Ngalaksa
adalah suatu kebiasaan (tradisi) yang dilaksanakan di Kecamatan Rancakalong
yang sifatnya turun temurun. Kata Ngalaksa berasal dari kata laksayaitu
sejenis makanan dari tepung padi dengan bumbu garam, kelapa, kapur sirih
dan lain-lain kemudian diaduk dan dibungkus dengan daun congkok lalu
direbus memakai air daun combrang. JadiNgalaksa diartikan sebagai
suatu upacara membuat laksa dengan aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi.
Tahun ini Upacara
tersebut kembali digelar dan dibuka secara resmi oleh BupatiSumedang, Don
Murdono. Acara pembukaannya
dilangsungkan di Terminal Rancakalong dan dihadiri oleh Ketua dan Anggota DPRD
kabupaten Sumedang, unsur Muspida, para Kepala SOPD, Camat Rancakalong beserta
unsur Muspika, para Kepala Desa se-Kecamatan Rancakalong, para tokoh adat dan
agama, serta warga masyarakat setempat.
Upacara
adat ini pada awalnya dilaksanakan dua atau tiga tahun sekali oleh limarurukan (kelompok
pemangku adat) secara bergiliran yakni Cibulakan, Rancakalong, Cijere, dan
Legokbitung. Pada perkembangannya Ngalaksa diselenggarakan menjadi satu
tahun sekali, setiap bulan Juli sebagai suatu event budaya dan pelaksanaannya
tidak hanya oleh para pemangku adat di limarurukan, tetapi dibantu oleh
desa-desa lain se-Kecamatan Rancakalong, termasuk Pemerintah Kecamatan dan
Kabupaten.
Upacara
Adat Ngalaksa dimulai dengan upacaraNgalungsurkeun Pare (menurunkan
padi dari lumbung), dan rangkaian acara yang terdiri darimesel (menumbuk
padi),ngisikan(membersihkan beras),nipung (membuat tepung),ngadonan (membuat
adonan),mungkusmembungkus,ngulub (merebus). Setelah
jadi laksa dibagi-bagikan kepada warga dan tamu undangan. Semua kegiatan
tersebut selalu diiringi musik Tarawangsa yakni alat musik
gesek sejenis rebab dan Jentreng yaitu sejenis kecapi.
Bertempat
di Kampung Wisata Desa Rancakalong, sepanjang hari dan malam, hampir selama
seminggu para penari dari sepuluh desa se-Kecamatan Rancakalong secara
bergiliran tidak berhenti mengikuti alunan suara Jentreng dan Tarawangsa dengan
gerakan lemah gemulai dan berbau mistis.
Upacara
tahunan ini tidak hanya sebagai rutinitas untuk mensyukuri hasil panen yang
melimpah, tetapi juga sebagai evaluasi atas jerih payah para petani selama ini,
sampai sejauh mana keberhasilan yang dicapai. Di samping itu, kegiatan ini
dimaksudkan sebagai ajang berkomunikasi antara warga masyarakat
dengan pemerintah.
Dengan
kebijakan Bupati Sumedang Puseur Budaya
Sunda, diharapkan Sumedang selangkah di depan dalam mengembangkan wisata
budaya, termasuk mengembangkan upacara-upacara adat seperti Ngalaksa
sebagai aset dan potensi wisata daerah
Bupati
berkeinginan agar terdapat suatu tempat tujuan wisata yang terpusat dengan
fasilitas akomodasi yang memadai. Jadi masing-masing desa membangun rumah
persinggahan yang terpusat di suatu tempat sehingga siap menerima tamu yang
datang, ujarnya. dan Sukasirnarasa yang menelan biaya 1,4 miliar lebih. ( Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat, Tradisi, )
***)Sumber :
Bagian Hubungan Masyarakat Setda Kabupaten Sumedang
0 komentar:
Posting Komentar