Kamis, 30 April 2015

RUMAH ADAT MINAHASA SULAWESI UTARA




Rumah Pewaris atau disebut juga Walewangko merupakan rumah adat daerah Minahasa, Provinsi Sulasesi Utara. Rumah adat ini berdiri di atas tiang dan balok-balok yang mendukung lantai, dua di antaranya tidak boleh disambung.
Kolong Rumah Pewaris digunakan untuk menyimpan hasil bumi (godong). Pintu rumah terletak di depan, tetapi tangga naik terdapat di kiri dan kanan serta bagian tengah belakang rumah. Ruang paling depan, disebut lesar, tak berdinding, tempat kepala suku atau kepala adat memberikan maklumat kepada rakyat.
Ruang kedua, adalah sekey merupakan serambi depan, berdinding, terletak setelah pintu masuk. Ruang ini berfungsi untuk menerima tamu dan menyelenggarkan upacara adat, serta tempat menjamu undangan.
Ruang tengah, disebut pores, tempat untuk menerima tamu yang masih ada ikatan keluarga serta tempat menerima tamu wanita. Di ruang tengah ini terdapat kamar-kamar tidur. Ruang makan keluarga serta tempat kegiatan sehari-hari wanita berada di bagian belakang, bersambung dengan dapur.
Rumah pewaris merupakan rumah panggung yang dibangun di atas tiang dan balok-balok yang di antaranya terdapat balok-balok yang tidak boleh disambung. Seluruh komponen rumah dibuat dari bahan kayu.
Rumah Pewaris memiliki dua buah tangga. Letaknya di sisi kiri dan kanan bagian depan rumah. Konon, dua buah tangga tersebut dimaksudkan untuk mengusir roh jahat. Jadi, kalau ada roh jahat yang naik dari salah satu tangga, maka ia akan kembali turun di tangga sebelahnya.
Dulunya, rumah adat Minahasa ini hanya terdiri dari satu ruangan saja. Kalau pun harus dipisahkan, biasanya hanya dibentangkan tali rotan atau tali ijuk saja, yang kemudian digantungkan tikar. Sekarang ini, Rumah Pewaris memiliki beberapa ruang. Misalnya, setup emperan yang digunakan untuk menerima tamu. Pores, untuk ruang tidur orang tua dan anak perempuan. Dan sangkor yang digunakan sebagai lumbung padi. Di rumah adat ini, dapur biasanya terpisah dari bangunan rumah utama.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Rumah adat, TradisI)

RUMAH ADAT KRONG BADE ACEH


Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari bayak tradisi dan adat istiadat, dan Rumah adat Aceh termasuk dalam salah satunya. Rumah ini adalah salah satu rumah adat di Indonesia yang menggunakan tangga di depan rumah tersebut untuk menghubungkan orang yang ingin memasuki rumah tersebut. Rumah ini disebut juga sebagai Rumoh Aceh atau “Krong Bade”. Krong Bade adalah rumah dengan bentuk yang seragam, yang kesemuanya berbentuk persegi panjang, dan letaknya memanjang dari timur ke barat. Penentuan letak arah ini dipakai guna mempermudah menentukan arah kiblat untuk sholat.
Rumah ini merupakan identitas dari masyarakat Aceh. Penggunaan bahan materi bangunan yang diambil dari alam mempunyai makna bahwa masyarakat Aceh mempunyai kehidupan yang dekat dengan alam. Masyarakat Aceh bahkan tidak menggunakan paku dalam membuat rumah Krong Bade. Mereka menggunakan tali untuk mengikat satu bahan bangunan dengan bahan bangunan yang lain. Ukiran-ukiran pada rumah Krong Bade pun mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Aceh. Hal ini berhubungan dengan status sosial seseorang dalam masyarakat Aceh. Banyaknya ukiran pada rumah Krong Bade yang dimiliki seseorang menentukan kemampuan ekonomi dari orang tersebut.
Krong Bade atau Rumoh Aceh adalah rumah adat yang unik, yang mempunya kekhasan seperti kebanyakan rumah adat di Indonesia. Rumah dengan arsitektur klasik dan terbuat dari kayu dan dipercantik dengan ukir-ukiran ini ternyata tidak terlalu diminat lagi oleh penduduk Aceh yang sudah tersentuh arus modernitas. Hal ini dikarenakan dalam membangun rumah ini dibutuhkan banyak sekali biaya dan tenaga dalam pemeliharaannya. Rumah adat Aceh merupakan jenis rumah yang membutuhkan perawatan dan kemampuan ekonomi ekstra dalam proses pembuatannya, karena materi dasar pembuatannya adalah kayu dan saat ini sudah agak sulit bagi masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mendapatkan kayu.
Menurut keterangan banyak warga Aceh, jumlah rumah adat Aceh yang ada di Aceh saat ini menurun drastis. Kebanyakan warga Aceh lebih memilih untuk tinggal di rumah modern. Hal tersebut dikarenakan banyak warga merasa rumah Krong Bade membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam pembangunannya, juga butuh banyak tenaga untuk proses perawatannya. Fenomena ini sudah berlangsung sejak 30 tahun hingga sekarang. Hungga tahun 1980, orang-orang Aceh masih bisa mendapatkan kayu sebaga material utama dalam membangun Krong Bade. Sekarang, orang-orang lebih memilih membangun rumah modern karena jumlah biaya yang digunakan separuh dari uang yang dikeluarkan untuk Krong Bade.
Ciri Khas Rumah 
1).  Rumah Krong Bade memiliki tangga di bagian depan rumah bagi orang-orang yang akan masuk ke dalam rumah.
2).  Rumah Krong Bade memiliki tangga karena tinggi rumah yang berada beberapa meter dari tanah.
3).  Umumnya, tingga Rumah Krong Bade dari tanah adalah 2,5-3 meter.
4).  Jumlah anak tangga Rumah Krong Bade umumnya ganjil.
5).  Rumah Krong Bade memiliki bahan dasar yaitu kayu.
6). Rumah Krong Bade juga memiliki banyak ukiran pada dinding rumahnya, tetapi banyaknya ukiran pada Rumah Krong Bade bergantung dari kemampuan ekonomi pemilik rumah.

7).  Ukiran ini pun tidak sama satu dengan yang lain. Rumah Krong Bade berbentuk persegi panjang dan memanjang dari timur ke barat. Atap Rumah Krong Bade terbuat dari daun rumbia.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Rumah adat, Tradisi, )

Rabu, 29 April 2015

TRADISI BUDAYA TARIAN BETAWI

Sebagai penduduk asli Jakarta, suku Betawi kaya akan kesenian dan budaya. Namun, tidak semua kesenian Betawi dikenal masyarakat luas, termasuk Tari Ronggeng Topeng Blantek ini. Walau, jauh sebelum kesenian tradisional Betawi lainnya dikenal masyarakat luas, wisata seni budaya Betawi ini telah hadir di antara masyarakat Betawi.
wisata seni budaya Tari Ronggeng Topeng Blantek ini berasal dari dua suku kata, yakni topeng dan blantek. Kata topeng yang dimaksud berasal dari bahasa Cina pada zaman Dinasti Ming yaitu to dan pengTo berarti sandi dan peng artinya wara. Jadi kata topeng berarti sandiwara. Sedangkan kata blantek memiliki banyak arti yang berasal dari beberapa pendapat. Ada yang mengatakan blantek berasal dari suara musik yang mengiringinya yaitu rebana biang, rebana anak dan kecrek yang menghasilkan suara blang blang crek. Namun, lidah masyarakat lokal sulit untuk menyebut blang blang crek dan ingin enaknya saja dalam penyebutan maka munculah kata blantek.
Wisata seni budaya Betawi ini memiliki ciri khas yaitu terdapat tiga buah sundung (kayu yang dirangkai berbentuk segi tiga yang biasa digunakan untuk memikul sayuran). Satu sundung berukuran besar dan dua berukuran kecil lalu diletakkan di panggung saat pentas sebagai pembatas para pemain yang sedang berlakon dengan panjak, musik, juga dengan para pemain lain yang belum dapat giliran berlakon. Perangkat lainnya yang digunakan saat pentas berupa obor yang diletakkan di tengah panggung pentas.
Namun amat disayangkan, di zaman moderinasi seperti sekarang, kesenian yang dulu terkenal di kalangan rakyat jelata ini kondisinya nyaris punah. Bahkan, keberadaan seniman dan sanggar tari Ronggeng Topeng Blantek sulit ditemukan sekarang.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, tarian, )

Senin, 27 April 2015

UPACARA ADAT UNJUNGAN BANJARNEGARA JAWA TENGAH

Musim kemarau yang panjang membuat sebagian besar warga di Desa Gumelem Wetan, Jawa Tengah melakukan tradisi Unjungan yang merupakan acara ritual tradsional untuk meminta hujan.
Acara ritual tradisional untuk meminta hujan ini dilakukan dengan cara adu pukul pada bagian kaki yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dewasa dengan menggunakan peralatan berupa sebilah rotan sebagai untuk memukul.
Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi Ujungan kini hanya berkembang sebagai seni pertunjukan hiburan biasa. Walaupun demikian, ketentuan-ketentuan peraturan permainan Ujungan masih tetap mengacu pada Ujungan zaman awal munculnya tradisi ini, baik rotan yang dipakai sebagai alat pukul maupun Wlandang pertunjukan. Rotan yang dipakai harus memiliki tingkat kelenturan yang cukup baik, dengan panjang sekitar 40.125 cm dan diameter sekitar 1,5 cm. Ketentuan rotan yang dipersyaratkan seperti ini bertujuan untuk mengurangi rasa pedih bila disabetkan ke tubuh. Sedangkan seorang Wlandang harus memiliki keterampilan ilmu beladiri yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar apabila suatu saat salah satu pemain Ujungan tidak puas dengan hasil keputusan wasit dan mencoba untuk melawan wasit, maka wasit harus berani menerima tantangan itu.
Tradisi Ujungan ini muncul sebelum Belanda datang untuk menjajah Indonesia. Di masa itu, ritual ini dilakukan guna meminta hujan pada Tuhan. Akan tetapi, semenjak Belanda datang, tradisi unik ini dijadikan sebagai ajang latihan bela diri guna membina mental dan fisik para pejuang.
Ritual ini juga menggabungkan tiga jenis unsur seni, yaitu seni musik (sampyong), seni tari-silat (uncul), dan seni bela diri tongkat (ujungan). Keistimewaan lain dari tradisi ini adalah adanya sikap menjunjung tinggi nilai sportivitas, persaudaraan, rasa nasionalisme, dan semangat patriotisme sebagai generasi penerus bangsa.



