 2000-an.
Jadi jangan heran jika anda akan kesulitan menemukan letak dusun ini jika menanyakan dengan nama rumah domes. Nama Rumah Teletubbies jauh lebih dikenal disini, warga setempat pun lebih bangga mengakui sebagai warga kampung Teletubbies. Nampaknya labeling masyarakat telah berjalan layaknya marketing alami disini.
Keberadaan Dusun Teletubbies di Ngelepen, Prambanan ini tidak bisa dilepaskan dari bencana gempa bumi besar yang sempat meluluhlantakan Yogyakarta pada 27 Mei 2006. Kala itu, ada satu daerah perbukitan yang mengalami kerusakan total yakni Dusun Sengir, dimana tanah kampungnya sempat ‘ambles’ sampai enam meter lebih. Karena sudah tidak layak huni lagi, warga Dusun Sengir direlokasi ke perkampungan baru, yang kini dikenal sebagai new Ngelepen.
Pemerintah waktu itu bekerja sama dengan World Association of Non-governmental Organizations (WANGO) dan the Domes for the World Foundation (DFTW) untuk membuat hunian desa baru dengan konsep rumah domes. Setidaknya ada 71 bangunan dome di Ngelepen. Tiga diantaranya berfungsi sebagai bangunan public seperti Mushola, Taman Kanak-kanak dan rumah bidan. Dari luar memang terlihat sangat sempit, tapi ketika masuk kedalam ternyata bangunan dome memiliki 2 lantai.
Ada yang lucu ketika berkunjung disini di awal maret 2012. Bertahun-tahun setelah warga menetap di Rumah Dome, ternyata kebiasaan alami sebagai petani masih sangat melekat kuat. Alhasil, dusun dengan puluhan dome yang awalnya tertata sangat rapi dengan tanaman hias yang seragam, makin kesini makin tidak seragam lagi. Tanaman hias modern yang serasi dengan bangunan dome, diganti oleh sebagian besar warga dengan pohon pisang, pohon jagung, pohon jambu dan sebagainya. Alasannya biar lebih bermanfaat ketimbang memandang cemara atau palm yang tak bisa diapa-apakan. Gubrak !!, emang sih bermanfaat , tapi berasa seperti kebon pekarangan perkampungan desa pada umumnya.
Awalnya pasti warga Sengir berpikir keras untuk meninggali rumah dome yang terlihat seperti rumah alien di planet berbeda. Alhasil tangan alami mereka turut membentuk wajah dusun Teletubbies menjadi sangat desa sekali. Emang gak boleh kalo Teletubbies pelihara ayam, tanam pohon pisang atau jemur gabah di jalanan. Haha.
Memang, sungguh sangat unik Dusun Teletubbies ini. Terlebih rumah dome ini merupakan satu-satunya kompleks rumah dome yang ada di Indonesia, bahkan bisa dihitung dengan jari keberadaanya di dunia. Jika anda tertarik mengunjunginya, akses menuju kompleks Dusun Teletubbies ini terbilang mudah karena lokasinya tidak jauh dari obyek wisata Candi Ratu Boko, Candi Ijo dan Candi Prambanan. Sehingga dapat anda masukkan sekaligus dalam rencana perjalanan untuk mengunjungi kawasan candi-candi tersebut. Perpaduan yang unik kan, setelah dari abad millenium ala Teletubbies menuju era Tutur Tinular, jaman kerajaan ratusan tahun yang lalu. Sungguh unik!.
(Unik,Ciri Khas, Karakter, )

Sabtu, 28 Maret 2015

RUMAH ADAT JAMBI


Jambi Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera ini menyimpan banyak keunikan untuk Anda kunjungi. Selain kekayaan alam, Jambi juga dikenal karena kebudayaannya yang menarik. Tahukah Anda bahwa Bangsa Melayu sesungguhnya berasal dari kerajaan bernama Malayu yang terletak di Batang Hari Jambi? Dengan demikian kita asumsikan bahwa Jambi memiliki peradaban yang cukup tua. Salah satu ciri peradaban itu bisa kita lihat jelas dari rumah adat Jambi itu sendiri: Rumah Kajang Lako.

Mengenal Si Kajang Lako
Dahulu, Pemerintah Kota Jambi kebingungan menentukan rumah adat yang mana yang diusung secara resmi sebagai rumah adat Jambi. Bukan karena rumah di provinsi ini telah punah, melainkan karena terlalu banyak pilihan. Memang ada beragama jenis rumah adat di Jambi. Karena kebingungan ini, kemudian diadakanlah sayembara di tahun 70-an hanya untuk memilih rumah adat Jambi yang bisa mewakili seluruh masyarakat negeri berjuluk Sepucuk Jambi Sembilan Lurah tersebut.
Pada akhirnya hasil sayembara pun mengerucut pada rumah tradisional bernama Kajang Leko. Rumah ini berbentuk panggung dan mudah sekali kita jumpai di wilayah Jambi. Hal ini dikarenakan kecenderungan masyarakat Jambi yang lebih gemar membangun rumah adat sebagai hunian ketimbang rumah modern. Jadi, jika Anda berkunjung ke Jambi, sempatkanlah sedikit waktu untuk menengok rumah cantik nan apik ini.
Seperti apa arsitektur si Kajang Lako? Secara umum, rumah ini mengadopsi arsitektur dari Marga Bathin. Mereka merupakan nenek moyang salah satu kelompok di Jambi. Hingga saat ini, masih terdapat perkampungan suku Bathin lengkap dengan rumah adat Kajang Lakonya. Di dalam lingkup kelompok ini, rumah adat Jambi si Kajang Lako juga lazim dikenal dengan nama Rumah Lamo. Adapun perkampungan Bathin ini juga dikenal dengan nama Kampung Lamo yang terletak di Rantau Panjang.

Membedah Bagian Kajang Lako 
Secara umum, bubungan rumah Kajang Lako ini mirip dengan perahu. Jika kita cermati, bagian ujung bubungannya memiliki bentuk yang melengkung. Tipologi rumah ini serupa dengan bangsal. Bentuknya empat persegi panjang dengan lebar 9 metr dan panjang 12 meter. Bentuk ini dipilih bukan tanpa arti. Empat persegi panjang mewakili fungsi rumah yang sejalan dengan ajaran agam islam, agama yang dianut oleh suku Bathin di Jambi.
Adapun bagian-bagian utama dari rumah adat Jambi Kajang Lako ini sebagai berikut: 
1). Pertama adalah bubungan atau atap. Bagian ini lazim juga dikenal dengan nama Gajah Mabuk. Nama ini diambil dari pembuat rumah ini yang konon katanya sedang dimabuk asmara namun tidak mendapat restu. Bubungan atau atap ini kadang juga dikenal dengan nama Lipat Kajang atau Potong Jerambah. Atap rumah ini biasanya dibuat dari ijuk atau mengkuang. Ijuk ini dianyam dan selanjutnya dilipat menjadi dua bagian.
2). Kasau Bentuk. Bagian ini merupakan atap rumah yang ada di ujung paling atas. Kasau Bentuk ini ada di depan dan belakang rumah. Jika diperhatikan, bentuknya miring. Adapun fungsinya unutk mencegah air memasuki rumah di musim penghujan. Kasau Bentuk ini dibikin dengan panjang 60 cm dan lebar yang mengikuti bubungan rumah.
3). Masinding. Bagian rumah yang satu ini berupa dinding. Umumnya terbuat dari papan. Dinding ini dilengkapi dengan pintu. Uniknya, rumah Kajang Lako ini mengenal 3 macam pintu antara lain pintu masinding, pintu balik melintang serta pintu tegak. Masing-masing pintu ini memiliki karakter masing-masing. Misalnya pintu tegak yang terletak di sebelah kiri rumah. Ia memiliki fungsi sebagai pintu masuk. Meski bernama pintu tegak, namun setiap orang yang melewati bagian ini pasti akan menundukkan badan sebab memang pintu ini dibuat sangat rendah. Alasannya, menundukkan kepala merupakan penghormatan terhadap pemilik rumah. Dengan adanya pintu tegak ini maka setiap yang memasuki rumah “dipaksa” untuk melakukan penghormatan.
4). Tiang rumah Kajang Lamo. Umumnya jumlah tiang Kajang Lamo ini berjumlah 30. Ia terdiri atas 6 riang palamban dan 24 tiang utama. Tiang utama ini disusun dalam formasi enam, masing-masing panjangnya sekitar 4,25 meter.
5). Lantai rumah Kajang Lako. Bagian ini dibuat bertingkat. Pada tingkatan pertama dikenal dengan nama lantai utama. Ia merupakan lantai yang ada pada ruang balik melintang. Ruangan ini tidak ditempati orang sembarang utamanya pada upacara adat. Sementara itu, lantai tingkat selanjutnya dikenal dengan nama lantai biasa. Ia terletak di ruang balik manalam, ruang gaho, palamban dan ruang tamu biasa.
6). Tabar Layar. Bagian rumah yang satu ini berfungsi sebagai dinding sekaligus penutup rumah bagian atas agar terhindar dari tempias hujan. Tebar Layar ini bisa dijumpai di sebelah kiri dan kanan bangunan rumah. Bahan pembuatan Tabar Layar ini dari papan.
7). Panteh. Bagian rumah Kajang Lako ini merupakan tempat untuk menyimpan benda-benda. Ia terletak di bagian atas bangunan rumah.
8). Pelamban. Merupakan bagian dair rumah adat Jambi yang letaknya ada pada bagian paling depan rumah. Ia berada pada ujung sebelah kiri. Palamban adalah bangunan tambahan. Sekilas ia mirip seperti teras. Berdasarkan kepercayaan adat masyarakat Jambi, Palamban ini seyogyanya difungsikan sebagai ruang tunggu untuk tamu yang belum dipersilahkan unutk memasuki rumah.
(Adat, Budaya, Cirikhas, Rumah adat, Tradisi, )

