Rabu, 29 Juli 2015

UPACARA ADAT CUCI NEGERI

Salah satu prosesi budaya menarik yang bisa di saksikan di kota Ambon adalah upacara adat cuci negeri. Gelaran yang seringkali menarik minat wisatawan ini di selenggarakan di negeri soya. Lokasinya berada di pinggiran kota Ambon.
Di masa yang lalu prosesi cuci negeri di gelar selama lima hari tanpa henti. Waktunya adalah seusai musim barat atau di bulan Desember. Sebelum hari pertama, para pemuda setempat akan berkumpul di samorele.
Kumpulan pemuda tersebut dipimpin oleh upu nee, atau penggagas. Dengan mengenakan busana cawat (cidaku), para pemuda ini mengecat mukanya dengan tinta hitam. Di saat yang bersamaan para wanitanya tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah.
Dipimpin oleh upu nee, rombongan ini bergerak menuju sirimau yang merupakan wilayah bersemayamnya upulatu. Warga setempat percaya bahwa upulatu berdiam di sana dengan ditemani seekor naga. Upu nee akan berjalan lebih cepat dan memberi kabar bahwa rombongan pemuda yang berasal dari beragam negeri akan datang.
Di pertengahan malam, pemuda-pemuda tersebut duduk dalam posisi yang saling bertolak belakang satu sama lain. Tak lama kemudian datanglah sang naga dan lalu menelan mereka. Para pemuda tersebut lalu tinggal di dalam perut naga selama lima hari hingga di hari terakhir sang naga pun mengeluarkan mereka dari perut lewat mulutnya. Sekeluar dari perut naga, terlukis tanda segi tiga di bagian perut, dahi dan dada para pemuda.
Bersama upu nee, rombongan pemuda pun turun dari puncak sirimau. Setiba di negeri mereka, nyanyian-nyanyian suci dan tua di kumandangkan. Doa pun di panjatkan oleh sang raja dengan mengucapnya sambil menatap puncak sirimau.
Sifat kepahlawanan para pemuda tersebut lalu menyebar kepada warga setempat secara turun temurun.
Kini doa yang di panjatkan adalah permohonan agar negeri soya terbebas dari penyakit dan alamnya selalu dilimpahi oleh berkah.
Upacara adat cuci negeri dimaksudkan agar terjalin kebersamaan dalam menjaga lingkungan tempat tinggal secara bergotong royong. Maksud yang lainnya adalah tercipta toleransi antar umat. Waktu pelaksanaan yang di lakukan di bulan Desember adalah karena di bulan tersebut arwah para leluhur kembali ke negeri tempat mereka dulunya tinggal sebelum meninggal dunia.
Sebab yang lainnya adalah di saat-saat tersebut (musim hujan) biasanya banyak terjadi jemabatan rusak, tempat tinggal bocor, sumur menjadi keruh, tanah longsor dan lain-lain. Upacara cuci negeri adalah bersama-sama melakukan perbaikan dan menata kembali negeri.
Setelah warga memeluk agam Kristen yang di bawa oleh bangsa eropa, beberapa ritual yang masih bernuansa dinamisme dan animisme mengalami penyesuaian. Cuci negeri pun di selaraskan dengan nilai-nilai Kristen dan persiapan pagelaran natal.
Prosesi ini juga merupakan simbolisasi dari mencuci rasa dengki, saling curiga dan berseteru yang termanifestasi lewat mencuci muka, kaki, dan tangan di sumber air unuwei dan werhalouw.
Di negeri soya sendiri, cuci negeri di gelar di minggu kedua di setiap bulan desember. Biasanya prosesi ini di awali dengan ritual rapat saniri besar. Rapat ini di hadiri oleh para sesepuh adat, badan saniri negeri dan para kepala keluarga. Pertemuan ini membahas beragam hal, termasuk persiapan upacara cuci negeri sendiri.
Di hari rabunya, semua warga masyarakat di wajibkan keluar rumahnya untuk bergotong royong melakukan pembersihan. Kegiatan ini di mulai dari gereja, batu besar di area pemakaman hingga ke Baileo.
Dalam ritual ini seorang wanita dari pasangan yang baru menikah biasanya di daulat untuk turut serta sebagai simbolisasi kepatuhannya kepada adat. Khusus pembersihan di area Baileo, kegiatannya di pimpin oleh kepala soa adat yang juga di kenal dengan sebutan pica baileo.

Pada malam jumatnya, beberapa pria yang berasal dari soap era (rumah tau) akan mendaki ke puncak sirimau, setelah berkumpul sebelumnya di teong tunisao. Rombongan ini di iringi perjalannya dengan pukulan gong, tifa, dan tiupan kuli bia (kulit dari hewan siput). Sesampai di puncaknya, rombongan akan membersihkan area sekitarnya sambil menahan diri untuk tidak makan dan minum.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat,Tradisi, )

0 komentar:

Posting Komentar