Selasa, 04 Agustus 2015

TRADISI BUDAYA MERIAM KARBIT KALIMANTAN BARAT


Warga Pontianak punya cara untuk menyambut datangnya Lebaran. Warga mengadakan festival meriam karbit tepat di saat malam takbiran. Festival ini sudah menjadi tradisi khusus di Pontianak. Di mana saat malam takbiran, ratusan meriam yang terbuat dari bambu dan diberi karbit dijejerkan di pinggir Sungai Kapuas. Meriam-meriam itu lalu disulut sehingga tampak seperti perang.
Atraksi permainan meriam karbit sebenarnya mempunyai kisah sejarah yang menarik. Menurut cerita, Kesultanan Kadriah Pontianak di tahun 1771 sampai 1808,  tujuan awal dari membunyikan meriam adalah untuk membuang sial dan mengusir hantu kuntilanak yang ada di Kota Pontianak. Bunyi kerasnya juga menjadi pertanda waktu azan Maghrib. Seiring berjalannya waktu, tradisi meriam karbit berkembang menjadi daya tarik pariwisata.
Festival meriam karbit itu sendiri digelar untuk mengenang pendiri Kota Pontianak, Sultan Syarif Abdurahman Alkadri. Dahulu Sultan Syarif punya kebiasaan mengusir kultilanak dengan membunyikan meriam. Hal itu lalu dilakukan terus menerus saat malam takbiran dan kini sudah menjadi tradisi. Dan saat ini Pemerintah Kota Pontianak mengemas tradisi itu menjadi festival di Pelabuhan Sangie Pontianak.

Festival tahunan ini akan memperebutkan piala yang diberikan Pemerintah Kota Pontianak. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat dan Kota Pontianak yang akan menjadi dewan yang menilai. Setiap kelompok akan dinilai dari bunyi meriam mereka. Satu kelompok dapat membawa meriam maksimal lima buah. Di sini akan dinilai kekompakan bunyi meriam dan tim nya. Sebelumnya setiap meriam yang ikut serta terlebih dahulu akan dihias dengan dekorasi yang diinginkan. Latar wajib yang dipergunakan adalah berbentuk masjid dan tubuh meriam dengan motif bunga. Hanya meriam sesuai kriteria yang akan diikutsertakan.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat, )

0 komentar:

Posting Komentar