Jumat, 27 Maret 2015

RUMAH ADAT HANOI SUKU DANI PAPUA


Rumah Honai yang merupakan rumah adat di Papua ini terbuat dari kayu. Yang membuat unik adalah atapnya yang berbentuk setengah bola atau kubah dan terbuat dari jerami atau ilalang. Rumah Honai begitu kecil, sempit, dan tidak berjendela. Sengaja dibangun demikian untuk menahan hawa dingin dari pegunungan sekitar Papua. Jika dilihat, rumah adat ini sepintas mirip dengan Rumah Iglo di Kutub Utara, namun bukan terbuat dari es.
Honai memang memiliki nilai filosofis yang mendalam. Sebab pada rumah tradisional inilah tempat generasi awal masyarakat pegunungan tengah Papua dilahirkan dan dibesarkan. Honai juga menjadi tempat belajar mengenai arti kehidupan dan hubungan timbal balik antara manusia dengan alam sekitar maupun dengan sang pencipta. Jadi tentu tidak ada kata lain lagi, keunikan honai patut dijaga agar tidak cepat tergerus perkembangan zaman”, begitulah kira-kira Julian Howay, seorang peneliti Papua bertutur.
Honai berbentuk bulat. Atap hanoi berbentuk kerucut atau kubah (dome). Material yang digunakan untuk membangun atap, yaitu menggunakan alang-alang atau jerami. Ukuran honai biasanya 5 meter sampai 7 meter. Honai yang dihuni oleh kaum wanita biasanya lebih pendek.  Rotan, tali hutan (akar), alang-alang, belahan kayu atau papan, dan kayu untuk tiang.
Honai adalah rumah khas Papua yang dihuni oleh Suku Dani. Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak memiliki jendela. Sebenarnya, struktur Honai dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.
Honai terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan mengerjakan kerajinan tangan. Karena dibangun 2 lantai, Honai memiliki tinggi kurang lebih 2,5 meter. Pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).
Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang.Lantai dasar dan lantai satu dihubungkan dengan tangga dari bambu. Para pria tidur pada lantai dasar secara melingkar, sementara para wanita tidur di lantai satu
Oleh suku Dani dan beberapa suku yang mendiami wilayah pegunungan tengah Papua, Honai dikenal sudah sejak lama di Kabupaten Jayawijaya. Artinya, honai memang didesain khusus sebagai rumah yang melindungi dari hawa dingin. Sampai saat ini, honai secara turun-temurun masih dibangun sesuai dengan tradisi dan kondisi setempat. Secara morfologis, honai dibenuk dari dua kata. Pertama yaitu “Hun” yang berarti pria dewasa dan “Ai” yang berarti rumah. Secara harfiah, honai berarti rumah laki-laki dewasa. Bukan saja miliki laki-laki dewasa, kaum perempuan juga mempunyai honai hanya saja dalam pengistilahannya berbeda. Untuk kaum wanita, hanoi disebut “Ebeai”. Seperti halnya honai, Ebeai terdiri dari dua kata, yakni “Ebe” atau tubuh dalam pengertian kehadiran tubuh dan “Ai” yang berarti rumah.
Dalam merumuskan perang dan pesta adat, masyarakat papua biasa melakukannya di honai laki-laki dewasa, tepatnya di ruang bawah. Diskusi, berdemokrasi,berdialog dan berdebat mengenai kehidupan ekonomi, keamanan daerah, membagi pengalaman dan memikirkan tentang kesinambungan hidup biasanya juga didialogkan. Honai bagain bawah digunakan pula untuk tempat penyimpan harta. Bagi suku Dani, bagian bawah honai kerap digunakan untuk menyimpan mumi. Adapun kamar tidur terdapat di bagian atas honai dan ebeai.
Menariknya, honai dan ebeai juga merupakan tempat pendidikan khusus. Honai laki-laki dewasa khusus untuk laki-laki dewasa dan yang beranjak dewasa. Di sana mereka (laki-laki yang beranjak dewasa diajarkan mengenai banyak hal untuk mempersiapkan hidupnya ketika menginjak usia dewasa. Honai laki-laki dewasa tidak boleh ditinggali oleh perempuan.
Bagi ebeai atau honai bagi kaum perempuan, honai berfungsi untuk melakukan proses pendidikan bagi kaum perempuan yang beranjak dewasa. Di sana tinggal anak-anak perempuan dan anak-anak laki-laki, serta para kaum ibu. Di dalam honai atau ebeai tersebut para ibu mengajarkan hal-hal yang akan dihadapi anak-anak perempuan setelah tiba saatnya untuk menikah atau kawin. Bagi anak laki-laki, tinggalnya mereka di honai wanita hanya bersifat sementara. Ketika mereka beranjak dewasa mereka akan pindah ke honai laki-laki dewasa.
Honai tidak dibangun dengan sembarangan, baik sembarang tempat maupun sembarang waktu. Biasanya faktor alam menjadi pertimbangan penting untuk membangun honai. Aspek keamanan, resiko bencana, dan hal-hal yang akan dihadapi menjadi pertimbangan dalam pembangunan honai. Hal tersebut juga dituturkan oleh pendeta dan tokoh intelektual papua asal pegunungan tengah Papua, Pdt. Socratez Sofyan Yoman, dalam bukunya yang berjudul Kita Meminum Air Dari Sumur Kita Sendiri. Posisi pintu sengaja dibuat diposisi arah terbitnya matahari dan terbenamnya matahari.
Honai memang memiliki nilai filosofis yang mendalam. Sebab pada rumah tradisional inilah tempat generasi awal masyarakat pegunungan tengah Papua dilahirkan dan dibesarkan. Honai juga menjadi tempat belajar mengenai arti kehidupan dan hubungan timbal balik antara manusia dengan alam sekitar maupun dengan sang pencipta. Jadi tentu tidak ada kata lain lagi, keunikan honai patut dijaga agar tidak cepat tergerus perkembangan zaman”, begitulah kira-kira Julian Howay, seorang peneliti Papua bertutur.    (Adat, Budaya, Cirikhas, Rumah adat, Tradisi)



