Jumat, 21 Agustus 2015

TRADISI SAPRAHAN ADAT BUDAYA MELAYU SAMBAS


Tradisi makan saprahan sangat akrab dalam tradisi masyarakat Melayu Sambas. Masyarakat Melayu Sambas secara teritorial mendiami kawasan sepanjang pesisir pantai utara Kalimantan Barat. Tradisi ber-Saprah biasanya di lakukan pada acara-acara tertentu, seperti acara pernikahan, acara tepung tawar, sunatan, antar pinang, selamatan dan acara lainnya.
Tradisi makan saprahan memang tidak bisa dilepaskan dari semangat gotong royong, karena untuk membuat acara tersebut membutuhkan tenaga yang cukup banyak.
Jamuan makan Saprah masih bisa ditemukan dalam tradisi masyarakat melayu Sambas hingga kini. Kata Saprah sendiri merupakan ungkapan untuk menggambarkan jamuan makan khas melayu yang dilakukan secara berkelompok dengan duduk bersila di lantai. Dalam beberapa jamuan Saprah dapat ditemukan kelompok sepanjang 2 x 28 meter hingga 2 x 40 meter, tergantung dengan jumlah orang yang diundang oleh tuan rumah yang punya hajatan dan ‘tarub’ (tenda) yang disediakan. Jamuan untuk undangan pria dan wanita dilaksanakan di tempat yang sama, namun dalam waktu yang berbeda. Lazimnya jamuan Saprah dilaksanakan untuk undangan pria terlebih dahulu.
Makan bersaprah tidak memapakai sendok, jadi harus dengan tangan. Makanya disediakan air cuci tangan. Setelah semuatamu mendapat hidangan baru jamuan boleh dimakan. Ini menunjukan wujud kebersamaan. Selain makanan, ciri khas yang disajikan adalah air ‘sapang’ yaitu air berwarna teh dengan aroma khas yang terbuat dari rendaman kayu Sapang.
Agar seluruh tamu yang datang semuanya mendapat penghormatan dan penghargaan yang selayaknya dari tuan rumah, maka peran penyambut tamu menjadi penting dalam sebuah jamuan makan ber-Saprah. Penyambut tamu dituntut untuk mengenal seluruh tamu yang diundang. Penyambut tamu bertugas menyambut tamu yang datang sekaligus mengantarkan tamu ke tempat duduknya. Tempat duduk tamu ditentukan dari status sosialnya di masyarakat, yang disusun mulai dari tempat paling ujung di dalam ‘tarub’. Mereka adalah kelompok yang telah menunaikan ibadah haji dan menjadi panutan, selanjutnya adalah kerabat Raja dan keturunannya, diikuti oleh tokoh dan pemuka masyarakat dan seterusnya.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Kebiasaan, Tradisi, upacara adat, )

***)berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar