Budaya, Tradisi Pacuan Sapi atau lebih dikenal
masyarakat dengan sebutan "Karapan
Sapi" adalah
sebuah tradisi masyarakat Madura, Jawa Timur. Meskipun tidak diketahui persis kapan
tradisi unik ini tercipta, akan tetapi tradisi ini telah dikenal masyarakat
sejak abad ke-13 masehi. Masyarakat melakukan kegiatan tradisi Karapan
Sapi ini
sebagai pesta rakyat yakni ungkapan kegembiraan mereka atas panen Padi dan
Tembakau yang mereka dapatkan dari sawah dengan bantuan pengolahan tanah
(membajak tanah) oleh sapi.
"Karapan sapi” merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal
dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik
semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi
tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain.
Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat
berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di Madura
menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun,
dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota
Karesidenan, Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden."
Kegiatan balapan sapi ini diduga
tercipta karena faktor alam di pulau madura yang memiliki lahan pertanian
kurang subur, masyarakat memanfaatkan tenaga sepasang sapi untuk menggarap
sawah mereka dengan alat yang terbuat dari bambu yang dikaitkan ke leher sapi
tersebut. Yaa, pangeran ketandur(Sayyid Ahmad Baidawi), yang
memanfaatkan Sapi untuk menyulap tanah yang tandus menjadi subur, beliau yang
disebut-sebut sebagai Pencetus pertama tradisi ini.
Dalam tradisi karapan sapi, tentunya para peserta berusaha agar menjadi yang pertama mencapai garis finish. Maka, mereka mempersiapkan sapi yang sehat, kuat dan berstamina. Tidak hanya itu, sang joki juga memberikan cabukan ke tubuh sapi agar berlari lebih cepat. Nah, hal inilah yang tidak diinginkan,-kekerasan pada sapi.
Dalam tradisi karapan sapi, tentunya para peserta berusaha agar menjadi yang pertama mencapai garis finish. Maka, mereka mempersiapkan sapi yang sehat, kuat dan berstamina. Tidak hanya itu, sang joki juga memberikan cabukan ke tubuh sapi agar berlari lebih cepat. Nah, hal inilah yang tidak diinginkan,-kekerasan pada sapi.
Kabupaten
Bangkalan, Madura awali karapan sapi
tanpa kekerasan 2012 tahun lalu atas usulan dari para ulama dan masyarakat
penyayang binatang di Madura. Lalu, bagaimana proses karapan sapi tanpa
kekerasan (cambukan)? Pasti Anda mulai bertanya-tanya. Sama saja dengan karapan
sapi yang menggunakan rekeng. Jadi, sang joki bertanding tanpa rekeng, memang
laju kecepatan sapi berkurang, sekita 0,2 sampai 5 detik saja. Untuk memacunya
sapinya sang Jokki biasa berteriak kencang sembari menarik ekor sapi.
Sapi yang dilombakan tidak hanya satu
namun sepasang sapi. Lalu bagaimana caranya agar kedua sapi tersebut dapat
disatukan saat lomba? ada kayu khusus yang digunakan untuk menyatukan kedua
sapi kerap tersebut. Nama kayu itu adalah "Kaleles" yang berguna
untuk mengikat antar sapi kanan dan sapi. Selain itu Kaleles berguna sebagai
tempat untuk mengendarai dan mengendalikan kedua sapi kerap. sapi-sapi tersebut
adalah sapi asli Madura yang memang memiliki bentuk yang khas dan pas untuk
dilombakan. konon katanya sapi madura memang hewan ternak asli Madura yang
digunakan untuk membantu petani bercocok tanam serta mengolah sawah dan ladang.
Karapan sendiri berasal dari bahasa Madura yaitu kata "Kerrap" yang
berarti berpacu atau berlomba menjadi yang tercepat dan terbaik. Inilah
filosofi hidup yang melambangkan bahwa masyarakat madura adalah pekerja keras
yang mudah menyerah serta berlomba lomba untuk menjadi yang terbaik. Sapi kene' adalah sapi kecil dengan joki anak usia 7-10 tahun
Budaya & tradisi balapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu : babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali beberapa pasang sapi yang memempati kemenangan urutan teratas di masing-masing kelompok.
Babak Ketiga atau semifinal, pada babak ini masing sapi yang menang pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.
Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan, Pamekasan untuk memperebutkan piala Presiden Republik Indonesia.
*** ) dari berbagai seumber
0 komentar:
Posting Komentar