***)berbagai sumber

BUDAYA & SENI TARI PIRING SUMATERA BARAT


Tarian unik yang satu ini sudah terkenal hampir di seluruh penjuru nusantara bahkan mungkin di mancanegara juga. Tari Piring atau yang dalam Bahasa Minangkabau dieja dengan sebutan Tari Piriang merupakan tarian tradisional yang berasal dari Solok, Sumatera Barat. Tarian apik ini menggunakan piring sebagai atraksi utama. Gerakan yang mengayun piring secara teratur akan memunculkan harmoni yang indah. Kelenturan penari yang membawa piring tanpa terjatuh tersebut merupakan keunikan sendiri yang ditawarkan tarian cantik ini. Banyak di antara peminat yang bertanya-tanya mengapa piring. Jawabannya tentu harus dimulai dengan membedah sejarah Tari Piring itu sendiri.
Awal Mula Tari Piring 
Konon kabarnya Tari Piring ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan ia berkembang pesat saat Kerajaan Sriwijaya berkuasa di Sumatera. Setelah Sriwijaya lengser, Tarian Piring kemudian ikut dibawa hijrah rakyat Sriwijaya yang pindah ke tempat lain. Oleh karena itu, jangan heran jika di Malaysia maupun Brunei Darussalam, terdapat juga tarian piring meski dalam gerakan yang sedikit berbeda.
Jika dikaji, sejarah Tari Piring tak bisa lepas dari tabiat orang-orang jaman dahulu yang gemar mengadakan persembahan kepada roh-roh atas keberhasilan panen yang mereka dapatkan. Sesaji yang hendak dipersembahkan ditaruh di atas piring yang melambangkan kemakmuran. Namun setelah kerajaan Islam berkuasa di Minangkabau, tarian persembahan ini kemudian dirubah menjadi tarian untuk menghibur majelis termasuk pernikahan.
Dahulu tari ini menggunakan piring yang berisi makanan sebagai sesaji. Namun seiring perkembangannya, kini tari piring lebih sering dipentaskan dengan menggunakan piring yang kosong. Namun ada pula berbagai variasi untuk mempercantik tarian dengan menambahkan lilin yang sedang menyala pada piring yang diayunkan dalam gerakan tari.
Varian lainnya adalah penari yang melakukan gerakan tarian di atas bagian piring-piring yang telah pecah. Ajaib sebab penari tersebut menari dengan luwesnya tanpa terluka oleh goresan pecahan piring. Atraksi ini kemudian menjadi salah satu daya tarik si Tari Piring ini.


Musik Pengiring 
Masih merunut pada sejarah tari piring, kita tak bisa juga lepas dari perkembangan alat musik yang mengiringi tarian tersebut. Musik pengiring ini bukan sekedar penambah nilai estetika tarian tetapi juga sebagai penentu atau panduan bagi para penari dalam menentukan gerak juga langkah tari piring yang ia bawakan. Dahulu, alat musik pengiring Tari Piring hanyalah rebana ataupun gong. Namun semakin berkembangnya waktu, kini Tari piring juga lazim diiringi dengan talempong, gendang, saluang dan masih banyak lagi lainnya.
(Budaya, Adat, Cirikhas, Tradisi, tarian tradisional, )

Kamis, 26 Maret 2015

BUDAYA SENI TARI BAKSA KEMBANG KALIMANTAN SELATAN


Tarian ini adalah tarian klasik yang dulunya muncul dan berkembang di keraton Banjar. pada msa keraton an banjar Tarian baksa Kembang di lakukan oleh para Puti - Putri dari Keraton tersebut.seiring berjalannya waktu tarian ini mulai menyebar ke seluruh pelosok Keraton banjar dan panarinya adaah para Galuh dari Keraton Banjar.

Tarian ini dipertunjukkan dengan tujuan untuk menghibur keluarga Keraton dan untuk menyanbut kedatangan para tamu agung dari negeri tetangga.pdada saat ini fungsi dari tarian ini tak jauh berbeda yaitu untuk menyambut pra tamu nasional atau kenegaraan yang berkunjung.dan adpa ppula yang mempertunjukkan tarian ini pada saat pesta keluarga,seperti Pernikahan,Khitanan dan lain sebagainya.

Adapun aksesoris yang sering digunakan dalam tarian ini atara lain kalau untuk di akai di tangan mereka menyebutnya dengan kembang Bogam yaitu merupakan rangkaian dari berbagai jenis bunga diantaranyaKbunga mawar,bunga kantilbunga melati,dan bunga kenanga.Dimana Kembang Boga ini nantinya akan di hadiahkan kepada para tamu kehormatan yang saat itu hadir.


Secara umum tarian ini menggambarkan Para Putri yang anggun, cantik yang sedang bermain - main di taman bunga yang dengan riangnya mereka memetik bunga - bunga itu lalu membawanya dengan menari - nari dengan sambil dirangkai menjadi kembang bogam.
Tarian baksa Kembang juga memakai Mahkota yang disebut dengan Mahkota Gajah Gemuling yang di tatah oleh Kembang goyang dengan seuntai Kembang bogam kecil berukuran kecil di atasnya dan dengan seuntai anyaman yang terbuat dari daun kelapa muda yang disebut Halilipan.

Jumlah penari dari Tarian Baksa Kembang sendiri biasanya berjumlah ganjil.dimana saat menari mereka di iringi dengan gamelan yang beriarama lagunya yang sudah baku,yaitu seperti Lagu Ayakan danJangklong atau sering disebut Kambang Murni.  (Budaya, Cirikhas,  Tradisi, )

Rabu, 25 Maret 2015

UPACARA ADAT RAMBU SOLO DI TANA TORAJA


Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan anisme politeistik yang disebut aluk, atau “jalan” (kadang diterjemahkan sebagai “hukum”). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan denganPuang Matua, dewa pencipta.Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah.Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi),Indo’ Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo’ Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan.Kedua ritual tersebut sama pentingnya
Upacara Pemakaman
Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Upacara kematian ini disebut Rambu Solo’.
Rambu Solo’ merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat Tana Toraja dulu, sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana.
Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau.  Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
(Adat, Budaya, Cirikhas,Tradisi, upacara adat)




TRADISI & BUDAYA SENI TARI KUDA KEPANG


Mungkin kita sebagai warga negara indonesia sudah tidak asing lagi dengan kesenian tradisional yang satu ini.kuda kepang sendiri sendiri untuk tiap - tiap daerah di indonesia berbeda - beda dari cerita yang mereka bawakan dan juga koreo dari tariannya.
Kuda kepang  sendiri adalah suatu tarian kepahlawanan dimana tarian ini menyatukan antara pengaruh jawa dan islam.dapat kita ketahui bahwa pengaruh jawa nampak pada pakaian yang mereka kenakan untuk dalam menari sedangkan untuk pengaruh Islam terdapat pada cerita yang terkandung di dalam tarian dan juga syair lagu yang mengiringi kuda kepang.


Cerita  yang terkandung dalam kuda kepang itu sendiri mengisahkan peperangan pada zaman rasululloh dan para sahabat dalam memperjuangkan Islam. kuda kepang diciptakan di negeri jawa diman jawa yang terkenal dengan negeri wali,begitupun kuda kepang yang konon pengagasnya adalah para wali yang ada di pulau jawa.

Pada dasarnya tujuan dari penciptaan kuda kepang itu sendiri yaitu dalam rangka penyebaran agama islam,dimana masyarakat yang kental dengan adat tradisi jawa agar tertarik memasuki agama islam salah satu caranya yaitu dengan menggabungkan unsur adat jawa dengan islam.dimana dengan tarian dan menunggangi kuda kepang akan menarik lapisan masyarakat untuk mempelajari dan di dalamnya mulai disisipkan unsur - unsur keislaman.   (Adat, Budaya, Tradisi, Cirikhas, tarian tradisional, )

Selasa, 24 Maret 2015

BUDAYA DAN TRADISI WAYANG KULIT




Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden.
Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat.
Wayang kulit dibuat dari bahan kulit kerbau yang sudah diproses menjadi kulit lembaran, perbuah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. 
Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai fungsinya berbeda-beda.
Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai yang fungsinya untuk menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.
Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Dalang adalah bagian terpenting dalam pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Dalam terminologi bahasa jawa, dalang (halang) berasal dari akronim ngudhal Piwulang. Ngudhal artinya membongkar atau menyebar luaskan dan piwulang artinya ajaran, pendidikan, ilmu, informasi. Jadi keberadaan dalang dalam pertunjukan wayang kulit bukan saja pada aspek tontonan (hiburan) semata, tetapi jugatuntunan. Oleh karena itu, disamping menguasai teknik pedalangan sebagai aspek hiburan, dalang haruslah seorang yang berpengetahuan luas dan mampu memberikan pengaruh.
Dalang-dalang wayang kulit yang mencapai puncak kejayaan dan melegenda antara lain almarhum Ki Tristuti Rachmadi (Solo), almarhum Ki Narto Sabdo (Semarang, gaya Solo), almarhum Ki Surono (Banjarnegara, gaya Banyumas), Ki Timbul Hadi Prayitno (Yogya), almarhum Ki Hadi Sugito (Kulonprogo, Jogjakarta),Ki Soeparman (gaya Yogya), Ki Anom Suroto (gaya Solo), Ki Manteb Sudarsono (gaya Solo), Ki Enthus Susmono, Ki Agus Wiranto. Sedangkan Pesinden yang legendaris adalah almarhumah Nyi Tjondrolukito. (Adat, Budaya, Cirikhas, Tradisi, )


***)berbagai sumber

PAKAIAN ADAT TRADISI DI BALI

Pakaian adat Bali kalau dilihat sekilas terkesan sama. Padahal sebenarnya pakaian adat Bali sangat bervariasi. Dengan melihat pakaian adat Bali yang dikenakan seseorang dalam  suatu acara, bisa dilihat status ekonomi dan status pernikahannya. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa pakaian adat Bali memiliki keanggunan dan citra tersendiri.
Setidaknya ada tiga jenis pakaian Adat Bali yang umum dikenakan oleh masyarakat Bali. Pertama, pakaian adat untuk upacara keagamaan. Kedua, pakaian adat untuk upacara pernikahan. Dan, ketiga adalah pakaian adat untuk aktivitas sehari-hari. Pakaian Adat khas Bali ini berbeda antara yang dipakai oleh laki-laki dan perempuan.
Misalnya pemakaian sanggul ke pura oleh remaja putri. Mereka memakai sanggul atau pusung gonjer sedangkan untuk perempuan dewasa (sudah menikah) menggunakan sanggul (pusung tagel). Busana Agung adalah pakaian adat Bali yang paling mewah. Pakaian adat Bali yang satu ini biasanya dipakai pada rangkaian acara ‘Potong Gigi’ atau Perkawinan.
Busana Agung mempunyai beberapa variasi tergantung tempat, waktu dan keadaan. Kain yang digunakan dalam pakain adat Bali yang satu ini adalah wastra wali khusus untuk upacara atau wastra putih sebagai simbol kesucian. Tapi, tak jarang pula kain dalam pakaian adat Bali ini diganti dengan kain songket yang sangat pas untuk mewakili kemewahan atau prestise bagi pemakainya.
Sedangkan untuk laki-laki Bali selain menggunakan kain tersebut sebagai pakaian adat Bali. Mereka juga memakai kampuh gelagan atau dodot yang dipakai hingga menutupi dada.
Sementara, perempuan Bali sebelum menggunakan Busana Agung biasanya menggunakan kain lapis dalam yang disebut sinjang tau tapih untuk mengatur langkah wanita agar tampak anggun.
Pakaian adat Bali selain mempunyai nilai keindahan, tapi di dalamnya juga terkadung nilai – nilai  filosofis dan simbolik yang tersembunyi dalam bentuk, fungsi, dan maknanya. Itulah sebabnya dalam pakaian adat Bali dihiasi oleh berbagai ornamen dan simbol yang mempunyai arti tersindiri.

Kelengkapan Pakaian Adat Bali
Kelengkapan pakaian adat Bali terdiri dari beberapa item. Item itu antara lain kamen untuk pria, songket untuk pria dan wanita, udeng untuk pria dan sanggul lengkap dengan tiaranya untuk wanita. Disamping itu laki-laki Bali mengenakan keris, sedangkan wanita menggunakan kipas sebagai pelengkapnya.
Berbicara masalah harga, pakaian adat Bali ini sangat bervariasi. Songket Bali bisa didapatkan dengan varian harga yang sesuai dengan kemampuan sang pembeli, dimana dimulai dari harga lima ratus ribu hingga jutaan rupiah untuk yang halus dan berbenang emas. Sedangkan yang biasa dan umum digunakan masyarakat Bali ada di bawah harga tersebut dan tersedia secara luas di pasar-pasar tradisional.

Filosofi dalam Pakaian Adat Bali
Pakaian adat Bali menyimpan nilai filosofi yang sangat mendalam. Filosofi pakaian adat Bali dalam beberapa hal mungkin hampir sama dengan kebanyakan pakaian adat daerah lain, namun karena Bali juga merupakan salah satu tempat yang disakralkan dan sudah mendunia, maka filosofi pakaian adat Bali ikut menjadi penting dalam eksistensinya. Pakaian adat Bali memiliki standardisasi dalam kelengkapannya.
Pakaian adat Bali lengkap biasanya dikenakan pada upacara adat dan keagamaan atau upacara perayaan besar. Sedangkan pakaian adat madya dikenakan saat melakukan ritual sembahyang harian atau pada saat menghadiri acara yang menggembirakan. Seperti pada saat pesta kelahiran anak, sukses memperoleh panen atau kelulusan anak dan penyambutan tamu.
Filosofi pakaian adat Bali pada dasarnya bersumber pada ajaran Sang Hyang Widhi, yakni Tuhan yang diyakini memberikan keteduhan, kedamaian dan kegembiraan bagi umat Hindu yang mempercayainya.
Setiap daerah memiliki ornamen berbeda yang memiliki arti simbolis dalam pakaian adatnya masing-masing. Meskipun demikian, pakaian adat Bali pada dasarnya adalah sama, yakni kepatuhan terhadap Sang Hyang Widhi. Pakaian ini juga seringkali digunakan untuk membedakan kasta, yang merupakan buatan manusia itu sendiri. Di hadapan Sang Hyang Widhi, manusia semua sama derajatnya. Selain sebagai bentuk penghormatan kepada sang pencipta, pakaian adat Bali adalah suatu bentuk penghormatan kepada tamu yang datang. Ini adalah hal yang wajar, mengingat jika anda sebagai tamu maka akan merasa terhormat jika disambut oleh pemilik rumah yang berpakaian bagus dan rapi.   (Adat, Budaya, Cirikhas, Tradisi)


Senin, 23 Maret 2015

UPACARA KEBO-KEBOAN DI BANYUWANGI


Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat khususnya yang mendiami beberapa daerah di Indonesia sebagai wujud rasa syukur, lantaran telah diberikan keselamatan dan kesejahteraan dengan melimpahnya hasil panen. Di Banyuwangi ini ada suku yang memiliki kesenian unik, yaitu Suku Using. Masyarakat Using adalah keturunan Kerajaan Blambangan, mereka yang memiliki kesenian Kebo-Keboan yang merupakan suatu permohonan kepada Tuhan agar panen mereka subur dan dijauhi dari malapetaka. Riitual upacara adat “kebo-kebo”-an di Desa Alasmalang, Kec. Singojuruh-Banyuwangi itu diperkirakan muncul sekitar abad ke-18 Masehi. Dikisahkan, pada saat itu masyarakat Desa Alasmalang dilanda musibah brindeng atau pagebluk (wabah penyakit) yang berkepanjangan. Yakni, jenis penyakit yang sangat menakutkan dan sulit diketemukan obatnya. Karena, bagi yang terkena pagi maka sore harinya akan mati, jika malam kena, paginya akan mati, begitulah seterusnya.
Ada pun tahapan dalam upacara tersebut terbagi menjadi beberapa tahapan. Di antaranya, tujuh hari sebelum pelaksanaan, sang pawang melakukan meditasi di beberapa tempat yang dianggap keramat. Yaitu, di Watu Loso, -sebuah batu yang berbentuk seperti tikar,- Watu Gajah, -batu yang berbentuk seperti gajah,- dan Watu Tumpeng, -batu yang berbentuk seperti tumpeng,-.
Dan yang paling dikhawatirkan adalah di Watu Loso. Karena di tempat yang merupakan tempat Mbah Buyut Karti dimakamkan, pun dalam melakukan meditasi di tempat tersebut diperlukan semacam kekuatan ekstra untuk berkomunikasi di tempat tersebut. Dan pawang yang bertugas menangani upacara ritual tersebut sebanyak 5-6 pawang yang bertugas secara bergantian setiap tahunnya. Dan para pawang itu pun harus keturunan dari Mbah Buyut Karti.
Acara puncaknya dilaksanakan setiap pada 10 Syuro. Yakni, selamatan di empat penjuru pojok desa, selamatan tumpeng di perempatan jalan di Dsn. Krajan, Alasmalang secara bersama-sama, ider bumi, dan puncaknya yaitu waktu goyangan. Dan semua tahapan itu harus merupakan kesatuan utuh yang tidak boleh ditinggalkan.
Menurut salah satu generasi ke-4 dari keturunan Mbah Buyut Karti, Drs. Subur Bahri, Msi, tujuan upacara ritual adat itu adalah untuk menolak balak (berbagai macam penyakit) sekaligus sebagai rasa terima kasih masyarakat dengan memanjatkan doa kepada Sang Maha Pencipta agar poses pertanian cepat menghasilkan hasil panen sebagaimana yang diharapkan.
Keberadaan Tradisi Kebo-keboan Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Banyuwangi, tiap tahun selalu menyedot perhatian khalayak. bukan hanya masyarakat Banyuwangi sekitarnya, namun juga dari luar Banyuwangi.   (Adat, Budaya, Cirikhas, upacara adat.Tradisi, upacara adat)


