Satu diantara banyak Budaya & Tradisi seni tari yang masih terus dilestarikan adalah reog. Seni ini
berasal dari bagian barat laut. Ponorogo dianggap sebagai kota asal reog
sebenarnya, sehingga disebut dengan Reog Ponorogo. Salah satu
budaya & tradisi seni yg kental
dengan hal-hal berbau mistis, sehingga sering diidentikkan dengan dunia hitam,
dunia kekuatan supranatural.
Permainan
seni reog selalu diiringi dengan musik tradisional atau disebut juga dengan
gamelan. Peralatan musik yang biasanya digunakan sebagai pengiring reog yaitu
gong, terompet, kendang, ketipung, dan angklung.
Masyarakat
biasanya mementaskan reog saat acara khitanan, pernikahan, hari-hari besar
nasional, dan festival tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
Ponorogo. Festival tersebut terdiri dari Festival Reog Nasional, Festival Reog
Mini Nasional dan Pertunjukan pada Bulan Purnama yang diselenggarakan di
alun-alun Ponorogo. Festival Reog Nasional selalu dilaksanakan setiap tahun
menjelang bulan Muharam atau dalam traidisi Jawa disebut dengan bulan Suro.
Pertunjukan ini merupakan rentetan acara–acara Grebeg Suro dan Ulang Tahun Kota
Ponorogo
Grebeg
Suro merupakan event budaya tersebar di kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan
dalam rangka menyongsong Tahun Baru Islam atau Tahun baru Saka yang sering
dikenal sebagai tanggal satu Suro. Pagelaran kesenian Reog akbar ini bertaraf
nasional sehingga pesertanya pun berasal dari berbagai daerah di Indonesia
bahkan pernah yang berasal dari luar negeri. Pertujukan ini menjadi salah satu
andalan pemerintah daerah Ponorogo dalam meningkatkan daya tarik bagi wisatawan
lokal maupun manca negara.
Demikian pula dengan dengan Festival Reog Mini tingkat nasional. Seluruh pesertanya adalah generasi muda atau golongan remaja. Mereka rata–rata masih duduk dibangku sekolah di tingkat SD atau SMP. Mereka adalah generasi penerus kesenian Reog yang nampaknya semakin berkembang. Pola kegiatannya hampir sama dengan Festival Reog Nasional, hanya saja yang berbeda adalah peserta, selain itu waktu pelaksanaannya adalah bulan Agustus.
Demikian pula dengan dengan Festival Reog Mini tingkat nasional. Seluruh pesertanya adalah generasi muda atau golongan remaja. Mereka rata–rata masih duduk dibangku sekolah di tingkat SD atau SMP. Mereka adalah generasi penerus kesenian Reog yang nampaknya semakin berkembang. Pola kegiatannya hampir sama dengan Festival Reog Nasional, hanya saja yang berbeda adalah peserta, selain itu waktu pelaksanaannya adalah bulan Agustus.
Agenda
pertunjukan kesenian reog yang lain dan tak kalah ramai dari pengunjung adalah
pertunjukan Reog Bulan Purnama. Pentas ini rutin dilaksanakan bertepatan dengan
malam bulam purnama. Peserta dari pentas ini adalah grup–grup lokal yang
diwakilkan melalui kecamatan – kecamatan. Biasanya pentas ini disertai dengan
beberapa pertunjukan tari garapan dari Sanggar seni di ponorogo atau kesenian
lainnya.
Budaya & Tradisi Seni
Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian dua sampai tiga tarian pembukaan.
Enam sampai delapan pria gagah berani dengan pakaian serba hitam dan muka
dipoles warna merah membawakan tarian pertamanya. Para penari ini menggambarkan
sosok singa yang pemberani. Selanjutnya enam sampai delapan gadis yang menaiki
kuda melanjutkan tarian reog. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya
diperankan oleh penari laki-laki berpakaian wanita. Biasanya, sebagai tarian
pembukanya, beberapa anak kecil membawakan tarian dengan berbagai adegan lucu.
Tarian ini disebut Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah
mereka membawakan tarian pembukaan, ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan
pernikahan maka mereka menampilkan adegan percintaan. Bila acara khitanan,
biasanya cerita pendekar.
Adegan
dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini
selalu ada interaksi antara pemain dan dalang, kadang-kadang dengan penonton.
Terkadang bila seorang pemain yang sedang pentas kelelahan dapat digantikan
oleh yang lain. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah
memberikan kepuasan kepada penonton. Adegan terakhir adalah singa barong.
Pemain memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari
bulu burung merak. Berat topengnya bisa mencapai 50-60 kg. Mereka membawa
topeng tersebut dengan giginya. Kemampuan membawakan topeng ini selain
diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diperoleh dengan latihan
spiritual seperti puasa dan tapa.
