Selasa, 30 Juni 2015

TRADISI WAYANG GONG BANJAR KALIMANTAN SELATAN

Wayang Gong adalah seni pertunjukan sejenis wayang orang. Pertunjukan ini mengangkat cerita dari pakem Ramayana versi Banjar. Wayang ini dimainkan dengan pengolahan vokal pemain dan ditambah basik tari dalam lakon yang terdiri dari beberapa tilisasi. Tak hanya itu, pemain diiringi musik gamelan, elemen dramatik dan kating tari yang diiringi bunyi tambahan seperti ketopong yang membuatnya makin khas. Para pemain dirias sebagaimana layaknya tokoh yang ada di dalam kisah Ramayana.
Dahulu kesenian ini sering dimainkan saat acara adat dan seni pertunjukan sosial kemasyarakatan seperti Mawlid Nabi, saprah amal, hajatan hingga nazar pasca panen padi. Namun sekarang sudah jarang dimainkan.
Beruntung masih ada salah satu sanggar seni yang masih eksis memainkan kesenian ini walaupun insidential. Sanggar seni Ading Bastari, Barikin (HST) yang di pimpin A.W. Syarbaini lah yang membuat kesenian ini masih bertahan, walaupun dalam kondisi yang tak memungkinkan.
Saat itu Wayang gong dimainkan semalaman suntuk, sama halnya dengan wayang kulit banjar. Setiap lakon atau tokoh biasanya disertai dengan menambang atau nembang yang dibawakan oleh sinden. Sekarang agar tidak ditinggal oleh para penontonnya, permainan dipersingkat hingga sekitar 3 atau– 4 jam saja. Pada Wayang Gong, sekitar 10 orang yang memainkan alat musik tradisional, yang terdiri dari babun, gong besar dan kecil, sarun besar dan kecil, kenong dan lima alat.
Pada saat memulai pertunjukan, terlebih dahulu dilakukan mamucukani, yakni tiga dalang membuka pagelaran untuk menyampaikan cerita apa yang akan dimainkan. Layaknya seperti sinetron di televisi, dari pemain utama hingga pemain pendukung disampaikan lebih dahulu kepada penonton.
Saat ini hanya sanggar seni Ading Bastari yang memainkan kesenian wayang gong ini, karena saat ini nyaris tidak ada lagi sanggar seni lain yang memainkan salah satu kesenian tertua ini. Kalaupun ada, hanya dilakukan dengan cara ”bon”. Artinya para pemain diambil dari berbagai kelompok seni daerah dengan sistem cabutan. Misalnya mengambil pemain dari kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin.
Untuk itu perlu diadakan upaya untuk melestarikan kebudayaan ini.
Dalam jangka Pendek, bisa dengan melakukan pendidikan dan pelatihan sistematik generasi muda dengan narasumber tokoh yang masih ada sekarang ini. Membuat proyek pembinaan kesenian sebagai program lanjutan pendidikan serta membuat wadah khusus berupa balai seni ditiap kota atau kabupaten di Kalimantan Selatan.
Dalam jangka panjang bisa dilakukan dengan cara merancang kemasan baru dalam pagelaran seni wayang gong dalam hal ini bisa dilakukan dengan cara tumbuh dan berkembang berupa diklat wayang gong bagi anak-anak dan remaja.
Nah, sekarang nasib kesenian daerah ada ditangan kita para generasi muda. Apakah kesenian tersebut akan kehilangan peminat dan hilang dari permukaan, atau kesenian tersebut akan kembali berjaya dengan penanggulangan dini.
Budaya yang besar mencerminkan betapa besar pula peradaban masyarakatnya.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Kesenian, Tradisi,)

0 komentar:

Posting Komentar