***)berbagai sumber

Minggu, 22 Maret 2015

UPACARA ADAT ADU KERBAU TANA TORAJA


Mapasilaga Tedong yang mempunyai arti Adu Kerbau, tapi kerbau yang diadu disini bukanlah Kerbau sembarangan, melainkan ada tiga jenis. Yang pertama yaitu kerbau bule atau kerbau albino, kerbau lumpur (Bubalus bubalis) yang hanya ada di Tana Toraja, kerbau Salepo yang punya bercak hitam dipunggung, dan Lontong Boke yang memiliki punggung berwarna hitam.
Mapasilaga Tedong sendiri hanya akan diselenggarakan dalam sebuah rangkain upacara Rambu Solo, yaitu upacara pemakaman yang sudah meninggal beberapa tahun sebelumya. 
Sebelum acara Mapasilaga Tedong dimulai, Kerbau yang akan ditandingkan, akan diarak dulu keliling kampung bersamaan dengan pemakaman seorang wanita dari keluarga yang berduka. Kemudian beberapa wanita menumbuk padi yang di wadahkan didalam lesung, untuk menciptakan suara tradisional.
Kemudian, pihak yang menyelenggarakan Mapasilaga Tedong harus memberikan daging babi bakar, rokok, dan tuak, kepada pemandu kerbau dan para tamu. Untuk arena adu, harus ditempatkan disebuah sawah yang luas dan berlumpur atau direrumputan.
Kemudian, pihak yang menyelenggarakan Mapasilaga Tedong harus memberikan daging babi bakar, rokok, dan tuak, kepada pemandu kerbau dan para tamu. Untuk arena adu, harus ditempatkan disebuah sawah yang luas dan berlumpur atau direrumputan. Kerbau yang dinyatakan kalah adalah kerbau yang berlari dari arena Mapasilaga Tedong.

Selain itu, saat Mapasilaga Tedong sedang berjalan, akan ada lagi prosesi lain yaitu pemotongan Kerbau ala Toraja yaitu Ma’tinggoro Tedong. Ini adalah prosesi tebas kerbau dengan sebuah parang, yang dilakukan hanya satu kali tebasan saja.    (upacara adat,Ciri Khas, Budaya, Tradisi, )

UPACARA ADAT TIWAH SUKU DAYAK KALTENG

Upacara ini merupakan upacara penghantar kerangka jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir. tradisi ini hanya dilakukan oleh suku dayak yang ada di Kalimantan Tengah. Upacara Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama Sandung.
Upacara adat Tiwah sering dijadikan objek wisata karena unik dan khas banyak para wisatawan manca negara tertarik pada upacara ini yang hanya dilakukan oleh warga Dayak Kalteng. Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak.
Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja.
Upacara adat Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga – dalam Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa. Selain itu, upacara Tiwah Suku Dayak Kalteng juga dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa.
Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup. Selanjutnya, upacara Tiwah juga bertujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan berkeluarga. Pasca Tiwah, secara adat mereka diperkenankan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (Sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).
Melaksanakan upacara Tiwah bukan pekerjaan mudah. Diperlukan persiapan panjang dan cukup rumit serta pendanaan yang tidak sedikit. Selain itu, rangkaian upacara prosesi Tiwah ini sendiri memakan waktu hingga berhari-hari nonstop, bahkan bisa sampai satu bulan lebih lamanya.
Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama Sandung.
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karena unik dan khas banyak para wisatawan manca negara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng. Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak.
Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya di gelar atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja.
Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga–dalam Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalteng juga dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa.
Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup. Selanjutnya, Tiwah juga bertujuan untuk melepas ikatan status janda atau duda bagi pasangan berkeluarga. Pasca Tiwah, secara adat mereka diperkenankan untuk menentukan pasangan hidup selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.
Melaksanakan upacara Tiwah bukan pekerjaan mudah. Diperlukan persiapan panjang dan cukup rumit serta pendanaan yang tidak sedikit. Selain itu, rangkaian prosesi Tiwah ini sendiri memakan waktu hingga berhari-hari nonstop, bahkan bisa sampai satu bulan lebih lamanya.
Puncak acara Tiwah ini sendiri nantinya memasukkan tulang-belulang yang digali dari kubur dan sudah disucikan melalui ritual khusus ke dalam Sandung. Namun, sebelumnya lebih dahulu di gelar acara penombakan hewan-hewan korban, kerbau, sapi, dan babi.
Upacara Tiwah atau Tiwah Lale atau Magah Salumpuk liau Uluh Matei ialah upacara sakral terbesar untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju tempat yang dituju yaitu Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarangan Lamiang atau Lewu Liau yang letaknya di langit ke tujuh.
Perantara dalam upacara ini ialah :
Rawing Tempun Telun, Raja Dohong Bulau atau Mantir Mama Luhing Bungai Raja Malawung Bulau, yang bertempat tinggal di langit ketiga. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Rawing Tempun Telun dibantu oleh Telun dan Hamparung, dengan melalui bermacam-macam rintangan.
Kendaraan yang digunakan oleh Rawing Tempun Telun mengantarkan liau ke Lewu Liau ialah Banama Balai Rabia, Bulau Pulau Tanduh Nyahu Sali Rabia, Manuk Ambun. Perjalanan jauh menuju Lewu Liau meli\ewati empat puluh lapisan embun, melalui sungai-sungai, gunung-gunung, tasik, laut, telaga, jembatan-jembatan yang mungkin saja apabila pelaksanaan tidak sempurna, Salumpuk liau yang diantar menuju alam baka tersesat. Pelaksana di pantai danum kalunen dilakukan oleh Basir dan Balian. (Budaya, Cirikhas, upacara adat, Tradisi)

Sabtu, 21 Maret 2015

BUDAYA & TRADISI TARI MERAK JAWABARAT


Sejarah Tari Merak sebenarnya berasal dari bumi Pasundan ketika pada tahun 1950an seorang kareografer bernama Raden Tjetjep Somantri menciptakan gerakan Tari Merak. Sesuai dengan namanya, Tari Merak merupakan implentasi dari kehidupan burung Merak. Utamanya tingkah merak jantan ketika ingin memikat merak betina. Gerakan merak jantan yang memamerkan keindahan bulu ekornya ketika ingin menarik perhatian merak betina tergambar jelas dalam Tari Merak.
Warna kostum yang dipakai oleh para penari biasanya sesuai dengan corak bulu burung merak. Selain itu, kostum penari juga dilengkapi dengan sepasang sayap yang mengimpletasikan bentuk dari bulu merak jantan yang sedang dikembangkan.
Dalam perjalanan waktu, Tari Merak Jawa Barat telah mengalami perubahan dari gerakan asli yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri. Adalah Dra. Irawati Durban Arjon yang berjasa menambahkan beberapa koreografi ke dalam Tari Merak versi asli. Sejarah Tari Merak tidak hanya sampai disitu karena pada tahun 1985 gerakan Tari Merak kembali direvisi.
Dalam pertunjukannya Sejarah Tari Merak Jawa Barat biasanya ditampilkan secara berpasangan dengan masing – masing penari memerankan sebagai merak jantan atau betina. Dengan iringan lagu gending Macan Ucul para penari mulai menggerakan tubuhnya dengan gemulai layaknya gerakan merak jantan yang sedang tebar pesona.
Gerakan merak yang anggun dan mempesona tergambar dari gerakan Tari Merak yang penuh keceriaan dan keanggunan. Sehingga tak heran jika Tari  Merak  sering digunakan untuk menyambut pengantin pria atau sebagai hiburan untuk tamu dalam acara pernikahan.  (
Adat, Budaya, Cirikhas, tarian tradisional, )

Jumat, 20 Maret 2015

RUMAH ADAT DAN TRADISI SULAWESI UTARA

Pulau Sulawesi merupakan satu dari lima pulau besar di Indonesia. Bentuknya yang menyerupai huruf K ini dibagi lagi ke dalam beberapa wilayah. Salah satunya adalah Provinsi Sulawesi Utara dengan ibukota Manado. Sudah pernah berkunjung ke tempat ini? Provinsi yang terdiri atas 11 kabupaten dan 4 kota ini tersohor karena beberapa hal. Salah satunya tentulah nilai budaya. Pernah mendengar nama Walewangko? Istilah ini merujuk pada rumah tradisional suku Minahasa yang mendiami Sulawesi Utara. Kini, ia juga dikenal luas sebagai rumah adat Sulawesi Utara.
Rumah Pewaris
Nama lain dari Walewangko adalah Rumah Pewaris. Rumah adat yang satu ini memiliki tampilan fisik yang apik. Ia secara umum digolongkan sebagai rumah panggung. Tiang penopangnya dibuat dari kayu yang kokoh. Dua di antara tiang penyanggah rumah ini, konon kabarnya, tak boleh disambung dengan apapun. Bagian kolong rumah pewaris ini lazim dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan hasil panen atau godong.
Seperti rumah adat lainnya, rumah adat Sulawesi Utara ini dibagi juga ke dalam beberapa bagian utama antara lain:
Bagian depan yang dikenal juga dengan istilah lesar. Bagian ini tidak dilengkapi dengan didnding sehingga mirip dengan beranda. Lesar ini biasanya digunakan sebagai tempat para tetau adat juga kepala suku yang hendak memberikan maklumat kepada rakyat.
Bagian selanjutnya adalah Sekey atau serambi bagian depan. Berbeda dengan Lesar, si Sekey ini dilengkapi dengan dinding dan letaknya persis setelah pintu masuk. Ruangan ini sendiri difungsikan sebagai tempat untuk menerima tetamu serta ruang untuk menyelenggarakan upacara adat dan jejamuan untuk undangan.
Bagian selanjutnya disebut dengan nama Pores. Ia merupakan tempat untuk menerima tamu yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik rumah. Terkadang ruangan ini juga digunakan sebagai tempat untuk menjamu tamu wanita dan juga tempat anggota keluarga melakukan aktifitas sehari-harinya. Pores ini umumnya bersambung langsung dengan dapur, tempat tidur dan juga makan.
Jika kita cermati, keunikan rumah pewaris ini terletak dari arsitektur depan rumah. Perhatikan saja susunan tangga yang berjumlah dua dan terletak di bagian kiri dan kanan rumah. Konon kabarnya, dua buah tangga ini berkaitan erat dengan kepercayaan suku Minahasa dalam mengusir roh jahat. Apabila roh tersebut naik melalui tangga yang satu maka serta merta ia akan turun lagi melalui tangga lainnya.
Rumah adat Bolaang Mangondow
Selain rumah pewaris atau Walewangko, dikenal juga rumah adat Sulawesi Utara lainnya yakni Bolaang Mangondow. Rumah yang satu ini memiliki atap yang melintang dengan bubungan yang sedikit curam. Bagian tangganya ada di depan rumah dengan serambi tanpa dinding. Adapun ruang dalam terdiri atas ruang induk dan ruang tidur. Ruang induk ini terdiri atas ruang depa, tempat makan juga tempat tidur serta dapur yang ada di bagian belakang rumah. (Adat, Budaya, Cirikhas, Tradisi, )

UPACARA ADAT TARIK BATU DI SUMBA BARAT


Di Sumba Barat, persiapan upacara tarik batu dilakukan lebih rumit dan memerlukan persiapan matang karena obyek yang ditarik adalah batu kubur yang berukuran besar dan sangat berat. Di lokasi asal batu, beberapa tukang kayu yang dalam istilah lokal disebut monipelu membuat kuda-kuda (tenan) berupa dua gelondong kayu bulat utuh yang ukurannya disesuaikan dengan batu yang akan ditarik. Kedua ujung kayu disatukan dan dibentuk menyerupai kepala kuda. Walaupun tenan berbentuk kepala kuda, namun secara simbolis tenan melambangkan perahu sebagai kendaraan yang akan membawa kubur batu. Bahan kayu yang digunakan terbuat dari kayu kameti yang bersifat lentur dan tidak mudah patah.
Di atas tenan diberi kerangka kayu berbentuk empat persegi panjang mengelilingi batu, sebagai tempat pegangan paaung watu dan untuk meletakkan paji dan bendera. Paji adalah bentangan kain berwarna putih, sedangkan bendera (regi khobu) berupa kain-kain tenun motif asli Sumba yang merupakan sumbangan dari para kerabat. Paji dan bendera memiliki makna untuk ”memayungi” kubur agar selalu dingin dan teduh. Di Sumba, sesaat sebelum acara tarik batu dimulai, pemimpin proses tarik batu (paaung watu), memberikan santan kelapa (way malala) yang dipercikkan ke batu, sebagai simbol penyucian batu agar batu lebih mudah untuk ditarik. Di atas batu juga disiapkan gong (katala) dan beduk (laba) sebagai alat musik untuk memberikan semangat kepada para penarik batu. Saat penarikan batu, sebagai alas digunakan balok-balok kayu bulat yang disebut kalang sebagai landasan yang berfungsi sebagai roda. Kayu-kayu bulat dengan diameter bervariasi tapi memiliki panjang rata-rata empat meter diletakkan di sepanjang jalan yang akan dilalui batu. Alas kayu itu tidak harus menutupi seluruh jalan, karena kayu yang telah dilalui akan diambil dan dipasang kembali di depan hingga batu mencapai tempat pendirian kubur.
Tali untuk menarik batu umumnya terdiri dari 10 buah dengan tiga jenis bahan yakni tali plastik (tambang), tali dari sulur pohon tuba (tuwa) dan rotan (uwi). Masing-masing tali ditarik oleh 50-100 orang, sehingga total penarik batu setidaknya melibatkan ratusan orang. Apabila dihitung dengan orang-orang lain yang bergantian menarik, setidaknya sebuah upacara tarik batu besar diikuti oleh seribu orang. Masing-masing tali memiliki fungsi, tali yang berada di ujung luar sebelah kanan atau kiri berfungsi sebagai kemudi untuk mengatur arah batu, sementara tali lain berfungsi untuk menarik batu.
Peran paaung watu sangat dominan, karena bertugas mengatur jalannya upacara sambil senantiasa meneriakkan kata hutaya (semangat) setiap saat. Terkadang untuk membangkitkan tenaga, dia meneriakkan kata sindiran seperti mangumammi (perempuan kamu!), yang dijawab spontan oleh massa, sambil mengerahkan segenap tenaga untuk menarik batu, dengan teriakan munima (kami laki-laki!). Paaung watu adalah sang pemimpin dan salah satu peletak sukses dalam upacara tarik batu, oleh karenanya, dia harus memiliki kemampuan untuk mengatur dan memberi semangat kepada massa penarik batu yang jumlahnya ribuan. Di sepanjang jalan yang dilalui tersedia kendaraan yang membawa air minum kemasan maupun air minum yang berasal dari mata air. Secara berkala mereka juga disiram air untuk menghindari dehidrasi, karena panas matahari di daerah Sumba Barat sangat terik.
Dalam perjalanan menuju rumah si pemilik batu, tidak selamanya tarik batu berjalan lancar. Terkadang massa tidak dapat selalu diarahkan sehingga arah batu menjadi melenceng bahkan tidak jarang batu bisa miring atau terbalik. Belum lagi halangan lain berupa rusaknya tenan atau kayu-kayu kalang karena tidak kuat menahan beban batu. Jika halangan tersebut dirasa sangat mengganggu sehingga tidak bisa dilanjutkan, maka acara tarik batu akan ditunda pada hari lain. Hal ini sangat merepotkan karena sulit sekali mengumpulkan ratusan atau ribuan orang dalam hari yang sama.
Jika perjalanan tarik batu lancar, sebuah kubur batu berbobot 12 ton dapat ditarik seribu orang dalam waktu tujuh jam, dalam jarak 2,2 kilometer. Setelah batu kubur berada di depan rumah si pemilik, acara selanjutnya menerima secara resmi sumbangan hewan-hewan dari para kerabat yang umumnya berupa kerbau dan babi. Jika kerbau dan babi yang disumbangkan berjenis kelamin jantan, maka para penerima tamu akan membunyikan alat musik secara bertalu-talu. Sebaliknya jika hewan yang disumbangkan berjenis kelamin betina, alat musik tidak dibunyikan.
Setelah dilakukan pencatatan terhadap semua sumbangan yang diterima, acara berikutnya adalah kelar lima, yakni pembagian daging hewan kepada seluruh masyarakat yang telah bergotong royong menarik batu. Secara harfiah kelar lima memiliki makna : membersihkan tangan yang luka karena menarik batu. Acara kelar lima diadakan oleh keluarga sebagai ungkapan terima kasih kepada setiap orang yang telah terlibat secara aktif pada acara tarik batu. Berbeda dengan daerah lain, pemotongan hewan di Sumba dilakukan dengan cara ditikam dengan tombak dan kemudian tombaknya dilepaskan. Dari leher binatang tersebut akan menetes darah sampai binatang tersebut tergelepar mati kekurangan darah.
Pemilik acara juga wajib menyediakan makanan untuk segenap penarik batu dan tamu-tamu yang hadir menyaksikan acara tarik batu. Menu utama adalah nasi dan daging babi atau kerbau. Setelah acara tarik batu selesai, belum berarti ritual persiapan kubur selesai. Pada umumnya, saat ditarik, kubur batu belum diberi lubang jenazah dan belum dipasang kaki-kaki kubur jika batu kubur berbentuk watu pawesi. Lubang jenazah baru akan dibuat beberapa bulan setelah acara tarik batu selesai. Biasanya pada saat itu sekaligus didirikan kaki-kaki batu untuk menyangga kubur utama. Pekerjaan selanjutnya adalah memberikan hiasan berupa menhir (kaduwatu) dan memahat pola hias sesuai yang dikehendaki.

