Minggu, 10 Maret 2019

BUDAYA TRADISI LOMPAT BATU SUMATERA UTARA (PULAU NIAS)



Budaya dan Tradisi melompat batu atau yang biasa disebut oleh orang Nias sebagai fahombo, hal ini merupakan ritual budaya sebagai simbol kedewasaan pemuda Nias. Jika seorang pemuda yang mampu melakukan lompatan dengan sempurna dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Bagi keluarga sang pemuda yang baru pertama kali mampu melompati batu setinggi 2 meter dengan ketebalan sampai dengan 40 Cm dengan sempurna,  biasanya akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai wujud syukuran atas keberhasilan anaknya.

Perlu diketahui bahwa tradisi lompat batu ini tidak terdapat di semua wilayah Nias dan hanya terdapat pada kampung-kampung tertentu saja seperti di wilayah Teluk Dalam. Namun  tradisi ini hanya boleh diikuti oleh kaum laki-laki saja, dan sama sekali tak memperbolehkan kaum perempuan untuk mencobanya mengingat lompat batu merupakan ajang ketangkasan yang nantinya bila berhasil melompat dengan sempurna yang bersangkutan akan didampuk menjadi pembela kampungnya ketika ada perselisihan dengan kampung lain, hal ini seperti pemuda tersebut adalah bagaikan Ksatria yang terhormat dan dapat dibanggakan dikampungnya.

Karena sebagai Ksatria apabila ketika terjadi peperangan antar kampung maka para prajurit yang menyerang harus mempunyai keahlian melompat untuk menyelamatkan diri mengingat setiap kampung di wilayah Teluk Dalam rata-rata dikelilingi oleh pagar dan benteng desa. Maka dari itu ketika tradisi berburu kepala orang atau dalam sebutan mereka mangaih’g dijalankan sang pemburu kepala manusia ketika dikejar atau melarikan diri, mereka harus mampu melompat pagar atau benteng desa sasaran yang telah dibangun dari batu atau bambu atau dari pohon tali’anu supaya tidak terperangkap di daerah musuh.Itu juga sebabnya desa-desa didirikan di atas bukit atau gunung hili supaya musuh tidak gampang masuk dan tidak cepat melarikan diri.

Selanjutnya seiring dengan terjadinya perubabahan dan perkembangan zaman yang maju dan selalu berkembangan, tradisi ini selain merupakan ritual budaya atau symbol kedewasaan bagian pemuda di  Nias, juga merupakan hak dan kewajiban sosialnya sebagai orang dewasa sudah bisa dijalankan. Misalnya, memasuki pernikahan dan untuk menjadi prajurit desa jika ada perang antar desa atau konflik dengan warga desa lain. Karena sekarang sudah tidak ada perang, maka lompat batu hanya dipertunjukkan untuk menyambut tamu, dan sebagai wisata andalan Pulau Nias. 



*) Berbagai sumber

Minggu, 03 Maret 2019

BUDAYA TRADISI PERNIKAHAN PROVINSI SUMATERA SELATAN (PALEMBANG)


Saat ritual tradisi pernikahan di daerah  Provinsi  Palembang  hal in masih banyak yang tersirat simbol-simbol berwujud perlengkapan dan kesenian yang bermakna baik bagi kedua mempelai. Meskipun banyak masyarakat Palembang yang mulai meninggalkan tradisi pernikahan peninggalan leluhur, berikut ini kami sajikan lima ritual yang pernikahan Palembang yang perlu Anda tahu.

1) Madik (menyelidik)
biasanya penyelidikkan dilakukan oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki yang sudah berusia tua yang dipercaya dan berpengalaman. Tugasnya melakukan pengamatan atau penelitian terhadap sang gadis (calon menantu), maupun lingkungan keluarga mereka. Pengamatan dimaksud dilakukan secara diam-diam dari jauh dan hasil pengamatan itu kemudian dilaporkan kepada pihak keluarga pria.
ketika berkunjung ini, utusan dari keluarga calon mempelai pria biasanya membawa beberapa tenong atau songket yang berbentuk bulat terbuat dari anyaman bambu, juga beberapa tenong berbentuk songket segi empat dibungkus dengan kain batPada ik bersulam benang emas yang berisi bahan makanan, seperti : mentega, telur, gula untuk diserahkan kepada keluarga calon mempelai wanita sebagai oleh-oleh atau buah tangan. Karena bawaan ini bersifat tidak resmi dan hanya sebagai buah tangan saja maka tidak ada aturan baku dalam hal apa saja barang yang harus dihadiahkan kepada keluarga calon mempelai wanita.