Budaya, Cirikhas, upacara adat.Tradisi

Sabtu, 25 April 2015

UPACARA ADAT NGALAKSA KABUPATEN SUMEDANG


Ngalaksa adalah suatu kebiasaan (tradisi) yang dilaksanakan di Kecamatan Rancakalong yang sifatnya turun temurun. Kata Ngalaksa berasal dari kata laksayaitu sejenis makanan dari tepung padi dengan bumbu garam, kelapa, kapur sirih dan lain-lain kemudian diaduk dan dibungkus dengan daun congkok lalu direbus memakai air daun combrang. JadiNgalaksa diartikan sebagai suatu upacara membuat laksa dengan aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi.
Tahun ini Upacara tersebut kembali digelar dan dibuka secara resmi oleh BupatiSumedang, Don Murdono.  Acara pembukaannya dilangsungkan di Terminal Rancakalong dan dihadiri oleh Ketua dan Anggota DPRD kabupaten Sumedang, unsur Muspida, para Kepala SOPD, Camat Rancakalong beserta unsur Muspika, para Kepala Desa se-Kecamatan Rancakalong, para tokoh adat dan agama, serta warga masyarakat setempat.
Upacara adat ini pada awalnya dilaksanakan dua atau tiga tahun sekali oleh limarurukan (kelompok pemangku adat) secara bergiliran yakni Cibulakan, Rancakalong, Cijere, dan Legokbitung. Pada perkembangannya Ngalaksa diselenggarakan menjadi satu tahun sekali, setiap bulan Juli sebagai suatu event budaya dan pelaksanaannya tidak hanya oleh para pemangku adat di limarurukan, tetapi dibantu oleh desa-desa lain se-Kecamatan Rancakalong, termasuk Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten.
Upacara Adat Ngalaksa dimulai dengan upacaraNgalungsurkeun Pare (menurunkan padi dari lumbung), dan rangkaian acara yang terdiri darimesel (menumbuk padi),ngisikan(membersihkan beras),nipung (membuat tepung),ngadonan (membuat adonan),mungkusmembungkus,ngulub (merebus). Setelah jadi laksa dibagi-bagikan kepada warga dan tamu undangan. Semua kegiatan tersebut selalu diiringi musik Tarawangsa yakni alat musik gesek sejenis rebab dan Jentreng yaitu sejenis kecapi.
Bertempat di Kampung Wisata Desa Rancakalong, sepanjang hari dan malam, hampir selama seminggu para penari dari sepuluh desa se-Kecamatan Rancakalong secara bergiliran tidak berhenti mengikuti alunan suara Jentreng dan Tarawangsa dengan gerakan lemah gemulai dan berbau mistis.
Upacara tahunan ini tidak hanya sebagai rutinitas untuk mensyukuri hasil panen yang melimpah, tetapi juga sebagai evaluasi atas jerih payah para petani selama ini, sampai sejauh mana keberhasilan yang dicapai. Di samping itu, kegiatan ini dimaksudkan sebagai ajang berkomunikasi antara warga masyarakat dengan pemerintah.
Dengan kebijakan  Bupati Sumedang Puseur Budaya Sunda, diharapkan Sumedang selangkah di depan dalam mengembangkan wisata budaya, termasuk mengembangkan upacara-upacara adat seperti Ngalaksa sebagai aset dan potensi wisata daerah
Bupati berkeinginan agar terdapat suatu tempat tujuan wisata yang terpusat dengan fasilitas akomodasi yang memadai. Jadi masing-masing desa membangun rumah persinggahan yang terpusat di suatu tempat sehingga siap menerima tamu yang datang, ujarnya. dan Sukasirnarasa yang menelan biaya 1,4 miliar lebih.   (Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat, Tradisi, )



***)Sumber : Bagian Hubungan Masyarakat Setda Kabupaten Sumedang


Rabu, 22 April 2015

RUMAH ADAT JAWA TENGAH

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penting di Pulau Jawa. Selain karena hiruk-pikuk ekonominya, Provinsi ini juga tersohor karena unsur kebudayaanya yang masih terjaga. Salah satu warisan leluhur yang menjadi daya pikat provinsi ini adalah Joglo. Apa Joglo itu? Hakekatnya Joglo adalah sebutan bagi rumah adat Jawa Tengah.Bangunan ini menarik dikaji, baik itu dari segi historis maupun arsitekturnya yang sarat dengan nilai filosofis khas Jawa. 

Joglo Dan Unsur Pembangunnya
Sangat menarik untuk mengkaji rumah adat Jawa Tengah ini sebab kita secara langsung akan bersinggungan dengan nilai-nilai luhur. Jadi, Joglo bukan sekedar hunian. Lebih dari itu, ia adalah simbol. Simak saja kerangka rumahnya yang berupa soko guru. Jika diamati, ada empat pilar utama yang menjadi penyangga utama rumah. Tiang utama ini masing-masing mewakili arah angin, barat-utara-selatan-timur. Lebih detil lagi, di dalam soko guru terdapat apa yang dikenal dengan tumpangsari yang disusun dengan pola yang terbalik dari soko guru.
Jika bagian-bagiannya dibedah, maka rumah adat Jawa Tengah ini terdiri atas beberapa bagian yakni pendhopo, pringgitan dan juga omah ndalem/omah njero. Yang dimaksud dengan Pendhopo adalah bagian Joglo yang lazim dipakai untuk menjamu tetamu. Sementara itu, Pringgitan sendiri merupakan bagian dari ruang tengah yang umum dipakai menerima tamu yang lebih dekat. Sementara itu, yang dikenal dengan istilah Omah Ndalem atau Omah Njero adalah ruang dimana keluarga bisanya bercengkrama. Ruang keluarga ini pun dibagi lagi ke dalam beberapa ruangan (kamar/senthong), yakni senthong tengah, kanan dan juga kiri.
Tak hanya pembagian ruangan, beberapa fitur Joglo juga melambangkan nilai filosofis yang dalam. Sebut saja bagian pintu rumah Joglo yang berjumlah tiga. Pintu utama di tengah, dan pintu lainnya ada di kedua sisi (kanan dan kiri) rumah.Tata letak pintu ini tidak sembarangan. Ia melambangkan kupu-kupu yang sedang berkembang dan berjuang di dalam sebuah keluarga besar.
Selain itu, di dalam Joglo juga dikenal sebuah ruangan khusus yang diberi nama Gedongan. Ia berperan sebagai tempat perlindungan, tempat kepala keluarga mencari ketangan batin, tempat beribadah dan masih banyak lagi kegiatan sakral lainnya. Di beberapa rumah Joglo, Gedongan biasa digunakan multirangkap sebagai ruang istirahat atau tidur. Di lain waktu, ia juga bisa dialihfungsikan sebagai kamar pengantin yang baru saja menikah.

Simbol Status Sosial
Sama seperti rumah adat di daerah lainnya, Joglo juga bisa dijadikan acuan untuk menakar status sosial seseorang. Meski diakui sebagai rumah adat Jawa Tengah, tapi tidak semua rakyat atau masyarakat Jawa Tengah memiliki rumah ini. Mengapa? Sebab meski tampilannya cukup sederhana, namun kerumitan bahan baku serta pembuatan menjadikan proses pembangunan Joglo memakan biaya juga waktu yang melimpah. Dahulu, hanya kalangan priyayi dan bangsawan yang memiliki rumah apin ini. Kini, mereka yang bukan bangsawan tapi berduit bisa saja membangun rumah elegan dan klasik tersebut.
Joglo sebagai rumah tradisional dikenal memiliki desain yang tidak sembarangan. Desain juga struktur ini kemudian mengerucut pada pembagian rumah Joglo itu sendiri, antara lain: 
Rumah Joglo Pangrawit.
Rumah Joglo Jompongan.
Rumah Joglo Limasan Lawakan.
Rumah Joglo Semar Tinandhu.
RUmah Joglo Mangkurat.
RUmah Joglo Sinom.
RUmah Joglo Hageng.

Oleh karena cita rasa seni yang tinggi tercermin dari rumah adat Jawa Tengahtersebut, tidak heran jika ia menjadi salah satu aset budaya yang wajib untuk dilestarikan dari generasi yang satu hingga generasi selanjutnya.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Rumah adat, Tradisi,)

Selasa, 21 April 2015

BUDAYA TRADISI & CIRI KHAS BATIK KALIMANTAN

Pembuatan kain celup ikat masih sejalan dengan proses celup rintang lainnya seperti halnya batik dan tekstil adat. Saat ini, pengembangan bahan baku sudah cukup meningkat dengan keanekaragaman bahan baku non kapas; seperti polyester, rayon, sutera, dan lain-lain.
Corak atau motif batik Kalimantan diperoleh dari teknik penjahitan dan ikatan, yang ditentukan oleh beberapa faktor. Selain dari komposisi warna dan efek yang timbul, juga dari jenis benang atau jenis bahan pengikat.
Batik Kalimantan pada dasarnya memiliki beberapa jenis motif, diantaranya batik sasirangan yang berasal dari Kalimantan Selatan, Batik Benang Bintik (Kalimantan Tengah), Batik Pontianak (Kalimantan Barat) serta Batik Shaho dari Kalimantan Timur. Masing-masing batik tersebut memiliki ciri khas sendiri-sendiri.
Batik Kalimantan sering disebut juga dengan kain sasirangan. Kain ini mempunyai keunikan karena proses pembuatannya yang unik . Dulunya kain sasirangan ini digunakan oleh kaum laki-laki sebagai ikat kepala atau sabuk dan dipakai sebagai selendang, kemben kerudung oleh kaum wanita. Bahkan digunakan juga dulu untuk upacara-upacara adat dan penyembuhan orang sakit walaupun sekarang tidak hanya digunakan untuk hal tersebut.
Kain sasirangan dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya kain tersebut dicelup. Desain yang ada di sasirangan ini dihasilkan dari teknik-teknik jahitan dan ikatan yang tergantung juga dari warna dan bahan ikatan yang digunakan. Karena arti dari sasirangan itu sendiri adalah dari kata sirang yang artinya diikat atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya.
Motif sasirangan sangat banyak antara lain bayam raja, naga balimbur, kulit kurikit, sari gading, kulit kayu, jajumputan, turun dayang, kambang tampuk manggis, daun jaruju, iris pudak, kambang raja, sisik tanggiling, kambang tanjung. Di kota Banjarmasin, Anda bisa menemukan pengrajin kain sasirangan ini.
Kain Sasirangan umumnya digunakan sebagai kain adat yang biasa digunakan pada acara-acara adat suku Banjar. Kata sasirangan berasal dari kata menyirang yang berarti menjelujur, karena dikerjakan dengan cara menjelujur kemudian diikat dengan tali raffia dan selanjutnya dicelup, hingga kini sasirangan masih dibuat secara manual.
Menurut sejarahnya, Sasirangan merupakan kain sakral warisan abad XII saat Lambung Mangkurat menjadi patih Negara Dipa. Awalnya sasirangan dikenal sebagai kain untuk “batatamba” atau
penyembuhan orang sakit yang harus dipesan khusus terlebih dahulu (pamintaan) sehingga pembutan kain sasirangan seringkali mengikuti kehendak pemesannya.
Oleh karena itu, Urang Banjar seringkali menyebut sasirangan kain pamintaan yang artinya permintaan. Selain untuk kesembuhan orang yang tertimpa penyakit, kain ini juga merupakan kain sakral, yang biasa dipakai pada upacara-upacara adat.
Pada zaman dahulu kala kain sasirangan diberi warna sesuai dengan tujuan pembuatannya, yakni sebagai sarana pelengkap dalam terapi pengobatan suatu jenis penyakit tertentu yang diderita oleh seseorang.
Dengan mengkombinasikan motif dan corak asli yang satu dengan yang lainnya, maka Sasirangan makin menarik dan kelihatan modern. Selain itu, motif-motif tersebut dimodifikasi oleh para pengrajin, sehingga dapat menciptakan motif yang sangat indah dan modern namun tidak meninggalkan ciri khasnya
Dari sisi warna sendiri, batik Kalimantan memiliki warna-warna yang lebih menarik dan berani. Sehingga sangat enak dipandang. Perpaduan warna seperti Shocking, hijau, pink, orange serta merah menjadi salah satu ciri khas dari warna batik Kalimantan. Sedangkan dari sisi motif, beragam jenis motif seringkali menjadi ciri khas batik ini, misalnya motif batang garing yang menjadi perlambang pohon kehidupan bagi masyarakat suku dayak, motif Mandau yang berasal dari senjata khas Dayak, burung Enggau yang merupakan burung khas Kalimantan serta masih banyak yang lainnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, motif tersebut akhirnya bekembang dan kini beberapa diantaranya menjadi motif unggulan yang seringkali kita saksikan : Bayam Raja, Naga Balimbur, Jajumputan, Turun Dayang, Daun Jaruju, Kambang Tanjung dan masih banyak yang lainnya. Dari cara pembuatan dan kain yang digunakan, umumnya sama dengan batik yang dibuat di Pulau Jawa.
Kebanyakan kain yang digunakan berjenis serat binatang dan kapas. Namun akhirnya berkembang dan banyak memanfaatkan bahan non kapas seperti rayon, sutera dll. Sedangkan dari cara pembuatan, batik Kalimantan pun ditulis menggunakan lilin dan canting, melalui proses pewarnaan, hingga proses pelorotan. Proses tersebut sering dikenal dengan sebutan Mencap Mori( pemberian lilin pada kain), menyoga (memberikan warna pada kain) dan dilorod proses pelorotan.


