Sabtu, 25 April 2015

UPACARA ADAT NGALAKSA KABUPATEN SUMEDANG


Ngalaksa adalah suatu kebiasaan (tradisi) yang dilaksanakan di Kecamatan Rancakalong yang sifatnya turun temurun. Kata Ngalaksa berasal dari kata laksayaitu sejenis makanan dari tepung padi dengan bumbu garam, kelapa, kapur sirih dan lain-lain kemudian diaduk dan dibungkus dengan daun congkok lalu direbus memakai air daun combrang. JadiNgalaksa diartikan sebagai suatu upacara membuat laksa dengan aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi.
Tahun ini Upacara tersebut kembali digelar dan dibuka secara resmi oleh BupatiSumedang, Don Murdono.  Acara pembukaannya dilangsungkan di Terminal Rancakalong dan dihadiri oleh Ketua dan Anggota DPRD kabupaten Sumedang, unsur Muspida, para Kepala SOPD, Camat Rancakalong beserta unsur Muspika, para Kepala Desa se-Kecamatan Rancakalong, para tokoh adat dan agama, serta warga masyarakat setempat.
Upacara adat ini pada awalnya dilaksanakan dua atau tiga tahun sekali oleh limarurukan (kelompok pemangku adat) secara bergiliran yakni Cibulakan, Rancakalong, Cijere, dan Legokbitung. Pada perkembangannya Ngalaksa diselenggarakan menjadi satu tahun sekali, setiap bulan Juli sebagai suatu event budaya dan pelaksanaannya tidak hanya oleh para pemangku adat di limarurukan, tetapi dibantu oleh desa-desa lain se-Kecamatan Rancakalong, termasuk Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten.
Upacara Adat Ngalaksa dimulai dengan upacaraNgalungsurkeun Pare (menurunkan padi dari lumbung), dan rangkaian acara yang terdiri darimesel (menumbuk padi),ngisikan(membersihkan beras),nipung (membuat tepung),ngadonan (membuat adonan),mungkusmembungkus,ngulub (merebus). Setelah jadi laksa dibagi-bagikan kepada warga dan tamu undangan. Semua kegiatan tersebut selalu diiringi musik Tarawangsa yakni alat musik gesek sejenis rebab dan Jentreng yaitu sejenis kecapi.
Bertempat di Kampung Wisata Desa Rancakalong, sepanjang hari dan malam, hampir selama seminggu para penari dari sepuluh desa se-Kecamatan Rancakalong secara bergiliran tidak berhenti mengikuti alunan suara Jentreng dan Tarawangsa dengan gerakan lemah gemulai dan berbau mistis.
Upacara tahunan ini tidak hanya sebagai rutinitas untuk mensyukuri hasil panen yang melimpah, tetapi juga sebagai evaluasi atas jerih payah para petani selama ini, sampai sejauh mana keberhasilan yang dicapai. Di samping itu, kegiatan ini dimaksudkan sebagai ajang berkomunikasi antara warga masyarakat dengan pemerintah.
Dengan kebijakan  Bupati Sumedang Puseur Budaya Sunda, diharapkan Sumedang selangkah di depan dalam mengembangkan wisata budaya, termasuk mengembangkan upacara-upacara adat seperti Ngalaksa sebagai aset dan potensi wisata daerah
Bupati berkeinginan agar terdapat suatu tempat tujuan wisata yang terpusat dengan fasilitas akomodasi yang memadai. Jadi masing-masing desa membangun rumah persinggahan yang terpusat di suatu tempat sehingga siap menerima tamu yang datang, ujarnya. dan Sukasirnarasa yang menelan biaya 1,4 miliar lebih.   (Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat, Tradisi, )



***)Sumber : Bagian Hubungan Masyarakat Setda Kabupaten Sumedang


0 komentar:

Posting Komentar