2)Menyegung
(Menyengguk atau sengguk) berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya memasang "pagar" agar gadis yang dituju tidak diganggu oleh sengguk (sebangsa musang, sebagai kiasan tidak diganggu perjaka lain). Menyenggung adalah pernyataan tujuan penegasan maksud keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan. Untuk maksud itu, biasanya dikirim seorang utusan ke rumah keluarga perempuan. Guna melakukan penjajakan atau pembicaraan pendahuluan dengan pihak keluarga perempuan mengenai minat atas diri si gadis keluarga tersebut.
Selanjutnya, berlangsunglah pembicaraan yang berkaitan dengan maksud tersebut, tetapi belum mengikat dan belum mengarah kepada hal-hal yang mendalam. Bahkan apabila ternyata si gadis yang dimaksud sudah ada yang mengikat atau melamarnya, maka pembicaraan akan terhenti sampai di situ saja. Apabila belum ada yang melamar, maka biasanya dibicarakan tentang waktu, tanggal dan bulan rencana kedatangan utusan pihak keluarga laki-laki guna menyampaikan lamaran resminya.

3)Melamar
Dalam melamar ini seluruh anggota keluarga termasuk orang tua calon mempelai pria akan datang lengkap ke rumah calon mempelai wanita dengan barang-barang bawaan berupa kain terbungkus dengan sapu tangan diletakkan diatas nampan, berikut 5 tenong berisi gula, gandum, juadah, buah-buahan dan lain sebagainya. Jumlah songket atau tenong selalu ganjil. Barang bawaan lebih lengkap berupa kain, baju, selendang, alat perhiasan, tas, kosmetik, selop, sepatu dan sebagianya. Juga disertai pisang setandan sebagai lambang kemakmuran. Rombongan tersebut kemudian sesampainya dirumah calon mempelai wanita akan mengutarakan maksud kedatangannya kali ini yakni untuk melamar atau meminang. Apabila lamaran diterima barulah kemudian barang-barang tersebut diserahkan kepada keluarga dari calon mempelai wanita.

4)Berasan 
Berasan berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah, yaitu bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar. Pertemuan antara dua pihak keluarga ini dimaksudkan untuk menentukan apa yang diminta oleh pihak si gadis dan apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Pada kesempatan itu, si gadis berkesempatan diperkenalkan kepada pihak keluarga pria. Biasanya suasana berasan ini penuh dengan pantun dan basa basi. Setelah jamuan makan, kedua belah pihak keluarga telah bersepakat tentang segala persyaratan perkawinan baik tata cara adat maupun tata cara agama Islam. Pada kesempatan itu pula ditetapkankapan hari berlangsungnya acara "mutuske kato".

5)Memutuske Kato
Dalam tradisi adat Palembang dikenal beberapa persyaratan dan tata cara pelaksanaan perkawinan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak keluarga, baik secara syariat agama Islam, maupun menurut adat istiadat. Menurut syariat agama Islam, kedua belah pihak sepakat tentang jumlah mahar atau mas kawin, Sementara menurut adat istiadat, kedua pihak akan menyepakati adat apa yang akan dilaksanakan, apakah adat Berangkat Tigo Turun, adat Berangkat duo Penyeneng, adat Berangkat Adat Mudo, adat Tebas, ataukah adat Buntel Kadut (Pihak pria memberikan uang baik untuk gegawan, acara sampai selesai) , dimana masing-masing memiliki perlengkapan dan persyaratan tersendiri.
selanjutnya  keluarga calon mempelai pria datang ke rumah calon mempelai wanita yang bertujuan untuk bermusyawarahnya kedua keluarga dalam menentukan hari dan tanggal untuk pernikahan anak mereka. Pihak yang datang biasanya adalah keluarga dekat calon mempelai serta 9 orang wanita dengan membawa tenong. Utusan yang diwakili juru bicaranya menyampaikan kata-kata indah kadang berupa pantun. Selanjutnya para utusan melakukan upacara pengikatan tali keluarga, yakni dengan mengambil tembakau setumpuk dari sasak gelungan (konde) dan dibagi-bagikan pada para utusan dan keluarga. Kedua belah pihak mengunyah sirih dengan tembakau yang artinya kedua keluarga tersebut telah saling mengikat diri untuk menjadi satu keluarga.