Asal Mula Reog
Meski
terdapat berbagai versi terkait asal mula reog, tapi cerita yang paling populer
dan berkembang di masyarakat adalah cerita tentang pemberontakan seorang abdi
kerajaan pada masa kerajaan Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bernama Ki
Ageng Kutu Suryonggalan. Bhre Kertabhumi merupakan raja Majapahit yang berkuasa
pada abad ke-15.
Raja ini sangat korup dan tidak pernah memenuhi kewajiban layaknya seorang raja, sehingga membuat Ki Ageng Kutu murka kepada sang raja. Apalagi terhadap permaisurinya yang keturunan Cina itu memiliki pengaruh kuat terhadap kerajaan. Bukan hanya itu saja, rekan-rekan permaisurinya yang keturunan Cina mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Ki Ageng Kutu memandang, kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Lalu dia meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan yang mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan kepada anak-anak muda. Harapannya, anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sukur-sukur bisa melakukan perlawanan terhadap kerajaan.
Raja ini sangat korup dan tidak pernah memenuhi kewajiban layaknya seorang raja, sehingga membuat Ki Ageng Kutu murka kepada sang raja. Apalagi terhadap permaisurinya yang keturunan Cina itu memiliki pengaruh kuat terhadap kerajaan. Bukan hanya itu saja, rekan-rekan permaisurinya yang keturunan Cina mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Ki Ageng Kutu memandang, kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Lalu dia meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan yang mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan kepada anak-anak muda. Harapannya, anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sukur-sukur bisa melakukan perlawanan terhadap kerajaan.
Hanya
saja, Ki Ageng Kutu menyadari, bahwa pasukannya terlalu kecil melakukan
perlawanan terhadap pasukan kerajaan. Maka dari itu, Ki Ageng Kutu hanya bisa
menyampaikan pesan dan sindirian melalui pertunjukan seni Reog. Pagelaran Reog
menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reog. Seni reog digunakan oleh Ki Ageng Kutu sebagai sarana
mengumpulkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap kerajaan. Hal terpenting
adalah sebagao saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu
untuk menyindirnya.
Dalam
pertunjukannya, ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai
“Singa barong”. Kemudian topeng berbentuk raja hutan, yang menjadi simbol untuk
Kertabhumi. Diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas
raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya. Jatilan, diperankan
oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol
kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit. Ini menjadi perbandingan kontras dengan
kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol
untuk Ki Ageng Kutu. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan
prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tokohnya disebut dengan
Jathil. Sementara Warok adalah orang yang memiliki tekad suci, memberikan
tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih.
Kepopuleran
Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan
menyerang perguruannya. Pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan
perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid
Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Meski begitu, kesenian
Reog sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi
pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur
baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu
Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi
resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang
berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning Namun, di tengah perjalanan ia
dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri
dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan
Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam
tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya
merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan
mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan “kerasukan” saat
mementaskan tariannya.
Versi
lainnya mengenai asal-usul Reog adalah cerita tentang perjalanan Prabu Kelana
Sewandana mencari gadis pujaannya. Sang Prabu ditemani prajurit berkuda dan
patihnya yang setia bernama Pujangganong. Sang prabu menemukan pujaan hatinya,
ia jatuh hati kepada putri Kediri yang bernama Dewi Sanggalangit. Putri Kediri
ini mau menerima Prabu Kelana asal dengan satu syarat, sang prabu harus bisa
menciptakan sebuah kesenian baru. Diciptakanlah kesenian tersebut yang dikenal
dengan reog dengan memasukan unsur mistis yang kekuatan spiritual, sehingga
memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.
Hingga
kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur
mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog
merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang
ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat
yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan
yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih
berlaku.
Namun, perubahan zaman dan perilaku manusia menyebabkan terjadinya pergeseran makna yang terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo. Masyarakat Ponorogo saat ini mengganggap kesenian reog merupakan pelengkap dari sebuah acara atau hanya berupa sebuah hiburan saja. Misalnya pementaasan reog dilombakan pada acara-acara tertentu untuk memeriahkan acara tersebut, salah satunya perlombaan dalam festival.
Namun, perubahan zaman dan perilaku manusia menyebabkan terjadinya pergeseran makna yang terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo. Masyarakat Ponorogo saat ini mengganggap kesenian reog merupakan pelengkap dari sebuah acara atau hanya berupa sebuah hiburan saja. Misalnya pementaasan reog dilombakan pada acara-acara tertentu untuk memeriahkan acara tersebut, salah satunya perlombaan dalam festival.
Sumber :
http://kebudayaanindonesia.net
0 komentar:
Posting Komentar