Minggu, 09 November 2014

BUDAYA & TRADISI MAKOTEK DI BALI

 BUDAYA  & TRADISI  MAKOTEK  DI  BALI

Merupakan perayaan untuk memperingati kemenangan Kerajaan Mengwi ketika perang melawan Kerajaan Blambangan dari Banyuwangi, Jawa Timur.
Tradisi Makotek sendiri akhirnya sampai sekarang sering diperingati, dengan maksud memohon belas kasihan Tuhan supaya menghindarkan dari wabah penyakit atau segala bahaya yang mengancam kampung Munggu sendiri.
Biasanya sebelum tradisi Makotek dimulai maka para peserta akan lebih dulu melakukan
Persembayangan di sebuah pura desa.  Kemudian dipercikan  air para peserta makotek. Untuk  peserta Makotek yang ikutpun ada syaratnya yakni tidak diperkenankan jika keluarganya ada
yang  sedang meninggal atau isterinya  melahirkan.  Disebut makotek lantaran berawal dari suara kayu-kayu yang saling bertabrakan ketika kayu-kayu tersebut disatukan menjadi bentuk gunung yang menyudut keatas. "Makotek karena timbul dari suara kayu-kayu yang digabung jadi satu, bunyinya tek ...  tek ...   tek...
Sebenarnya dulu tradisi ini bernama grebek yang artinya saling dorong," jelasnya. Dalam tradisinya, perang makotek ini dilakukan oleh sekitar ratusan kaum laki-laki yang berasal dari Desa Munggu. Mereka rata-rata berumur 13 hingga 60 tahun. 
Sebelum memulai atraksi ini peserta terlebih dahulu melakukan persembahyangan bersama di
Pura desa, dengan  dipercikan  air  suci. “Antraksi ini ada  pantangannya. Peserta yang ikut tidak boleh ada yang keluarganya sedang meninggal, dan istrinya melahirkan,". Dalam permainannya, ratusan kayu-kayu tersebut masing-masing dipegang oleh para laki-laki dengan cara menggabungkan kayu sepanjang 3,5 meter dari pohon pulet hingga membentuk kerucut. Kemudian salah satu dari pemuda yang merasa tertantang pun harus
menaiki   kayu  tersebut  hingga  berada di ujung dengan posisi  berdiri. Di sisi lain dengan cara yang sama, ratusan orang dengan kayu-kayu tersebut juga disatukan hingga berbentuk kerucut, dan dinaiki oleh salah seorang pemuda. Kedua kelompok dengan masing-masing kayu tersebut kemudian dipertemukan untuk berperang layaknya panglima perang..
Meski cukup berbahaya karena banyak pula yang terjatuh dari ujung kayu, namun tradisi ini tetap dianggap menyenangkan dengan banyaknya orang yang berkali-kali mencoba untuk naik. Tradisi yang selalu dilakukan pada sore hari tersebut sempat menutup jalan selama beberapa jam ketika tradisi berjalan.


Sumber  : senitradisional.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar