Kololi Kie dalam
bahasa Ternate berarti Keliling Gunung (Kololi artinya Keliling) dan (Kie
artinya Gunung), adalah sebuah ritual adat mengelilingi gunung Gamalama
sekaligus pulau Ternate yang dilakukan langsung Sultan bersama permaisuri Boki
Nita Budi Susanti bersama pasukannya (kapita) dan rakyatnya (bala kusu sekano
kano).
Tradisi yang
berusia sudah 700 tahun lebih ini, adalah ritual untuk mendoakan rakyat Maluku
Kie Raha dan Ternate yang dilakukan Sultan. Ritual ini tidak hanya dilakukan
saat Sultan berultah, ketika masyarakat Maluku Utara dilanda musibah besar
seperti bencana alam dan didera konflik pertikaian, Sultan pun langsung
menggelar Kololi Kie.
Ada dua jalur yang ditempuh dalam Kololi Kie, yakni jalur laut yang dalam bahasa local Ternate disebut Kololi Kie Toma Ngolo (Toma berarti di dan Ngolo berarti Laut) disamping jalur darat (Kololi Kie Toma Nyiha (Nyiha berarti Darat).
Ada dua jalur yang ditempuh dalam Kololi Kie, yakni jalur laut yang dalam bahasa local Ternate disebut Kololi Kie Toma Ngolo (Toma berarti di dan Ngolo berarti Laut) disamping jalur darat (Kololi Kie Toma Nyiha (Nyiha berarti Darat).
Namun, sejak selama
32 tahun berkuasa memimpin Keraton Ternate, Sultan Mudaffar sendiri lebih
sering menggunakan rute jalur laut dalam melakukan ritual ini. Penulis
sendiri, berkesempatan mengikuti rombongan kololi kie yang dilakukan Sultan dan
permasiurinya.
Selama perjalanan
ritual mengitari Gunung Gamalama itu, Sultan dan permaisuri, tidak sendiri.
Keduanya dikawal puluhan kapal yang ditumpangi ratusan tentara dan rakyatnya
selama perjalanan. Semua kapal-kapal yang membawa rombongan, telah dihiasi
janur kuning, dipasangi umbul-umbul kemudian berangkat dari jembatan Dodoku
Ali, jembatan kesultanan Ternate.
Diantara puluhan
kapal-kapal itu, selalu ada satu kapal yang dilengkapi alat-alat music
tradisional Ternate seperti tifa, gendang, dan gong. Alat-alat music ini terus
dimainkan selama perjalanan megitari pulau Ternate yang berjarak 45 kilometer
itu tanpa henti.
Sepanjang
perjalanan, Sultan bersama dengan sejumlah tokoh ditonton warga dari dekat yang
sejak pagi, berbondong-bondong berkumpul di tepi pantai. Saat mengitari gunung
itu, tak henti-hantinya sultan mengucapkan kalimat-kalimat doa yang ditujukan
kepada penguasa alam untuk selalu melindungi rakyatnya.
Disetiap kololi
kie, Sultan dan Boki selalu menyempatkan diri untuk mampir Ake Sibu atau yang
dikenal dengan Ake Rica (tempat pemandian) di Kelurahan Rua, untuk mencuci
kaki. Lokasi yang berada tak jauh dari Pantai Rua itu, kini merupakan salah
satu lokasi wisata.
“Ada juga beberapa
kuburan keramat yang disinggahi Sultan disetiap sekaligus berziarah, namun itu
jarang dilakukan,” ucap Arsyad, salah satu Al Firis atau pengawal Sultan.
Menariknya, usai
sultan dan boki mencuci kaki di Ake Sibu, ratusan warga yang datang dari
berbagai desa pun terlihat mengerumuni kolam yang sudah berusia ratusan tahun
itu, kemudian membasuh mukanya dengan air bekas cucian kaki sultan dan Boki.
Menurut warga
sekitar, air bekas cucian kaki sultan dan boki itu, diyakini bisa menghilangkan
penyakit, membawa berkah dan keselamatan. Sebagian diantara mereka tampak ada
yang mengisinya kedalam botol untuk dibawa pulang.
Jadi Kebiasaan
Akhir Pekan
Tradisi Kololi Kie,
sepertinya tidak hanya dilakukan Sultan dan Boki, namun megitari Gamalama dan
pulau ternate memang kerap dilakukan warga Kota Ternate disetiap akhir pekan,
bahkan ini sudah menjadi tradisi berwisata warga setempat sambil menyambangi satu
persatu lokasi wisata di Ternate terutama pantai.
Biasanya, agenda
wisata ini dilakukan melalui jalur darat menggunakan kendaraan baik roda
dua maupun empat. Namun mengelilingi ternate melalui jalur laut lebih menarik
ketimbang melalui darat. Oleh karenanya, warga yang berkesempatan ikut dalam
ritual Kololie Kie ini, beruntung karena bisa melihat dari dekat setiap sudut
pulau Ternate.
Namun, tidak semua warga memiliki kesempatan untuk ikut. Meski demikian, mereka hanya bisa menyaksikan dari tepi pantai iring-iringan rombongan kapal yang ditumpangi Sultan dan Boki.
Namun, tidak semua warga memiliki kesempatan untuk ikut. Meski demikian, mereka hanya bisa menyaksikan dari tepi pantai iring-iringan rombongan kapal yang ditumpangi Sultan dan Boki.
Tontonan seperti
ini, hanya ada setahun sekali ini atau disaat Ternate dilanda konflik maupun
musibah seperti bencana alam. “Tradisi ini kami dari pihak keraton dan dinas
pariwisata Ternate sudah menjadikannya sebagai sebuah wisata bagi warga
Ternate,” ucap Mudaffar usai turun dari kapal.
Disamping itu, Ake
Rica sendiri, juga menjadi salah satu objek wisata andalan ternate yang kerap
dikunjungi wisatawan. Sebab selain menjadi lokasi persinggahan Sultan dan
Boki, Ake rica juga memiliki sejarah dimana, legenda yang diyakini warga
setempat, adalah tempat pertama berlabuhnya tokoh legendaris Maulana Sayyidinaa
Syekh Djaffar Shaddi, pembawa agama Islam pertama di Ternate dan Malut.
Mata airnya nya yang
hangat, Ake Rica juga kini dijadikan tempat mandi untuk menghilangkan air garam
di tubuh usai berenang di pantai Rua, salah satu objek wisata yang jaraknya tak
jauh dari Ake Rica.
Disamping ake Rica,
tercatat ada beberapa lokasi yang menjadi tempat persianggahan Sultan dan Boki
yang dianggap keramat baik itu berupa makam para sultan maupun benteng yang
memiliki sejarah terkait dengan perjuangan sultan dan warga Ternate dalam
mengusir penjajah.
Seperti Kadato
ma-Ngara (Gerbang Istana atau pintu masuk wilayah kesultanan), Kuburan (dalam
bahasa Ternate disebut Jere) yakni Jere Kubu Lamo, Jere Toma Sigi Lamo (Kuburan
di Kawasan Mesjid Besar), Jere toma Foramadiyahi (makam Sultan Babullah), Jere
Kulaba (Makam di kelurahan Kulaba), Libuku Tabam ma-Dehe, Sao Madaha, Libuku
Buku Deru-Deru, Libuku Bandinga Mari Hisa, Ngade atau Laguna, Talangame, dan
Benteng Oranye serta Telaga Nita, yang kesemuanya oleh pemerintah dijadikan
objek wisata sejarah.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat, Tradisi)
0 komentar:
Posting Komentar