Bagi orang Sumba, menyiapkan kubur batu sebagai tempat peristirahatan terakhir merupakan satu kebutuhan. Sungguh merupakan satu kebahagiaan yang sempurna, jika pada saat hidupnya, orang Sumba melihat secara langsung persiapan dan pembuatan makam sebagai tempat istirahat abadinya kelak. Sebuah kubur batu yang megah dipercaya menjadi semacam kendaraan yang akan mengantar si mati ke dunia yang kekal. Melihat sebuah kubur yang kelak akan dipakai sebagai tempat jenazahnya, mendatangkan rasa nyaman dan prestise tersendiri, terlebih jika kubur tersebut terbuat dari monolith besar yang untuk menarik dan membuatnya menjadi kubur memerlukan biaya yang sangat besar.      (Adat, Budaya, Cirikhas,Tradisi, upacara adat)

Kamis, 19 Maret 2015

UPACARA ADAT PENIKAHAN DI BALI

Perkawinan dalam keyakinan Umat Hindu ialah bentuk perwujudan dari upaya untuk mencapai tujuan hidup. Secara hakikat, upacara perkawinan merupakan persaksian kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tentunya kepada masyarakat bahwa kedua pasangan telah berikrar, mengikat janji, mempersatukan kehidupan menjadi saumi-isteri. Sedangkan pengertian perkawinan sendiri ialah ikatan secara lahir dan bathin antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk sebuah keluarga yang diridhoi Tuhan Yang Kuasa.
Di Bali pada umumnya dalam tata cara perkawinan adat memberlakukan sistem Patriarki dimana kedudukan kaum pria, lebih mengendalikan dan memiliki otoritas terhadap kontrol kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Dalam prosesnya keluarga laki-laki melakukan pinangan ke rumah calon mempelai wanita dan dalam pelaksanan upacara perkawinan dilakukan di rumah mempelai pria, semua biaya dalam upacara menjadi tanggung jawab mempelai pria. Semua harus dipersiapkan dengan matang terutama hari Baik, dengan minta petunjuk dari Pendeta, atau yang paham dengan Dewasa (ilmu tentang wariga), ada berbagai sumber seperti macam lontar yang berisi petunjuk tentang yadnya (upacara) seperti Dewa Tatwa, Sundarigama dan Wrhaspatikalpa, dan yang berisi tentang Wariga untuk menentukan hari baik diantaranya Purwaka Wariga, Wariga Gemet dan Wariga Krimping.
Ada 6 tahapan pernikahan adat Bali  yaitu   :
Upacara Ngekeb
Prosesi upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon mempelai wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Dimulai dari memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menurunkan kebahagiaan kepada calon pasangan dan diberikan keturunan yang baik. Prosesi ini dilanjutkan sore hari, dimana calon mempelai wanita dilulur rempah yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Rambutnya pun harus dikeramas dengan air merang (jerami padi yang diolah dan diambil sarinya). Setelah prosesi mandi, upacara dilanjutkan di dalam kamar pengantin. Sebelumnya di kamar calon mempelai wanita telah disiapkan sesaji. Calon pengantin wanita yang sudah dimasukkan kamar biasanya tidak diperbolehkan keluar kamar sampai calon suaminya datang menjemput.
Pada upacara penjemputan, seluruh tubuh calon mempelai wanita ditutup dengan kain kuning tipis. Upacara ini melambangkan calon wanita siap menempuh hidup bersama pasangan baru dan mengubur masa lalu sebagai remaja.
Mungkah Lawang
Mungkah lawang atau yang berarti buka pintu merupakan upacara yang bertujuan untuk menjemput mempelai wanita yang berada dikamar. Dalam upacara ini, utusan pria akan mengetuk pintu kamar calon mempelai wanita sebanyak tiga kali dengan iringan musik khas Bali dan tembang Bali. Isi tembang atau lagu berisikan pesan yang mengatakan bahwa calon mempelai pria telah datang dan memohon agar dibukakan pintu.
Mesegehagung
Upacara ini dilakukan pada saat kedua calon pengantin berada di pekarangan rumah pengantin pria. Upacara Mesegehagung bermakna sebagai upacara selamat datang kepada calon mempelai wanita. Kedua mempelai dibawa atau ditandu ke kamar pengantin. Sesampainya di kamar pengantin, ibu dari mempelai pria akan memasuki kamar dan meminta kepada pengantin wanita agar kain kuning yang menutupi tubuhnya dibuka dan ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusukkan dengan tali benang Bali.
Madengen-dengen
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau menyucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri kedua calon mempelai. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau biasa disebut Balian.
Mewidhi Widana
Prosesi ini tidak kalah pentingnya dengan upacara yang lain. Upacara penyempurnaan proses pembersihan diri dari kedua belah pihak. Dalam upacara ini mempelai pria dan wanita mengenakan pakaian kebesaran. Tujuan dari upacara ini yaitu, meminta restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar upacara pernikahan dan juga kehidupan keluarga baru ini direstui. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku marejan.
Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi suami istri, maka pada hari yang telah disepakati, kedua belah pihak keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan. Upacara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta kerabat pengantin wanita, dan kepada leluhur, bahwa saat ini pengantin wanita telah sah menjadi bagian dari keluarga besar pengantin pria. Upacara ini sekaligus sebagai upacara terakhir, dimana upacara ini keluarga pria akan membawa aneka makanan khas Bali, yiatu kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, teh, sirih, pinang, buah-buahan dan masakan khas Bali.  (Adat, Budaya,  Cirikhas, Identitas, Tradisi, upacara adat )


***)berbagai sumber

Rabu, 18 Maret 2015

ANEKA MAKANAN KULINER TRADISI ASLI SUMBAWA

Indonesia sudan tak asing lagi dengan keaneka ragaman budaya dan kekayaan kuliner yang dimiliki bangsa ini.Wayang  Internet  kali ini akan menambahkan satu lagi kekayaan yang dimiliki bangsa ini yaitu aneka makanan khas dari sumbawa kota yang terkenal dengan Susu Kuda Liarnya ini. Berikut daftarnya.

1.Gecok Khas Sumbawa
Gecok   merupakan salah satu masakan khas Sumbawa yang berbahan utama daging dan jeroan sapi.
dihidangkan dengan cara seperti ditumis dan dibalut dengan parutan kelapa berbumbu.
kesan garing, renyah, dan gurih menyelimuti makanan khas Sumbawa ini.

2. Ayam bakar Taliwang Khas Sumbawa
Ayam  Bakar  Taliwang  begitulah nama dari makanan khas dari Sumbawa  ini. Makanan ini hampir sama seperti ayam bakar pada umunya. Namun, dengan rasa bumbu yang pedas dan sedikit asam memberi kesan yang tidak biasa dan tidak terlupakan di lidah setiap orang yang menyantap makanan ini.
Makanan ini biasanya dihidangkan dengan sambal berminyak.

3. Kue Manjareal

kue kering khas Sumbawa. yaitu   Manjareal.
Kue majareal terbuat dari gula dan gerusan kacang tanah lembut. Jajanan ini membri kesan manis yang begitu manis di lidah setiap orang yang merasakannya.
Kue kering yang satu ini berbentuk seperti daun kelor pada Kartu Remi dan dibungkus dengan daun Lontar yang dikeringkan.   (Adat, Ciri Khas, Tradisi, Budaya,)

Selasa, 17 Maret 2015

RUMAH ADAT TRADISI BATEN


Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Awalnya ia masuk ke dalam wilayah administrative Provinsi Jawa Barat. Namun kemudian di tahun 2000, Banten resmi berpisah dan menjadi provinsi mandiri dengan ibu kota Serang. Apa yang menarik dari Banten? Jawabannya banyak. Salah satunya adalah suku Baduy atau yang juga lazim dikenal dengan nama Urang Kanekes. Suku ini mengisolasi diri mereka dari dunia luar. Meski demikian, pemerintah menetapkan rumah adat Banten adalah rumah adat suku Baduy/Badui. Rumah tradisional ini berupa panggung dengan beratapkan daun dan lantai dari pelepah bambu yang telah dibelah. 

Rumah Tanpa Jendela
 
Sama seperti rumah adat di wilayah lain, rumah tradisional Banten ini juga sarat akan nilai filosofis. Rumah khas suku Baduy ini dibangun menghadap ke utara dan selatan sebab arah barat juga timur dianggap tak baik dalam kehidupan orang Kanekes. Hal lain yang cukup mencolok dari pemukiman orang Baduy adalah harmonisasi antara lingkungan dan masyarakat. Mereka tak mengubah alam sesuai dengan kepentingan mereka. Justru sebaliknya, mereka menyesuaikan hidup dengan apa yang ada di alam. Hasilnya adalah harmonisasi hidup yang terlihat jelas. Hal ini menjadi keunggulan tersendiri dari Urang Kanekes. 
Berbicara mengenai rumah, suku Baduy dikenal dengan kesederhanannya. Jika Anda cermati, rumah mereka dibangun dengan tiang yang tidak sama rata. Tiang-tiang ini menyesuaikan dengan kontur tanah. Di daerah lain, tanah untuk perumahan diratakan. Namun hal ini tak berlaku di tanah Baduy. Tiang rumahlah yang menyesuaikan dengan permukaan tanah. Karena itu jangan heran jika Anda menjumpai rumah adat dengan tiang yang tingginya tidak sama.
Hal lain yang menjadi signatur rumah orang Baduy adalah ketiadaan jendela di rumah. Untuk menikmati udara segar cukup dari lubang lantai yang memang terbuat dari susunan bambu atau dikenal juga dengan nama palupuh. Sama seperti rumah lainnya, rumah adat Banten ini juga dibagi ke dalam beberapa bagian utama antara lain bagian depan, tengah dan dapur atau bagian belakang.
Bagian depan rumah suku Baduy dikenal dengan istilah Sosoro. Tempat ini lazim digunakan sebagai tempat untuk menerima tetamu. Dalam adat Urang Kanekes, tamu dilarang keras masuk ke dalam rumah bagian tengah. Hal ini dipengaruhi kepercayaan bahwa setiap orang luar yang datang selalu membawa pengaruh buruk. Karena itu, ia hanya boleh ada di wilayah netral yakni di depan rumah. Adapun tamu yang hendak menginap biasanya dibawa ke rumah kepala adat.

Bagian lain dari rumah suku Baduy adalah dapur. Oleh karena lantai yang berupa bambu, maka tungku di dapur ini ditimbuni dengan tanah lengkap dengan sekat dari kayu. Hal ini dimaksudkan agar api tidak mudah menjilat lantai dari bambu tadi. Di bagian dapur ini terdapat bagian bernama goa. Ia difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan beras maupun padi. 

Rumah adat Banten ini memang tepat diwakili oleh rumah suku Baduy. Kesederhanaan dan kearifan lokal yang mereka perlihatkan menjadi pegangan bagi masyarakat Banten yang dikenal religius. Rumah adat ini bukan sekedar simbol tetapi juga medium pengajaran bagi generasi muda di Banten khususnya dan Indonesia umumnya. 
Ciri Khas, Karakter., Budaya, 

Senin, 16 Maret 2015

BUDAYA DAN TRADISI NGEREBONG DI BALI

Bali memang menarik untuk dikunjungi. Selain memiliki pesona pemandangan alam, Pulau Dewata juga kaya akan tradisi budaya dan adat istiadat. Tidak heran, karena memang masyarakatnya masih berpegang teguh pada adat istiadat yang dijadikan sebagai kearifan lokal. Salah satu tradisi yang menarik adalah Ngerebong yakni sebuah tradisi unik di desa Pekriman, Kesiman Denpasar. Setidaknya setiap 8 hari setelah Hari Raya Kuningan yakni Redite Pon Wuku Medangsia menurut penanggalan kalender Bali tradisi sakral ngerobong ini dilaksanakan.
Tradisi Ngerebong di Pura Agung Petilan, Kesiman, Denpasar sudah dilakukan secara turun temurun. Tradisi ini bersamaan dengan digelarnya tabuh rah/tajen atau mengadu ayam, kemudian dilanjutkan dengan keluar dari pura. Selanjutnya warga penyungsung melanjutkan ritualnya dengan mengelilingi wantilan. Saat melakukan arak-arakan mengelilingi wantilan ini, beberapa warga mengalami kesurupan. Berbagai berbagai ekpresi yaitu berteriak, menggeram, menangis sambil menari diiringi yang diiringi alunan musik bale ganjur.
Ngerebong sendiri berasal dari kata ngerebong yang artinya berkumpul. Masyarakat setempat percaya bahwa pada hari ngerobong adalah hari dimana para dewa berkumpul. Pusat dari tradisi ini dilakukan di Pura Petilan daerah Kesiman Denpasar. Biasanya jalan-jalan akan ditutup penuh mengingat tradisi ini dianggap sakral. Sebelum acara puncak dimulai biasanya masyarakat sudah memenuhi area acara dengan adanya beberapa suguhan seperti alunan musik tradisional, bunga-bungaan dalam tempayan cantik, serta penjor-penjor. Masyarakat mengawali upacara ini dengan sembahyang di Pure tersebut. Suasana semakin riuh ditambah dengan adanya acara adu ayam di wantilan (bangunan menyerupai bale-bale).
Puncak acara dari tradisi Ngerebong ini ditandai dengan penyisiran jalan oleh pecalang atau polisi adat setempat. Kemudian umat keluar dari pura untuk melanjutkan ritualnya dengan mengelilingi wantilan yang ramai oleh adu ayam sebanyak tiga kali putaran.
Pada saat mengitari tempat itu puluhan umat yang disebut pemedak mengalami kesurupan dengan berteriak, menggeram, menangis sambil menari diiringi alunan musik tradisional.
Selama kerasukan mereka melakukan tindakan berbahaya yakni menghujamkan keris di dada, leher bahkan ubun-ubun, amun anehnya tidak satupun yang terluka.
Aksi yang dilakukan oleh umat yang kesurupan itu dinamakan "ngurek". Konon mengapa pemedek tadi tidak berdarah meskipun telah dihujamkan keris berkali-kali karena adanya kekuatan magis dari roh yang menguasai mereka.
Selain para pemedek, ada juga barong dan rangda yang ikut menari dalam ritual ini. ritual ini akan berakhir saat matahari tenggelam. Roh-roh tadi dipulangkan kealamnya dengan menggiring para pemedek ke dalam pura yang disana telah ada seorang Pemangku. Pemangku tadi yang memiliki kuasa apakah roh tetap tinggal atau pergi. Kemudian setelah roh-roh keluar dari jasad pemedek, dilanjutkan dengan tarian dewa yang menjadi penutup tradisi ngerebong ini. Upacara Ngerebong itu sendiri bertujuan untuk mengingatkan umat hindu melalui ritual sakral tadi untuk terus memelihara keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam. Tidak jelas asal-usul dari tradisi Ngerebong ini, namun masyarakat sekitar terus mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Bali memang kaya akan tradisi, hal itulah yang membuat Pulau Dewata ini menjadi menarik untuk dikunjungi. Tradisi Ngerebong ini pun tidak hanya tertutup untuk masyarakat Bali saja, melainkan juga terbuka bagi masyarakat umum yang ingin menyaksikan. Namun untuk bisa menikmati keunikan tradisi tersebut, kalian diharuskan memakai pakaian tradisional khas Bali. Menarik bukan?
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Cirikhas, Tradisi, upacara adat, )


***)berbagai sumber