*)berbagai sumber

Minggu, 29 Oktober 2017

BUDAYA DAN TRADISI PALANG PINTU BETAWI (JAKARTA)


Tradisi Palang Pintu merupakan salah satu tradisi yang menjadi identitas masyarakat Betawi Di Jakarta. Tradisi ini menjadi bagian dari Budaya Betawi dalam prosesi upacara pernikahan adat Betawi sejak zaman nenek moyang.Perpaduan silat dan seni pantun yang jenaka menjadi hal yang dominan dalam tradisi Palang Pintu. Adu silat adalah salah satu adegan yang selalu muncul pada kesenian Palang Pintu.

Telah  kita  ketahui  bersama bahwa Perkawinan adalah salah satu perjalanan manusia yang dianggap sakral. Oleh sebab itu bagi masyarakat Betawi. Saking sakralnya, maka ada beberapa prosesi yang harus dilalui kedua mempelai menjelang pernikahannya. Salah satunya adalah Tradisi Palang Pintu.

Upacara pernikahan diawali dengan arak-arakkan calon pengantin pria menuju ke rumah calon istrinya. Dalam arak-arakan itu, selain iringan rebana ketimpring juga diikuti barisan sejumlah kerabat yang membawa sejumlah seserahan mulai dari roti buaya yang melambangkan kesetiaan abadi, sayur-mayur, uang, jajanan khas Betawi, dan pakaian.


Selain itu, perlengkapan kamar pengantin yang berat seperti tempat tidur serta lemari juga dibawa dalam prosesi arak-arakkan. Tradisi Palang Pintu ini merupakan pelengkap saat pengantin pria yang disebut “tuan raja mude” hendak memasuki rumah pengantin wanita atau “tuan putri”. Nah, saat hendak masuk kediaman pengantin putri itulah, pihak pengantin  wanita akan menghadang.


***) berbagai sumber

Jumat, 28 Agustus 2015

BUDAYA & TRADISI SENI TARI INDANG MINANGKABAU


Tari indang merupakan salah satukesenian tari yang berasal dariminangkabau. Etnik minangkabau menyimpan banyak kekayaan tradisi lisan.Asal usul tari indang adalah dari kata Indang atau disebut juga badindin, salah satunya. Tarian ini sesungguhnya suatu bentuk sastra lisan yang disampaikan secara berkelompok sambil berdendang dan memainkan rebana kecil.
Kesenian tari indang tadinya bertujuan untuk keperluan dakwah islam. Itusebabnya, sastra yang dibawakan berasal dari salawat nabi Muhammad atau hal-hal bertema keagamaan. Indang berkembang dalam masyarakat traditional Minangkabau yang menghuni wilayah kabupaten Padang Pariaman.
Tari Indang merupakan hasil perkawinan budaya antara Minangkabau dan peradaban Islam abad ke – 14. Peradaban tersebut diperkenalkan pedagang yang masuk ke aceh melalui pesisir barat Pulau Sumatra dan selanjutnya menyebar ke Ulakan-Pariaman.
Pada awalnya tari Indang bertujuan untuk keperluan dakwah Islam ketika Islam pertama kalinya di bawa oleh “Syekh Burhanudin” sekembalinya dari tanah Aceh. Itu sebabnya, sastra yang dibawakan berasal dari salawat nabi Muhammad atau hal-hal bertema keagamaan. Jika dilihat sekilas gerakan dari tari Indang menyerupai tari Saman yang berasal dari Aceh.
Tari Indang berkembang dalam masyarakat tradisional Minagkabau yang menghuni wilayah abupaten Padang Pariaman.
Kalau dibedakan lebih dalam, dalam Tari Indang muncul jenis-jenis nyanyian maqam, iqa’at dan avaz serta penggunaan musik gambus. Maqam menggambarkan tangga nada, struktur interval dan ambitus. Iqa’at menyimpan pola ritmik pada musik islam. Adapun avaz ialah melodi yang bergerak bebas tampa irama dan diperkenalkan music islam. Tari Indang biasa diramaikan tujuh penari yang semuanya laki-laki. Ketujuh penari itu biasa dinamai ‘anak indang’. Mereka dipimpin seorang guru yang disebuttukang dzikir. Ya, memang indang merupakan manifestasi budaya mendidik lewat surau dan kentalnya pengaruh budaya Islam di Minangkabau.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, tarian tradisional,)






***)beberapa sumber

Minggu, 23 Agustus 2015

UPACARA ADAT NAIK DANGO/GAWAI DAYAK KALIMANTAN BARAT


Naik Dango atau Gawai Dayak merupakan Upacara adat masyarakat kalimantan Barat ( Dayak Kanayatn), yang dilakukan dari daerah Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, hingga Kabupaten Sanggau. Gawai Dayak bukanlah peristiwa budaya yang murni tradisional, baik dilihat dari tempat pelaksanaan maupun isinya. Gawai Dayak merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran kesenian Dayak. Upacara adat Naik Dango yang merupakan sebuah upacara untuk menghaturkan rasa syukur terhadap Nek Jubata atau Sang Pencipta atas berkah yang diberikannya berupa hasil panen (padi) yang berlimpah. Upacara ini rutin dilaksanakan setiap tahun setelah masa panen . Upacara adat syukuran setelah panen ini dilaksanakan oleh masyarakat Dayak dengan nama berbeda-beda. Orang Dayak Hulu menyebutnya dengan Gawai, di Kabupaten Sambas dan Bengkayang disebut Maka‘ Dio, sedangkan orang Dayak Kayaan, di Kampung Mendalam, Kabupaten Putus Sibau menyebutnya dengan Dange.
Upacara adat Naik Dango ditandai dengan menyimpan seikat padi yang baru selesai di panen di dalam dango (lumbung padi) oleh setiap kepala keluarga masyarakat Dayak yang bertani/ berladang. Padi yang disimpan di dalam Dango nantinya akan dijadikan bibit padi untuk ditanam bersama-sama dan sisanya menjadi cadangan pangan untuk masa-masa paceklik. Selanjutnya, menimang padi dan diikuti dengan pemberkatan padi oleh ketua adat.
Gawai Dayak Naik Dango merupakan upacara adat yang mempunyai makna syukuran atau berterima kasih kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh dari sawah atau ladang masyarakat dayak, upacara ini dilakukan setiap tahunnya.
Dango sendiri mempunyai arti yaitu pengambilan padi untuk pertama kalinya dari lumbung yang berada di dekat rumah dan harus dilaukan dengan upacara Naik Dango. Upacara ini berintikan doa dari seorang imam kepada lumbung padi, iman ini mendoakan kepada penyelenggara pesta Naik Dango ini yang dilakukan pagi hari.
Upacara naik dango dilaksanakan melalui 4 kegiatan yaitu persiapan batutuk,matik,nyangahtn dan makan bersama. Batutuk adalah kegiatan menumbuk pada di dalam lesung untuk memperoleh beras, dan yang ditumbuk didalam lesung tidak selamanya beras bisa saja tepung atau beras ketan (po) yang digunakan untuk persiapan makanan dan sesajian.
Upacara Naik Dango merupakan acara yang memiliki 3 aspek pokok yaitu aspek kehidupan agraris, aspek religius dan aspek kehidupan kekeluargaan solidaritas serta persatuan. Aspek kehidupan agraris yaitu kehidupan masyarakat yang bertradisi bercocok tanam, kemudian aspek religius merupakan aspek untuk berterima kasih kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh dan yang terakhir adalah aspek kehidupan kekelaurgaan solidaritas dan persatuan yang merupakan aspek menjunjung tinggi kekeluargaan antar keluarga terdekat dalam ruma masing-masing tiap tahunnya.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Ciri Khas. Tradisi, upacara adat, )




***)Beberapa sumber