***)berbagai sumber

Minggu, 19 April 2015

BUDAYA & TRADISI SASEMBA TORAJA UTARA SULSEL

Seperti apa tradisi petani dalam menggelar pesta panen raya di Desa Kande Api, Kecamatan Tikala Rantepao Kabupaten Toraja Utara? Tak berbeda dengan perkampungan lain yang ada di Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, warga Desa Kande Api pun masih melestarikan tradisi adat budaya warisan leluhur mereka. Setiap tahun, warga Kande Api menggelar tradisi pesta panen dengan membawa berbagai macam makanan khas seperti nasi bambu atau dikenal dengan nama peong.
Pemandangan itu pula yang terjadi sekitar dua pekan silam. Diiringi dengan tari ma’gallu, serta ma’ lambuk atau menumbuk padi secara beramai-ramai mereka pun berpesta. Mengawali prosesi pesta panen, terlebih dahulu salah seorang pemuka adat setempat memberikan wejangan adat (ma’parappa’) yang berisi pesan pesan leluhur tentang aturan bertani, yang hingga sekarang masih dianut oleh masyarakat setempat. Setelah itu, warga yang memadati lokasi pesta panen, disuguhkan tarian ma’gallu yang dibawakan oleh remaja putri.
Tarian ini bermakna sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang berlimpah. Dalam tarian ini. Warga yang merasa terhibur memberikan uang (sawer) sebagai tanda kegembiraan dan terimah kasih. Sahabat anehdidunia.com sementara itu, sebagian warga menggelar tradisi ma’lambuk atau menumbuk padi. Dalam tradisi ini, kaum pria memukul lesung dengan irama tinggi, diikuti gerakan menyerupai tarian serta teriakan khas Toraja. Warga setempat meyakini, jika irama ketukan lesung dapat mengusir hama padi. Semakin tinggi irama ketukan, maka semakin banyak hama yang diusir.
Dan, yang paling unik adalah tradisi aksi adu kaki “sisemba” atau baku tendang, yang lebih terlihat seperti tawuran massal.Pasalnya, warga dari kampung tetangga, saling berhadap hadapan untuk melumpuhkan, dengan cara beradu kaki “tendang” secara massal. Bagi peserta yang jatuh, maka lawan tidak lagi diperbolehkan menyerang. Ada cara yang digunakan agar tidak mudah jatuh, mereka saling berpegangan tangan sambil menyerang dengan tendangan kaki.
Tak heran jika banyak warga yang mengalami cedera, mulai dari keseleo hingga luka terbuka akibat kerasnya tendangan lawan. Namun, jika ada peserta yang sudah dianggap terlalu kasar, maka para tokoh adat segera memisahkan mereka. Sahabat anehdidunia.comwalaupun terlihat kasar dan keras, namun warga yang saling tendang di lapangan bebas, tidaklah membawa dendam hingga keluar arena. Usai "sisemba", mereka bubar dan kembali akrab.
"Tradisi sisemba ini bukanlah permainan anarkis, namun tradisi ini adalah sebuah keharusan warga setempat demi mendapatkan hasil panen yang berlimpah ditahun akan datang. Pasalnya, jika tidak melaksanakan tradisi sisemba, maka diyakini akan berakibat gagal panen," tutur Isac Padangsulle, selaku tokoh adat Kande Api.


(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat, Tradisi.Tokoh, tarian, )





RUMAH ADAT BETAWI

Apa yang terlintas dari benak Anda jika mendengar kata “Kebaya”? Boleh jadi yang pertama terpikirkan adalah pakaian nasional Indonesia. Hal tersebut tidak keliru. Hanya saja, jika Anda berpikir istilah “Kebaya” hanya untuk pakaian, Anda salah. Sebab rumah adat Betawi juga bernama Kebaya. Selain Kebaya, Betawi juga sesungguhnya memiliki rumah adat lain yang dikenal dengan nama rumah Gudang.
Bahwa bentuk yang menonjol dari rumah yang satu ini adalah atapnya yang serupa perisai landai. Atap ini diteruskan bersama dengan atau pun pelana yang juga lebih landai, utamanya di bagian teras rumah. Rumah Kebaya ini ada yang rapat menapak tanah namun ada juga yang memiliki tiang, seperti rumah tokoh Betawi: Si Pitung.
Rumah Kebaya ini juga banyak disebut dengan nama Rumah Bapang. Ciri utama lain dari rumah adat Betawi ini adalah teras rumah yang terbilang luas. Teras tersebut merupakan tempat kursi untuk tetamu serta bale-bale diletakkan. Jika Anda sering menyaksikan drama Si Doel Anak Sekolahan, tentu teras tersebut akan sangat mudah dibayangkan.
Apa lagi yang khas dari rumah Kebaya? Jawabannya adalah pagar yang mengelilingi teras depan rumah. Pagar ini membuat rumah semi terbuka. Umumnya tingginya mencapai 80 cm. Melangkah lebih dalam ke badan rumah, kita akan memnjumpai ruang keluarga, kamar tidur, kamar mandi, dapur serta teras extra di belakang rumah. Umumnya rumah adat Betawi dilengkapi dengan pekarangan yang luas. Dahulu, pekarangan tersebut juga dijadikan tempat untuk memakamkan anggota keluarga.
Lantas bagaimana dengan rumah Gudang? Kurang lebih sama dengan Kebaya, hanya berbeda dari atapnya saja, semacam ada variasi dengan hadirnya atap kecil di depan rumah. Adapun bagian-bagian lainnya, kurang lebih sama dengan rumah Kebaya. Namun secara umum, rumah adat Betawi secara resmi yang disebut adalah rumah Kebaya.

Bagian-bagian Rumah Kebaya
Jika ditelaah, bagian-bagian rumah adat Betawi juga mencerminkan sistem hirearki. Ruang-ruang yang ada di bagian depan rumah merupakan area semi publik, sedangkan ruangan yang letaknya di bagian dalam rumah merupakan area privat. Adapun bagian-bagian tersebut antara lain:
1). Teras depan tempat kursi untuk tetamu serta bale-bale untuk bersantai dikenal juga dengan nama Amben. Ruang ini banyak digunakan oleh anggota keluarga.
2). Lantai pada teras depan ini diberi nama Gejogan. Ia wajib dibersihkan sebagai wujud penghormatan pada tamu. Gejogan atau lantai teras ini dianggap sakral oleh masyarakat Betawi sebab berhubungan langsung dengan tangga bernama balaksuji, pengubung rumah dengan area luar.
3). Ruangan selanjutnya adalah kamar tamu yang juga dikenal dengan nama Paseban.
4). Bagian selanjutnya dari rumah adat Betawi ini adalah Pangkeng. Ia merupakan ruang keluarga yang dipisahkan oleh dinding-dinding kamar.
5). Selanjutnya adalah ruang-ruang lain yang difungsikan sebagai ruang tidur.
6). Terakhir adalah dapur yang letaknya paling belakang. Dapur bagi orang Betawi dikenal dengan nama Srondoyan.        (Adat, Budaya, Ciri Khas, Rumah adat, Tradisi, )

Jumat, 17 April 2015

BUDAYA & TRADISI MEMINDAHKAN RUMAH MANADO SULSEL


Di Kota Manado sampai pada sekitar tahun 1970 an pernah ada suatu tradisi, yakni tradisi memindahkan rumah secara bersama-sama. Namun saat sekarang ini tradisi tersebut telah hilang. Akan tetapi di Kota Amurang Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) Provinsi Sulawesi Utara, sekitar 80 Km dari Kota Manado, tradisi memindahkan rumah masih di pertahankan. Foto ini menggambarkan tentang suatu tradisi dari masyarakat Minahasa, khususnya masyarakat di Minahasa Selatan tepatnya di Kelurahan Bitung Kota Amurang, yakni suatu tradisi memindahkan rumah (rumah panggung, rumah pitate, dan rumah bulu).
Tradisi memindahkan rumah, oleh masyarakat Minahasa dikenal dengan sebutan Merawale. Rumah yang dipindahkan itu tanpa harus dibongkar, namun secara utuh digotong secara bersama-sama. Tradisi ini telah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Minahasa.  Kebersamaan dalam kehidupan sosial di Minahasa, salah satunya diwujudkan dengan tradisi merawale. Baik anak-anak, remaja, pemuda maupun orang tua terlibat dalam tradisi ini tanpa memandangstatus sosial.
Jika sang pemilik rumah ingin pindah ke tempat lain yang tidak begitu jauh, biasanya rumah itu cukup diangkat oleh warga kampung secara bergotong royong. Tetapi rumah yang dipindahkan dengan diangkat juga bisa karena alasan rumah itu telah dijual tidak dengan tanahnya. Inilah salah satu keistimewaan lain rumah panggung. Dengan cara diangkat, pekerjaan memindahkan rumah bisa berlangsung lebih cepat, lebih murah, dengan kemungkinan resiko kerusakan akibat membongkar yang lebih sedikit.
Rumah-rumah orang Bugis-Makassar dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu bagian bawah (kolom), tengah, dan atas. Sebagian besar aktivitas rumah tangga dilakukan di bagian tengah yang dalam istilah orang Bugis disebut ale bola, atau kale balla’ dalam Bahasa Makassar. Sementara bagian atas yang letaknya di antara langit-langit dan atap disebut rakkeang (Bugis) atau pammakkang(Makassar). Pembagian ini berdasarkan pandangan kosmologi orang Bugis-Makassar yang menganggap alam semesta terbagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah.
Merawale (tradisi memindahkan rumah)  biasanya dikomandoi oleh seseorang yang dituakan dan dianggap berpengalaman agarrumah yang akan dipindahkan dapat diangkat secara lebih mudah.Merawale juga adalah simbol kepolosan dan rasa kebersamaan masyarakat tanpa rekayasadalam kehidupan sosial di Minahasa. Siapa saja yang terlibat dalam merawale tidak dibayar dengan uang, akan tetapi hanya mendapat ucapanterima kasih dari yang empunya rumah.
Salah satu bentuk ucapanterima kasih diwujudkan dengan diberikan sajian minuman seperti teh manis, kopi, dan air putih; rokok, atau kue seperti kue cucur, onde-onde dan nasi jaha.
Secara umum semangat gotong royong tersebut cukup membantu pemerintah dalam mengajak masyarakat untuk bahu membahu membangun daerah. Namun itu belum cukup. Masih banyak hal yang perlu untuk disosialisasikan kepada masyarakat seperti kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan, menanam pohon dan lain sebagainya.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat)


***)berbagai sumber

Kamis, 16 April 2015

RUMAH ADAT SUMATERA UTARA

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penting di Indonesia. Provinsi yang terdiri atas 33 kabupaten ini dihuni multi-etnnis mulai dari Batak, Melayu, Nias, Jawa, Aceh hingga suku Tionghoa. Namun, jika didasarkan pada statistik, tentu suku yang dominan di provinsi ini adalah Batak (Karo, Toba, Mandailing, Angkola, Simalungun dan Pakpak). Jika berbicara mengenai karya seni tradisional, maka boleh jadi rumah adat Sumatera Utara merupakan signatur yang tak boleh dilewatkan. Hunian tradisional yang diberi nama “Si Baganding Tua” tersebut mencerminkan keterampilan seni rupa masyarakat Sumatera Utara yang tinggi.

Si Pemberi Rezeki
Nama “Si Baganding Tua” melekat pada rumah adat Sumatera Utara bukan tanpa alasan. Hewan yang nyaris dianggap mitos ini dahulu dianggap sebagai pemberi nazib mujur dan rejeki melimpah. Pemberian nama tersebut diharapkan menjadi pemantik keberuntungan bagi si penghuni rumah. Jika dikaji dari struktur bangunan, rumah adat Sumatera Utara ini memiliki bentuk yang unik dan hampir menyerupai rumah adat Toraja.
Signatur yang paling khas adalah atap yang menjulang tinggi berbentuk segitiga dan melambangkan kerbau yang sedang berdiri tegak. Bahkan pada setiap bagian paling puncak dari atapnya terkadang dihiasi dengan kepala kerbau. Selain itu, jika detil diperhatikan, kita akan menjumpai ukiran dan pahatan khas batak di sekujur badan rumah. Ukiran dan pahatan ini sangat teliti dan rapi.
Ukiran ini lazimnya dicat dalam 3 warna yakni hitam, putih dan juga merah. Ukiran cantik tersebut memiliki muatan filosofis khas Batak. Jika diperhatikan lebih rinci lagi, pada bagian kiri maupun kanan rumah bisa dijumpai ukiran menyerupai payudara. Ukiran ini merupakan perlambang kemakmuran atau kesuburan (odap-odap). Di bagian lainnya, Anda juga boleh jadi menemukan ukiran berbentuk cicak. Hewan yang satu ini, bagi masyarakat Batak, dianggap sebagai pelindung atau boraspati.
Ukiran pada rumah adat Sumatera Utara ini dikenal dengan istilah Gorga. Ia merupakan ornament penting dengan nilai mistik penolak bala. Lazimnya ukiran gorga ini hanya akan kita jumpai di bagian luar rumah.

Bagian-Bagian Rumah
Adapun rumah adat Sumatera Utara ini dibagi ke dalam dua bagian besar yang terdiri atas dua bangunan yang berdekatan, yakni ruma atau tempat tinggal dan sopo atau lumbung padi. Di antara kedua bangunan ini biasanya ada pelataran yang digunakan sebagai ruang terbuka untuk kegiatan warga. Jika kita melongok ke atas rumah adat Si Baganding Tua, maka kita tak akan menjumpai sekat-sekat selayaknya rumah. Hunian ini hanya terdiri atas satu ruangan terbuka yang digunakan untuk kegiatan apapun. Dahulu, rumah adat batak dengan ukuran yang besar (dikenal juga dengan nama Bolon) bisa menamoung 2 sampai 6 keluarga.
Rumah Adat Sumatera Utara ini hakekatnya merupakan warisan suku Batak. Suku Batak yang ada di Sumatera Utara ini sendiri dibagi ke dalam 6 puak antara lain Karo, Mandailing, Pakpak, dan lain-lain. Ternyata masing-masing puak ini memiliki kekhasannya sendiri terkait hunian. Misalnya saja rumah adat Batak Karo yang terlihat lebih besar dan tinggi dibandingkan rumah adat suku Batak lainnya. Selain itu, atapnya juga khas sebab terbuat dari ijuk dan dilaoisi dengan tersek. Dengan lapisan yang banyak ini, rumah adat Batak Karo terlihat lebih berbeda dari rumah adat Sumatera Utara lainnya. Meskipun secara keseluruhan bisa dikatakan sama meski tidak persis.
(Tradisi, Rumah adat, Budaya, Ciri Khas, )

***)berbagai sumber

Rabu, 15 April 2015

BUDAYA & TRADISI DUGDER DI SEMARANG

Sejak tahun 1800an, Semarang punya cara sendiri untuk menyambut Ramadhan. Saat itu, pemimpin pemerintahan Semarang memukul bedug di Masjid Agung 3 kali sebagai penanda masuknya Ramadhan. Suara bedug yang diikuti dengan suara meriam, membuat tradisi ini disebut Tradisi Dugderan.
Adapun nama Dugderan berasal dari "Dug" yakni suara pukulan bedug, dan "Der" yang merupakan suara ledakan meriam atau petasan. Nama tersebut sebagai penanda puasa yakni diawali bedug dan diakhiri petasan.Tradisi dugderan sebagai pertanda awal dimulainya pelaksanaan ibadah puasa .
Tradisi dugderan sudah berusia ratusan tahun dan masih dilestarikan hingga sekarang. Tradisi tersebut digelar untuk mengingatkan warga, bahwa bulan puasa sudah dekat. Dugderan akan berakhir satu hari sebelum puasa, dan acara puncak tradisi dugderan diisi dengan arak-arakan kirab budaya. upacara adat dan tradisi yang menandai bahwa bulan puasa telah datang. dulu dugderan merupakan sarana informasi Pemerintah Kota Semarang kepada masyarakatnya tentang datangnya bulan Ramadhan. Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder, diambil dari perpaduan bunyi dugdug, dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr.
Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan, karnaval yang diikuti oleh pasukan merahputih, drumband, pasukan pakaian adat “BINNEKA TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik emas, visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna – warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan.
Seiring untuk kemajuan dan mempertahankan budaya serta tradisi ini digelar pada satu atau dua minggu sebelum Ramadan. Seluruh kalangan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua ikut gembira pada tradisi ini.
Tradisi Dugderan sudah menjadi pesta rakyat karena turut menampilkan tari japin, arak-arakan (karnaval), dan tabuh beduk oleh walikota Semarang. Namun, proses ritual atau pengumuman awal puasa tetap menjadi puncak acara yang masih bersifat sakral bagi para tokoh masyarakat.
Kini dentuman meriam pada tradisi Dudgeran diganti dengan suara-suara petasan atau bleduran yang terbuat dari bongkahan batang pohon yang dilubangi bagian tengahnya. Untuk menghasilkan suara seperti meriam biasanya bleduran diberi karbit yang kemudian disulut api.
Meskipun jaman sudah berubah dan berkembang namun tradisi Dug Der masih tetap dilestarikan. Walaupun pelaksanaan Upacara Tradisi ini sudah banyak mengalami perubahan, namun tidak mengurangi makna Dug Der itu sendiri. sekarang dilaksanakan di halaman Balaikota dengan waktu yang sama, yaitu sehari sebelum bulan Puasa. Upacara dipimpin langsung oleh Bapak Walikota Semarang yang berperan sebagai Adipati Semarang.Setalah upacara selesai dilaksnakan, dilanjutkan dengan Prosesi/Karnaval yang diikuti oleh Pasukan Merah Putih, Drum band, Pasukan Pakaian Adat “ Bhinneka Tunggal Ika “, Meriam, Warak Ngendog dan berbagai kesenian yang ada di kota Semarang.
Dengan bergemanya suara bedug dan meriam inilah masyarakat kota Semarang dan sekitarnya mengetahui bahwa besok pagi dimulainya puasa tanpa perasaan ragu-ragu.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat,)


***)berbagai sumber

Selasa, 14 April 2015

BUDAYA DAN TRADISI BATIK KALIMANTAN


Batik kalimantan sering  disebut juga dengan kain sasirangan. Kain ini mempunyai keunikan karena proses pembuatannya yangunik. dahulu kain sasirangan ini digunakan oleh kaum laki-laki sebagai ikat kepala atau sabuk dan dipakai sebagai selendang,kemben dan kerudung oleh kaum wanita. Bahkan dulu digunakan juga untuk upacara-upacara adat dan penyembuhan orang sakit.walaupun sekarang tidak hanya digunakan untuk hal-hal tersebut.
Batik Kalimantan terkenal dengan nama sasirangan. Pada dasarnya, kain ini merupakan kain tenun tradisional yangmotif-motifnya sama sekali berbeda dengan motif batik di daerah Jawa. Bahkan, hingga saat ini terdapat dua perbedaanpendapat. Ada yang mengatakan sasirangan adalah batik khas Kalimantan, ada juga yang berpendapat bahwa sasirangan berbedadengan batik.
Motif sasirangan sangat banyak antara lain bayam raja, naga balimbur, kulit kurikit, sari gading, kulit kayu, jajumputan,turun dayang, kambang tampuk manggis, daun jaruju, iris pudak, kambang raja, sisik tanggiling, kambang tanjung. Di kotaBanjarmasin, Anda bisa menemukan pengrajin kain sasirangan ini.
Kain sasirangan dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya kain tersebut dicelup. Desainyang ada di sasirangan ini dihasilkan dari teknik-teknik jahitan dan ikatan yang tergantung juga dari warna dan bahan ikatanyang digunakan. Karena arti dari sasirangan itu sendiri adalah dari kata sirang yang artinya diikat atau dijahit dengantangan dan ditarik benangnya.
Motif-motif batik di Kalimantan Selatan (yang lebih dikenal dengan sebutan kain sasirangan) meliputi motif dengangambar-gambar abstrak. Dan motif batik di Kalimantan Tengah (yang dikenal dengan sebutan batik Benang Bintik), meliputi motifElang, motif Balanga, dan motif Batang Garing.
Menurut sahibul-hikayat, Batik kalimantan pertama kali dibuat tatkala Patih Lambung Mangkurat bertapa selama 40 hari 40 malamdi atas rakit balarut banyu. Menjelang akhir tapanya, rakit tersebut tiba di daerah Rantau Kota Bagantung. Tiba-tiba, dariseonggok buih di hadapannya, terdengar suara seorang wanita. Wanita yang kemudian dipastikan sebagai Putri Junjung Buih, yangkelak menjadi Raja di Banua ini.Namun, sang Putri baru akan muncul ke permukaan jika syarat-syarat yang diminta dipenuhi yaitu sebuah Istana Batung besertadengan kain yang harus selesai dibuat dalam satu hari. Kain itu pun bukan kain sembarangan melainkan kain yang ditenun dandicalap (diwarnai) oleh 40 orang putri dengan motif wadi atau padiwaringin. Dari situlah Kain Calapan/Sasirangan atau batikkalimantan pertama kali dibuat.
Bahan-bahan pembuatan dan Corak Batik Kalimantan

Bahan utama Batik Kalimantan yang banyak digunakan adalah kain dari serat kapas (katun). Karena, pembuatan kain celup ikatmasih sejalan dengan proses celup rintang lainnya seperti halnya batik dan tekstil adat. Saat ini, pengembangan bahan bakusudah cukup meningkat dengan penganekaragaman bahan baku non kapas; seperti polyester, rayon, sutera, dan lain-lain.Corak atau motif batik Kalimantan diperoleh dari teknik penjahitan dan ikatan, yang ditentukan oleh beberapa faktor. Selaindari komposisi warna dan efek yang timbul, juga dari jenis benang atau jenis bahan pengikat.Dengan mengkombinasikan motif dan corak asli yang satu dengan yang lainnya, maka Sasirangan makin menarik dan kelihatanmodern. Selain itu, motif-motif tersebut dimodifikasi oleh para pengrajin, sehingga dapat menciptakan motif yang sangat indahdan modern namun tidak meninggalkan ciri khasnya.     (Adat, Budaya, Tradisi, Ciri Khas, )

Senin, 13 April 2015

BUDAYA & TRADISI PERNIKAHAN DI ACEH


 Semanoe Pucok (siraman atau mandi kembang) untuk calon pasangan calon pengantin wanita dan laki-laki di provinsi Aceh nyaris punah akibat minimnya pengetahuan warga tentang adat dan budaya perkawinan itu.
“Banyak masyarakat kita yang tidak melaksanakan lagi adat seumano pucok sehingga adat dan budaya ini hampir punah, ini akibat kurangnya pengetahuan tentang adat dan budaya seumano pucok,”
Seumanoe pucok merupakan salah satu prosesi adat perkawinan di kabupaten Aceh Besar yang harus dilaksanakan calon pasangan pengatin sebelum akad nikah.
“Saat ini tidak banyak keluarga yang melaksanakan prosesi adat siraman yang biasanya dilaksanakan satu hari sebelum akad nikah padahal ini merupayah adat istiadat warisan leluhur,” katanya.
Menurutnya, seumanoe pucok selain bertanda akan melepas masa lajang, siraman yang dilakukan pemuka adat, kedua orang tua atau wali dan family dekat juga bertujuan untuk membersihkan diri.
Jauhari mengatakan air yang digunakan untuk siraman itu juga dicampur dengan berbagai jenis dedaunan dan bunga seperti daun manek mano, jeruk purut dan beberapa jenis ilalang.
Dedaunan dan kembang itu dicampur dalam sebuah ember dan secara bergantian para tokoh adat, orang tua serta sanak famili menyirami calon pengantin wanita.
Setelah acara siraman kemudian dilanjutkan dengan tepung tawar (peusijuek) yang dilakukan juga oleh tokoh adat, kedua orang tua serta sanak family dari calon pengantin wanita tersebut.
Terakhir calon pengantin didampingi tokoh adat dan orang tua berziarah ke kuburun leluhur untuk memohon restu atas perkawinan yang akan dilaksanakan.

Selain Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki adat seumano pucok di provinsi paling ujung barat pulau Sumatera.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat, )

Minggu, 12 April 2015

BUDAYA TRADISI GEBUG ENDE DI BALI

Ada banyak budaya dan tradisi unik warisan leluhur di Bali, dan beberapa ada di Kabupaten karangasem seperti tradisi megibung, kain geringsing di Tenganan dan yang satu ini adalah Gebug Ende atauGebug Seraya. Seperti namanya tradisi ini berasal dari Desa Seraya, sedangkan Gebug berarti memukul dengan sekuat tenaga dengan tongkat rotan (penyalin) sepanjang 1,5 – 2 meter dan Ende berarti tameng yang digunakan untuk menangkis pukulan. Gebug Ende ini ada unsur seni, seperti seni tari yang dipadukan dengan ketangkasan para penarinya memainkan tongkat dan tameng, dimana saat atraksi ini dilakukan, diiringi dengan iringan musik gamelan, yang memacu semangat para penari untuk saling memukul, menhindar dan menangkis. Desa Seraya terletak sekitar 15 km dari objek wisata candidasa atau sekitar 2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari bandara Ngurah Rai.
Saat gebug ende berlangsung bukan hanya untuk memperlihatkan ketangkasan saja, tapi ada nilai-nilai sakralnya yang dikeramatkan penduduk setempat, tarian Gebug merupakan kesenian klasik yang digelar setiap musim kemarau dengan tujuan untuk mengundang turunnya hujan, ritual ini yang diyakini dapat menurunkan hujan, dimainkan oleh dua orang lelaki baik dewasa maupun anak-anak yang sama-sama membawa ende dan penyalin. Sebelum Gebug Ende berlangsung terlebih dahulu diadakan ritual dengan banten atau sesaji, agar permohoanan terkabul. Setelah siap dua pemain yang dilakukan oleh anak-anak maupun lelaki dewasa, dengan pakaian adat Bali tanpa memakai baju, akan saling serang yang dipimpin oleh wasit (saye), antara dua penari di tengah-tengah di batasi oleh tongkat rotan. Sebelumnya wasit memberi petunjuk dan ketentuan daerah mana saja yang bisa diserang.
Tradisi Gebug Ende merupakan warisan budaya leluhur yang memang diyakini dapat menurunkan hujan. Menurut kepercayaan setempat, hujan akan turun apabila pertandingan mampu memercikan darah. Semakin banyak maka akan semakin cepat hujan akan turun. Tidak ada waktu tertentu dalam permainan tersebut. Yang jelas permainan akan berakhir bila salah satu permainan telah terdesak. Tidak ada kata dendam setelah itu. Tradis ini memang sudah cukup terkenal, kalau anda mau wisata di Bali dan ingin menyaksikannya anda coba berkunjung ke daerah karangasem, belahan Timur pulau Bali.     (Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat, )

Sabtu, 11 April 2015

TRADISI BUDAYA MEGOAK-GOAKAN DI BALI


Permainan tradisional Magoak-goakan sebuah  tradisi atau budaya di desa Pakraman Panji, Kabupaten Buleleng. Tradisi budaya tersebut masih berkembang lestari sampai sekarang, menjadi sebuah permainan tradisional yang digelar pada saat hari raya Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi), diilhami dari strategi burung gagak untuk mengincar mangsanya, kemudian memberikan inspirasi kepada raja Ki Barak Panji Sakti, mengajak pasukannya untuk bermain permainan burung gagak ini, pada saat permainan sang raja menjadi goaknya dan komandan narapraja diminta menjadi pemimpin barisannya, sang Raja (goak) dengan gesitnya bisa memperdaya pasukan dan bisa menangkap ekor (pemain yang terakhir).
Dalam ketentuan permainan Magoak-goakan si pemenang dalam hal ini sang raja berhak meminta sesuatu, dan raja meminta Blambangan sebagai bagian kerajaan Jagarga, barisan terpengarah, permintaan harus terpenuhi, kemudian secara kompak seluruh anggota barisan narapraja bersorak dan akan memenuhi keinginan sang raja (si Goak) untuk menaklukkan daerah Blambangan sehingga menjadi daerah kekuasaan Buleleng. Tujuan sebenarnya adalah membangun dan mengobarkan semangat juang pasukannya melawan musuhnya kala itu yaitu kerajaan Blambangan.
 Permainan ini bisa dilakukan perorangan maupun beregu, kalau perorangan salah seorang menjadi goak dan yang lainnya membentuk regu seperti barisan seperti  ular, barisan ular ini memegang pinggang didepannya erat-erat agar tak terlepas. Sedangkan beregu masing-masing terdiri minimal 5 orang, atau semakin banyak akan semakin seru. Permainan boleh dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan, bisa juga campuran, usiapun tidak terbatas baik anak-anak maupun dewasa, lebih adil jika sebaya dan jenis kelamin yang sama. Biasanya seseorang yang dianggap paling kuat dan besar menjadi kepala barisan. Seseorang dari regu lawan atau perorangan menjadi goak, agar bisa menangkap pemain paling buntut (ekor ular) secepatnya, jika dalam waktu yang ditentukan tidak bisa tertangkap maka sang Goak dianggap kalah.

Apa itu Megoak-Goakan ?
Megoak-Goakan adalah salah satu bukti kekayaan budaya dan tradisi di Bali yang masih dipertahankan kelestariannya sampai saat ini. Megoak-Goakan merupakan tarian tradisional rakyat khususnya khas Desa Panji yang biasanya dipentaskan menjelang Hari Raya Nyepi tiba.
Nama Megoak-Goakan sendiri diambil dari nama burung gagak (Goak yang gagah) yang terilhami ketika melihat burung ini tengah mengincar mangsanya. Kegiatan Megoak-Goakan sendiri merupakan pementasan ulang dari sejarah kepahlawanan Ki Barak Panji Sakti yang dikenal sebagai Pahlawan Buleleng Bali ketika menaklukan Kerajaan Blambangan di Jawa Timur.

Secara turun-temurun Megoak-Goakan konsisten terus dilaksanakan dan dijaga kelestariannya sampai kini. Ketika merayakan acara Megoak-Goakan ini suasana kekeluargaan dan kegembiraan warga yang merayakannya akan sangat terasa sekali. Meskipun tak jarang para peserta yang melakukannya harus jungkir-balik karena memang arena yang dipakainya miring, namun sama sekali tak mengendurkan semangat dan antusiasme warga yang mengikutinya.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Karakter. Tradisi, Kesenian, )

***)berbagai sumber

Jumat, 10 April 2015

RUMAH ADAT BANJAR KALIMANTAN SELATAN


Kalimantan merupakan pulau terluas di Indonesia. Wilayah ini kemudian dibagi ke dalam beberapa provinsi, salah satunya adalah Kalimantan Selatan dengan ibu kota Banjarmasin. Provinsi dengan slogan “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing” ini dibagi lagi ke dalam 11 kabupaten dan dua kotamadya. Sama seperti wilayah lainnya di Indonesia, Kalimantan Selatan juga menyimpan pesona wisata yang luar biasa. Selain hutan tropisnya yang memukau, jejak sejarah beberapa kerajaan di sana juga wajib Anda sambangi. Salah satu yang tak boleh terlewat tentunya rumah adat Kalimantan Selatan, si rumah Bubungan Tinggi.
Rumah Adat Banjar
Mendengar nama rumah Bubungan Tinggi, Anda juga harus siap dengan istilah “rumah Banjar”/”Rumah Ba'anjung”. Keduanya merujuk pada rumah adat Kalimantan Selatan. Disebut rumah Banjar, sebab memang mayoritas suku di Kalimantan Selatan adalah suku Banjar. Rumah yang mereka diami ini tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Oleh sebab itu ia dinobatkan sebagai rumah adat provinsi tersebut. Adapun istilah “Rumah Bubungan Tinggi” mengacu pada bentuk rumah adat itu sendiri yang memang bagian atamnya tinggi dan lancip hingga membentuk sudut 45 derajat.
Konon kabarnya, rumah adat Kalimantan Selatan ini sudah ada sejak abad 16, tepatnya pada masa pemerintahan Pangeran Samudera atau yang dikenal juga dengan nama Sultan Suriansyah. Di awal masa pembuatannya, rumah adat Banjar ini dilengkapi dengan konstruksi sedrhana berbentuk segi-empat yang cenderung memanjang dari depan ke balakang. Namun, seiring berjalannya waktu, rumah adat Banjar ini kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan si pemilik dengan menambahkan bagian rumah di samping kiri dan kanan. Adapun istilah yang digunakan untuk rumah adat Banjar yang ditambahkan bagian tertentu tersebut adalah “disumbi”. Padamulanya, rumah adat Banjar ini hanya bisa dijumpai di lingkungan kraton Banjar. Namun lama kelamaan, kita masyarakat juga turut membangun rumah dengan mengadopsi bangunan di lingkungan istana tersebut hingga persebarannya hampir merata bahkan hingga ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Sama seperti rumah adat lainnya, pembuatan rumah adat Banjar juga tidak sembarangan utamanya konstruksi fiksik rumah. Bahan-bahan yang digunakan berpadu dengan kepercayaan yang dianut serta faktor fisik tanah di wilayah kerajaan Banjar saat itu. Penjelasan detilnya sebagai berikut: 
a).  Pondasi, tiang juga tongkat pada rumah Banjar haruslah tinggi sebab tanah Banjar dahulu cenderung berawa. Kayu yang digunakan idealnya adalah kayu Galam atau yang disebut juga dengan nama Kayu Kapur Naga.
b).  Kerangka rumah pada rumah Banjar memakai ukuran tradisional depa yang ganjil sebab dipercaya memiliki unsur magis dan sakral. Bagian tersebut antara lain susuk yang terbuat dari kayu ulin, Gelagar yang terbuat dari belangiran juga dammar putih, lantai yang disusun dari papan kayu ulin dengan ketebalan 3 cm, rangka pintu juga jendela yang terbuat dari papan juga balokan kayu ulin dan lain-lain.
c).  Bagian lantai pada rumah adat Banjar ini dikenal juga dengan istilah Lantai Jarang. Ia umumnya terletak di Surambi Muka, Ruang Padu dan juga Anjung Jurai.
d).  Dinding rumah Banjar disusun dengan posisi papan berdiri dengan demikian dibutuhkan Balabad dan juga Turus Tawing agar bisa menempel.
e).  Atap pada rumah Banjar merupakan signatur yang paling menonjol. Atap ini merupakan perlambang kekuasaan. Ia dibuat membumbung tinggi ke langit.

Nilai FIlosofis Dan Religius Pada Rumah Banjar
Sama seperti rumah adat lainnya di Nusantara, rumah adat Kalimantan Selatan ini juga menyimpan sistem nilai tersendiri. Dahulu, Suku Dayak yang telah memeluk islamlah yang kemudian dikenal dengan nama Suku Banjar. Oleh karena itu, pengaruh agama islam pada rumah suku ini cukup kental. Simak saja pada ukiran di badan rumah yang melambangkan persaudaraan, kesuburan dan persatuan. Jika Anda jeli, Anda juga bisa menjumpai ukiran kalimat Syahadat, Salawat, nama-nama Khalifah serta potongan ayat Al-quran pada bagian tertentu dari rumah Banjar. Meski demikian, bukan hal yang mustahil bagi kita untuk menjumpai rumah Banjar dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang masih kental.
Selain nilai-nilai islami, pada rumah Banjar juga masih dijumpai nilai filosofis, antara lain: 
1). Dwitunggal semesta, yakni kepercayaan bahwa rumah adalah tempat yang sakral sebab dewata juga ikut tinggal mendiami tempat tersebut. Meski samar, namun unsur-unsur ini masih teraca dengan jelas. Silahkan saja simak keberadaan ukiran naga yang samar-samar pada badan rumah. Ia merupakan perlambang alam bawah. Sementar itu, ukiran burung Enggang Gading melambangkan alam atas.
2).  Pohon hayat. Rumah Banjar identik dengan atapnya yang membumbung tinggi. Ia merupakan perlambang pohon Hayat yang menjulang ke langit. Pohon Hayat sendiri adalah simbol kosmis yakni cerminan dari berbagai dimensi yang menyatukan semesta.
3).  Payung. Secara sepintas, atap pada rumah adat Kalimantan Selatan ini juga mirip paying. Dahulu, paying dianggap sebagai simbol orientasi kekuasaan. Ia juga merupakan perlambang kebangsawanan. Dahulu, payung kuning bahkan dianggap sebagai salah satu perangkat kerajaan yang tak boleh hilang dalam berbagai acara adat.
4).  Simetris. Ini merupakan perlambang dari kehidupan yang seimbang. Rumah Banjar dibuat simetris untuk menunjukan sistem pemerintahan kerajaan Banjar yang seimbang.
5).  Kepala-Badan-Kaki. Adapun bentuk dari rumah Banjar atau rumah Bubungan Tinggi menggambarkan manusia yang dibagi ke dalam 3 bagian besar yakni kepala, badan dan kaki. Adapun bagian anjungan sebelah kanan dan kiri mewakili bagian tangan kanan dan kiri manusia.
6).  Tata Ruang. Rumah adat Bubungan Tinggi khususnya dalam lingkup kerajaan dibagi ke dalam beberapa bagian. Salah satu bagiannya adalah ruangan semi publik yakni serambi atau yang dalam ejaan lokal disebut Surambi. Ruangan ini berjenjang dengan kronologis pertama surmabi muka, surambi sambutan dan surambi pamedangan yang berbatasan langdung dengan pintu utama rumah (Lawang Hadapan). Memasuki bagian rumah adat, akan dijumpai juga hirearkis yang sama yakni adanya lantai yang berjenjang antara lain Penampik Kecil, Penampik Tengah dan Penampuk Besar. Masing-masing lantai ini mencerminkan status sosial di Banjar pada masanya. Hiriarkis ini merupakan lambang tata karma yang kental.
7).  Tawing Halat. Dalam rumah adat Kalimantan Selatan ini Anda juga bisa menjumpai Tawing Halat atau dinding pemisah yang membagi dua ruangan semi private dan privat. Hal ini dimaksudkan agar raja bisa melihat dengan jelas tetamunya sedangkan tamu hanya bisa menerka keadaan raja di ruang semi privat tersebut.
8).  Denah Cacak Burung. Merupakan denah pada rumah Banjar yang membentuk simbol tambah (+). Ia merupakan potongan poros-poros bangunan arah muka menuju belakang serta arah kanan menuju kiri. Jika dikaji, pola ini sama dengan Cacak Burung yang memang dianggap sakral.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Rumah adat, Tradisi, )

Kamis, 09 April 2015

BUDAYA & TRADISI TARI DI PAPUA

Yosim Pancar atau biasa disingkat Yospan adalah tari pergaulan/persahabatan para muda-mudi. Yospan merupakan penggabungan dari dua tarian rakyat di Papua, yaitu Yosim dan Pancar.
Tarian Yospan adalah salah satu tarian yang berasal dari daerahPapua. Yospan tergolong dalam jenis tari pergaulan atau atau tarian persahabatanantara muda-mudi di masyarakat Papua. Yosim Pancar atau biasa disingkat Yospan,merupakan penggabungan dari dua tarian rakyat di Papua, yaitu Yosim dan Pancar.Sejarah kemunculan tarian Yospan, bisa kita runut dari asal mula dua tariansebelum mengalami penggabungan menjadi Yospan. Yosim adalah tarian tua yangberasal dari Sarmi, suatu kabupaten di pesisir utara Papua, dekat SungaiMamberamo. Tapi sumber lain mengatakan bahwa Yosim berasal dari wilayah telukSaireri (Serui, Waropen). Sementara Pancar adalah tarian yang berkembang diBiak Numfor dan Manokwari awal 1960-an semasa zaman kolonial Belanda di Papua.Awal sejarah kelahirannya adalah dengan meniru gerakan-gerakan akrobatikdi udara, dengan penamaan merujuk pada pancaran gas (jet). Maka tarian yangmeniru gerakan akrobatik udara ini mula-mula disebut Pancar Gas, dan disingkatmenjadi Pancar. Sejak kelahirannya awal 1960-an, Pancar sudah memperkayagerakannya dari sumber-sumber lain, termasuk dari gerakan alam. Karenakepopulerannya, tarian Yospan sering diperagakan dalam setiap event, kegiatanpenyambutan, acara adat, dan festival seni budaya. Yospan juga seringditampilkan di Manca Negara untuk memenuhi undangan atau mengikuti Festivaldisana. Bahkan salah satu tarian warga Biak - Papua ini, selalu digelar setiapbulan Agustus. Mereka menari sepanjang jalan Imam Bonjol dengan di iringi musikkhas Papua (Agustus 2008).
Tari Yosim Pancar memiliki dua regu pemain yaitu Regu Musisi dan Penari. Penari Yospan lebih dari satu orang dengan gerakan dasar yang penuh semangat, dinamik dan menarik. Beberapa jenis gerakannya yang terkenal sepertiPancar gas, Gale-gale, Jef, Pacul Tiga, Seka dan lain-lain.
Keunikan dari tarian ini adalah pakaian, aksesoris, dan alat musiknya. Warna dan jenis pakaian yang digunakan masing-masing Grup Seni tari/sanggar seni Yospan berbeda-beda, namun ciri khas Papua untuk aksesoris hampir sama. Alat-alat musik yang dipakai untuk mengiringi tarian Yospan seperti Gitar, Ukulele (Juk), Tifa dan Bass Akustik (stem bass). Ukulele, Tifa dan Stem Bass biasanya dibuat sendiri. Seorang yang sudah mahir bermain Stem Bass terkadang dapat bermain bukan lagi menggunakan jari atau telapak tangan untuk menekan not tapi menggunakan telapak kaki pada senar nilon. Irama dan lagu Tari Yospan secara khusus sangat membangkitkan kekuatan untuk tarian.
Yospan cukup populer dan sering diperagakan pada setiap event, acara adat, kegiatan penyambutan dan festival seni budaya. Yospan juga biasa ditampilkan di Manca Negara untuk memenuhi undangan atau mengikuti Festival disana.


(Adat, Budaya, Ciri Khas, Kesenian, Tradisi, (













***)berbagai sumber

Rabu, 08 April 2015

BUDAYA & SENI TARI PENDET BALI

Tari Pendet diciptakan oleh seorang maestro tari dari Bali yaitu I Wayan Rindi (1967), I Wayan Rindimenjadikan tari pendet sebagai penggubah tarian sakral yang bisa di pentaskan di pura setiap upacara keagamaan. Asal usul tari pendet diciptakan adalah untuk tari pemujaan yang banyak dipentaskan di Pura, tempat ibadah umat Hindu di Bali, Indonesia. Inti Gerakan Tari pendet adalah untuk simbol penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, beberapa seniman di pulau Bali merubah Tari Pendet menjaditarian ucapan selamat datang, tetapi Tari pendet tetap mengusung unsur sakral dan religius yang menjadi ciri tari pendet.
Sejarah Perkembangan.
Sebelumnya Tari Pendet telah lahir sejak tahun 1950 sebelum pada 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari pendet tersebut dengan pola seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penarinya menjadi lima orang. Berselang setahun kemudian, I Wayan Beratha dan kawan-kawan menciptakan tari pendet massal dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang, untuk ditampilkan dalam upacara pembukaan Asian Games di Jakarta. 1967 koreografer bentuk modern Tari Pendet. Pada tahun 1967 I Wayan Rindi seorang koreografer menciptkan bentuk modern tari Pendet ini adalah (?-1967), merupakan penari yang dikenal luas sebagai penekun seni tari dengan kemampuan menggubah tari dan melestarikan seni tari Bali melalui pembelajaran pada generasi penerusnya. Semasa hidupnya ia aktif mengajarkan beragam tari Bali, termasuk tari Pendet kepada keturunan keluarganya maupun di luar lingkungan keluarganya. Disamping itu tari Pendet tetap mengandung anasir sakral-religius dengan menyertakan muatan-muatan keagamaan yang kental.
Ciri-ciri Tari Pendet
1. Tata Busana Tari Pendet
Perkembangan busana memberikan ciri khas bahwa tari Pendet Balih-balihan merupakan tarian hiburan atau tarian “Ucapan Selamat Datang”. Busana di buat semenarik mungkin agar dapat memikat daya tarik penonton. Tata busana pada tari Pendet yang saya tonton adalah sebagai berikut:
• Tapih berwarna hijau dengan motif crapcap
Cara penggunaan tapih sama halnya seperti memakai kain biasa, hanya saja ujung tapih ditaruh dibelakang dan harus menutupi mata kaki penari.
• Kamen berwarna merah dengan motif mas – masan dengan pemakaian kamen biasa.
Cara penggunaan kamen pada tarian ini sama dengan penggunaan kamen pada umumnya.
• Angkin prada berwarna kuning dan memakai motif tumpeng
• Selendang berwarna merah tanpa motif yang dililit di badan penari
2. Tata Rias Tari Pendet
Tata rias pada dasarnya diperlukan untuk memberikan tekanan atau aksentuasi bentuk dan garis-garis muka sesuai dengan karakter tarian. Pada Tari Pendet ini menggunakan rias putri halus.
• Alat – alat tata rias yang dipakai dalam Tari Pendet adalah sebagai berikut:
• Susu Pembersih (cleaning milk) sesuai dengan jenis kulit.
• Penyegar (face tonic) fungsinya untuk menyegarkan kulit.
• Alas bedak (Foundation) antara lain: krayolan, ratu ayu, sari ayu, viva, ultima, latulip.
• Bedak tabur dan bedak padat (apabila dibutuhkan).
• Menggunakan eyeshadow warna kuning, merah dan biru berfungsi untuk mempertajam arsiran pada kelopak mata.
• Pensil alis warna hitam.
• Eyeliner sebagai penegas garis mata.
• Maskara dan Bulu mata.
• Blush on berwarna merah di pipi.
• Lipstik merah.
Pada Tari Pendet yang saya tonton ini sudah menggunakan rias pentas atau panggung. Tarian ini dipentaskan pada siang hari namun penggunaan eyeshadow terlalu gelap (penggunaan warna biru yang lebih dominan) sehingga bukan kesan indah yang di dapat melainkan kesan seram.
Hiasan kepala yang dipakai dalam Tari Pendet ini adalah :
• Rambut disasak, menggunakan pusung gonjer
• Menggunakan bunga kamboja ( jepun), bunga mawar merah dan bunga mas (bunga sandat dan semanggi. Masing – masing ditata dengan aturan yang berbeda yaitu:
• Bunga mawar diletakkan di tengah – tengah diantara bunga kamboja dan semanggi.
• Bunga kamboja (jepun) diletakkan melengkung dari atas telinga kanan sampai bersentuhan dengan bunga mawar merah.
• Bunga Semanggi diletakkan disebelah kiri , melengkung kebawah dengan cara menyelipkan tangkainya pada batu pusungan.
• Bunga Sandat disusun sepanjang susunan bunga jepun, tepatnya dibelakang bunga mawar merah dan bunga jepun.
• Menggunakan subeng.
Riasan kepala pada Tari Pendet yang saya tonton sudah sama seperti riasan Tari Pendet pada umumnya.
Propeti pada Tari Pendet
Penggunaan properti pada tari pendet yang saya tonton adalah menggunakan bokor yang pada pinggiran bokor tersebut di hiasi dengan ornamen janur (daun kelapa yang masih muda dan berwarna kuning). Ornamen janur bisa dihias dengan motif potongan yang sesuai dengan selera penggunanya. Ada yang menghias bagian tengah janur dengan potongan bermotif kotak, adapula yang memilih motif irisan berbentuk belah ketupat atau gabungan dari kedua motif tersebut.


(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, Kesenian, )









***)bebagai sumber

Selasa, 07 April 2015

RUMAH ADAT MALUKU

Maluku (Moluccas atau Molukken) bukan sekedar provinsi tertua di nusantara. Dahulu ia juga kokoh sebagai kerajaan yang konon usianya sama dengan Kerajaan di Mesir pimpinan Fir’aun. Dengan demikian, bisa diamsusikan, peradaban di nusantara boleh jadi dimulai di Maluku. Berbicara mengenai peradaban, tentu kita tak akan lepas dari budaya. Salah satu warisan budaya dengan nilai tinggi dari Maluku adalah Baileo atau yang kerap juga disebut Balai. Rumah adat Maluku ini terbilang unik sebab dibangun dengan tujuan yang berbeda dari rumah adat lainnya.

Balai Bersama
Jika dikaji dari akar kata, boleh jadi Baileo merupakan moyang dari kata Balai yang kita kenal sekarang ini. Sama seperti makna Balai, Baileo sebagai rumah adat Maluku dibangun dengan tujuan sebagai balai atau tempat masyarakat melangsungkan berbagai kegiatan seperti upacara adat dan musyawarah. Terkadang juga Baileo ini dijadikan tempat untuk menyimpan benda-benda yang dikeramatkan, senjata serta pusaka peninggalan leluhur. Jadi, meski menyandang status sebagai rumah adat, tapi bangunan Baileo sama sekali tidak ditinggali atau dihuni masyarakat.

Struktur Baileo
Secara keseluruhan, Baileo memiliki bentuk yang serupa dengan rumah panggung dari daerah lain. Bagian fasadnya rumah ini dibikin setinggi satu sampai dua meter. Hal ini terkait fungsinya sebagai balai pertemuan. Selain itu, yang khas dari bangunan Baileo ini adalah ketiadaan dinding pada bangunan. Hal ini dimaksudkan agar tak ada sekat saat masyarakat melakukan musyawarah sebab jika diberi dinding maka mereka yang duduk di halaman tak bisa menyaksikan langsung jalannya pertemuan. Selain itu, dahulu masyarakat Maluku percaya, jika rumah Baileo diberi dinding maka roh nenek moyang tak leluasa memasuki rumah.
Sementara itu, bangunan yang menyerupai rumah panggung dibuat agar supaya binatan buas tidak memasuki rumah dengan leluasa, karenanya dibuat lebih tinggi dan tidak rapat di tanah. Selain alasan tersebut, Baileo dibuat lebih untuk menggambarkan posisi roh leluhur yang lebih tinggi dari manusia.
Hal lain yang menjadi signatur rumah adat Maluku ini adalah kehadiran batu besar yang dinamakan Batu Pamali dan diletakkan persis di depan pintu Baileo. Batu ini selain sebagai penanda balai adat, juga berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesaji bagi roh leluhur. Hal lain yang khasi dari Baileo adalah jumlah tiang penyangga rumah sebanyak 9 batang di depan dan belakang rumah, serta lima tiang pada sisi kanan pun kiri. Lima tiang tersebut merupakan simbol dari Siwa Lima yang bermakna persekutian antar-desa di Maluku yang berasal dari kelompok Siwa serta kelompok Lima. Kata “Siwa Lima” sendiri memiliki artian kita semua yang punya.
Terakhir yang menjadi ciri khas rumah adat Maluku ini adalah ukiran unik nan apik yang menghiasi beberapa titik Baileo ini sendiri. Salah satunya yang menarik diperhatikan adalah ukiran dengan gambar dua ekor ayam dengan posisi berhadapan serta diapit oleh dua anjing pada bagian kiri dan kanan. Ukiran ini sendiri ada di mulut pintu. Ia merupakan perlambang kedamaian juga kemakmuran. Ukiran lain yang wajib ditelaah adalah bintang, bulan dan matahari yang ada di bagian atap Baileo. Ukiran ketiga benda langit ini dicat dengan warna hitam, merah dan juga kuning. Ukiran ini mencerminkan makna kesiapan balai adat menjaga persatuan adat utuh dengan hukumnya.


(Adat, Budaya, Ciri Khas, Rumah adat, Tradisi, )

Senin, 06 April 2015

BUDAYA & TRADISI TARIAN SUKU BIAK PAPUA


Tarian Yospan merupakan tarian rakyat yang biasa dilakukan dalam kegiatan-kegiatan acara adat maupun peringatan hari-hari besar. Dan berkelompok dan memiliki irama dan ritme dilakukan secara riang, sangat unik dan menarik.
Suku Biak merupakan salah satu kelompok masyarakat Papua yang hidup dan tinggal di kabupaten Biak Numfor. Turun temurun, setiap kegiatan yang terkait dengan alur kehidupan mereka berjalan berdasarkan aturan adat. Aturan adat itu berasal dari para leluhur suku Biak yang diyakini sebagai tetua adat. Salah satu aturan adat yang harus dijalani yakni prosesi adat sebelum warga Biak melangsungkan pernikahan. Bagaimana prosesi ritual adat itu?
Sebelum melangsungkan pernikahan, pihak keluarga dari lelaki Biak yang ingin menikah itu diwajibkan untuk melamar wanita calon pendamping. Di Biak, terdapat dua cara untuk melamar calon pengantin wanita. Pertama, pinangan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki sewaktu anak lelaki mereka ataupun anak gadis yang akan dilamar masih berusia anak-anak. Dalam bahasa Biak, tradisi ini disebut Sanepen. Cara yang kedua yakni Fakfuken, orang tua lelaki melamar gadis yang akan menjadi pengantin setelah kedua anak mereka berumur minimal 15 tahun. Pada saat melamar itu, pihak lelaki membawa Kaken atau tanda perkenalan seperti gelang ataupun kalung dari manik-manik. Tidak ada ketentuan adat, berapa banyak kaken yang harus diserahkan, jumlah dan jenisnya berdasarkan pada kemampuan materi dari pihak keluarga lelaki. Jika orang tua dari pihak perempuan menerima lamaran itu, mereka juga memberikan kaken kepada pihak lelaki. Sama halnya dengan tanda perkenalan yang diberikan oleh pihak lelaki, pihak perempuan memberikan kaken sesuai dengan kemampuannya.
Jika kedua belah pihak telah setuju untuk menyelenggarakan pernikahan, mereka menentukan mas kawin yang nantinya diberikan pihak lelaki kepada pihak wanita. Dulu, mas kawin itu umumnya berupa Kamfar yakni gelang dari kulit kerang. Jika lelaki yang akan menikah itu berasal dari keluarga terpandang, ia memberikan sebuah perahu layar sebagai mas kawin. Namun seiring dengan perkembangan jaman, suku Biak mengganti jenis mas kawin itu dengan gelang yang terbuat dari perak. Setelah penentuan mas kawin, kedua orang tua dari kedua belah pihak pergi menuju rumah tetua adat suku Biak. Bagi suku Biak, tetua adat memiliki peran yang sangat penting. Begitu pentingnya peran tetua adat itu, pihak keluarga akan menyelenggarakan pernikahan pada hari yang oleh tetua adat dianggap sebagai hari baik. Sementara itu, segala macam kebutuhan pernikahan mulai dipersiapkan satu minggu menjelang hari pernikahan dilaksanakan.
Pernikahan adat suku Biak mulai dilaksanakan satu hari sebelum hari pernikahan tiba. Kedua calon mempelai yang akan menikah mengawali tradisi ini dengan acara makan bersama dengan semua saudara lelaki dari pihak ibu kedua mempelai. Keesokan harinya, keluarga wanita mulai menghias sang gadis sesuai adat. Setelah dianggap tampil sempurna, barulah calon pengantin wanita dibawa menuju rumah pengantin lelaki. Di rumah pihak lelaki itulah, puncak acara dalam pernikahan adat suku Biak dilaksanakan. Ketika menikah, lelaki ataupun wanita Biak mengenakan pakaian adat Papua yang bentuknya hampir sama. Mereka juga memakai gelang, kalung, serta ikat pinggang dari manik-manik.
Acara puncak pernikahan adat suku Biak diawali dengan penyerahan seperangkat senjata berupa tombak, panah, serta parang. Penyerahan itu diawali dari pihak keluarga wanita kepada pihak lelaki. Bagi suku Biak, penyerahan dari pihak wanita itu menjadi simbol bahwa keluarga wanita telah sepenuhnya menyerahkan anak gadis mereka kepada keluarga lelaki. Setelah diterima oleh wakil dari pihak lelaki, pihak keluarga lelaki menyerahkan pemberian yang bentuknya sama kepada pihak perempuan. Kali ini, pemberian ini menjadi simbol, keluarga lelaki telah menerima anak gadis itu dan menjaganya seperti anak mereka sendiri. Setelah itu, barulah kepala adat mulai mengawali inti acara pernikahan.
Inti acara pernikahan adat diawali dengan pemberian sebatang rokok yang tampak seperti cerutu. Rokok itu wajib dihisap oleh pengantin lelaki kemudian diisap oleh pengantin wanita. Tak lama kemudian, tetua adat memberikan dua buah ubi yang telah dibakar di atas bara api kepada kedua mempelai. Ketika itu, setiap pengantin memperoleh sebuah ubi. Doa dan mantera yang dibacakan oleh sang tetua adat mengiringi prosesi pemberian ubi itu kepada kedua mempelai. Dalam tradisi ini, doa merupakan permohonan restu kepada Tuhan agar kedua mempelai mendapat kebahagiaan. Setelah doa selesai dibacakan, kedua mempelai melaksanakan tradisi saling menyuapi ubi. Seluruh rangkaian acara pernikahan adat suku Biak ini diakhiri dengan makan bersama dengan seluruh keluarga dari kedua pihak dan para tamu undangan. Dengan berakhirnya tradisi makan bersama itu, usai sudah seluruh rangkaian acara pernikahan adat suku Biak di kabupaten Biak Numfor, Papua.


(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, tarian,)

Minggu, 05 April 2015

TRADISI BUDAYA BULAN SURO

Menjelang datangnya bulan Suro, sebuah tradisi unik digelar warga Magetan, Jawa Timur. Namanya lomba musik ledhug. ledhug sendiri singkatan dari lesung dan bedhug, yang merupakan gabungan kebudayaan Jawa dan Islam. Di sini para peserta diadu kepiawaiannya dalam mengkolaborasikan kedua alat musik tadi, sehingga menghasilkan irama merdu yang enak untuk dinikmati.Lomba musik ledhug digelar di AlunAlun Magetan, Jawa Timur, Senin Siang. Belasan peserta ambil bagian dalam even ini,

Keunikan lomba yang hanya digelar setahun sekali di setiap menjelang datangnya bulan Suro tersebut. Kemudian, alat musik yang dipakai, hanya lesung dan bedhug. Kedua alat musik tersebut, merupakan simbul dari dua kebudayaan berbeda. Yaitu kebudayaan Jawa dan Islam.Dalam satu peserta, jumlah pemainnya bisa mencapai belasan orang. terdiri laki-laki dan perempuan. Mereka terbagi dalam berbagai tugas, mulai vocal, penabuh lesung, penabuh  bedhug.


Seiring perkembangan jaman dan hasil kreatifitas para peserta, lomba musik ledhug khas Magetan terus mengalami perubahan.Meski alat musik wajib dalam lomba ini adalah lesung dan bedhug, namun menambahkannya dengan alat musik rebana dan kendang.Sementara kriteria penilaian dalam lomba ini, adalah kolaborasi dalam memainkan alat musik lesung dan bedhug.Penampilan serta penghayatan syair lagu wajib yang berjudul Magetan KumandangMenurut ceritanya, lomba musik ledhug khas Magetan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Namun tidak seorang pun tahu siapa tokoh atau orang yang pertama kali memprakarsai lomba ini.
(Adat, Tradisi, Ciri Khas, Kebiasaan, )

Sabtu, 04 April 2015

TRADISI BUDAYA SENI SASANDO


SALAH satu faktor yang mempengaruhi lahirnya kebudayaan suatu daerah adalah struktur dan kondisi alam dari daerah itu. Hal ini juga tampak yang terjadi pada kebudayaan orang Rote tempat asal alat musik sasando. Keberadaan tanaman lontar di Pulau Rote cukup memberi arti bagi NTT karena dari pohon itu, ide membuat sasando muncul, karena itu pohon lontar sendiri sebagai peletak dasar kebudayaan masyarakat.
Masyarakat Rote sendiri tidak memanfaatkan tanaman ini sebagai sumber kehidupan, yaitu sebagai penghasil tuak, sopi (minuman tradisional), gula lempeng,gula air, gula semut, tikar, haik, sandal, topi atap rumah maupun bahan bangunan, tetapi lebih dari itu, masyarakat sudah menganggap tanaman ini memiliki nilai lebih karena sudah menginspirasi lahirnya alat musik sasando. Sampai sekarang daun pohon lontar ini masih tetap dipertahankan sebagai resonator alat musik ini.
Sasando yaitu alat musik yang ditemukan sejak abad 15.  sasando adalah sebuah alat instrumen petik musik. Bentuk sasando mirip dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola, dan kecapi. Tetapi keunikannya adalah bagian utama sasando berbentuk tabung panjang seperti harpa yang biasanya terbuat dari bambu. Sasando mempunyai media pemantul suara yang terbuat dari daun pohon gebang (sejenis pohon lontar yang banyak tumbuh di Pulau Timor dan Pulau Rote) yang dilekuk menjadi setengah melingkar.Sasando berbentuk tabung panjang yang biasanya terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah yang diberi ganjalan-ganjalan, di mana senar-senar (dawai-dawai) direntangkan di tabung dari atas ke bawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda pada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.
Cara memainkan alat musik ini yaitu dengan dipetik. Hampir sama dengan gitar atau harpa memang, hanya saja Sasando mempunyai bunyi yang merdu, khas dan unik. Selain memiliki ciri khas suara yang unik, Sasando juga memiliki khas lainnya yakni dari segi bahan pembuatannya. Sasando dibuta menggunakan bahan anyaman daun lontar dan bambu yang memiliki bentuk tabung panjang. Sedangkan dawainya terbuat dari bahan yang halus seperti senar string.
Meskipun cara memainkann hampir sama dengan alat musik petik sejenis, bukan berarti itu merupakan hal yang mudah. Diperlukan keterampilan dan skill khusus untuk bisa mahir memainkan Sasando, terutama keahlian dalam menguasai teknik dan keterampilan jari jemari untuk memetik dawai. Selain itu memainkannya harus menggunakan dua tangan dengan arah yang berlawanan. Tangan kanan berfungsi untuk memainkan akord, sedangkan tangan kiri berfungsi sebagai pengatur melodi dan bass. Jadi diperlukan tingkat konsentrasi dan fokus yang tinggi.
Sasando biasanya dimainkan untuk beberapa keperluan seperti untuk menyambut tamu penting, menghibur orang yang sedang berduka cita hingga sebagai pengiring untuk tarian serta upacara adat.
Jenis-Jenis Sasando
Sasando sendiri terdiri dari dua jenis yaitu Sasando Gong dan Sasando Biola. Sasando Gong ini pada awalnya hanya memiliki tujuh dawai atau tujuh nada, namun saat ini telah berkembang menjadi sebelas dawai. Sedangkan sasando Biola awalnya memiliki 30 dawai/nada, namun kini telah berkembang menjadi 32 dan 36 dawai. Dan bentuk Sasando Biola lebih besar karena menggunakan diameter bambu yang lebih besar.
Saat ini Sasando telah berkembang menjadi sebuah alat musik kontemporer yang bervariasi. Salah satu pengembangan dari Sasando tradisional adalah Sasando Elektrik (umumnya memiliki 30 dawai). Sasando jenis ini telah diberi sentuhan teknologi. Sehingga bunyi dari Sasando Elektrik ini dapat diperbesar melalui alat pengeras suara.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Kesenian, Tradisi, )



***)bebagai sumber