Dalam perjalanan
anak manusia di muka bumi, tatanan kehidupan masa lalu sepatutnya senantiasa
menjadi pegangan. Menjadi penuntun agar terpeliharanya tataran budaya yang
mengakar turun termurun sejak jaman nenek moyang. Di mana pun itu, di berbagai
daerah yang ada di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tenggara. Dalam mengemban
kehidupan untuk memanjangkan keturunan dari generasi ke generasi, tahap demi
tahap kegiatan dijalani sebagai suatu nilai sakral yang tidak boleh dilewatkan begitu
saja, seperti dalam adat pertunangan dalam masyarakat Tolaki.
Pertunangan yang
berlaku di masing-masing daerah di Nusantara tentu saja memiliki keunikan
tersendiri serta tata cara yang beragam. Nilai keanekaragaman inilah yang
senantiasa menambah kekhasan adat budaya yang ada di Indonesia.
Tolaki adalah salah
satu suku di Sulawesi Tenggara. Suku ini mendiami daerah yang berada di sekitar
Kabupaten Kendari dan Konawe. Selain Suku Buton dan Suku Muna, Suku Tolaki
adalah salah satu suku dengan populasi terbesar yang ada di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Asal kata tolaki dipercaya berasal dari to “orang
atau manusia”, laki ” laki-laki”, maka Tolaki sering dimaknai
sebagai manusia yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani dan menjunjung
tinggi kehormatan dan harga diri.
Orang Tolaki pada
mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit).
Menurut Tarimana (1993), mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan
langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina (Granat, dalam Needhan 1973 yang
dikutip Tarimana). Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara kata “hiu”
yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo” (Tolaki) yang
berarti “ikut pergi ke langit”.
Dalam kehidupan
bermasyarakat, suku Tolaki memiliki nilai-nilai luhur yang dituangkan dalam keseharian
mereka dan menjadi pegangan dalam kehidupan bermasyarakat. Ada pun falsafah
kebudayaan masyarakat Tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan,
di antaranya:
1.
Budaya O’sara, budaya patuh dan setia terhadap putusan
lembaga adat;
2. Budaya Kohanu,
budaya malu;
3.
Budaya Merou, paham sopan santun dan tata pergaulan.
Nilai-nilai luhur
tersebut bisa dililhat dalam salah satu proses daur hidup Suku Tolaki;
Perkawinan. Sehingga sebelum sampai pada masa perkawinan/pernikahan (dalam adat
masyarakt Tolaki disebut prosesi Mowindahako), terlebih dahulu
menjalani berbagai prosesi, salah satu bagian terpentingnya adalah tahap
pertunangan, peminangan atau Mowawo Niwule.
Sehingga dalam
tradisi perkawinan Masyarakat Tolaki, mengharuskan adanya hubungan yang baik
antara pihak laki-laki dan perempuan dalam menentukan arahan bagi masa depan
kedua mempelai. Sebagai bukti, nilai mahar yang harus dipenuhi oleh pihak
laki-laki kepada keluarga perempuan pada saat pertunangan dan perkawinan
merupakan buah dari kesepakatan yang terlebih dahulu dirundingkan.
Sebelum perkawinan,
seorang pemuda calon mempelai harus terlebih dahulu melayani dan menjalani masa
percobaan dengan calon mertuanya. Persyaratan ini merupakan syarat yang harus
dipenuhi terlebih dahulu oleh pihak laki-laki kepada perempuan sebagai bagian
dari prosesi pertunangan.
Pertunangan pada
adat masyarakat Tolaki berlaku sejak lamaran diterima. Umumnya, pertunangan
terjadi karena anak perempuan yang dimaksud belum dewasa, sehingga harus
menunggu hingga dewasa. Itulah kenapa masyarakat Tolaki mengenal dan kadang
melaksanakan prosesi pertunangan untuk menunggu sampai salah satunya
benar-benar dewasa.
Dalam adat
masyarakat Tolaki, pertunangan merupakan proses pembelajaran dan pelatihan bagi
mempelai pria agar memiliki sikap kedewasaan. Dan ini benar-benar diutamakan.
Berbagai hal yang menyangkut kehidupan berkeluarga diberikan sebagai
pembekalan, supaya saat memasuki kehidupan keluarga baru nantinya, keduanya
sudah benar-benar dewasa dalam menghadapi berbagai masalah dan lika-liku
kehidupan.
Jadi, masa
pertunangan bagi calon suami perempuan merupakan kewajiban sebagai proses
pembelajaran untuk dapat memberikan nafkah lahiriah seperti makan dan
lain-lain. Sehingga mengabdi kepada orang tua perempuan selama masa pertunangan
merupakan keharusan tersendiri. Sebagai masa ujian atau rujukan penilaian pihak
perempuan sebelum menyerahkan anak gadis mereka pada laki-laki tersebut. Salah
satu contohnya: ikut bersama-sama membuka lahan pertanian atau pekebunan dengan
proses pembelajaran dalam tahap pertunangan bagi calon mempelai pria akan
berlangsung hingga setelah panen.
Masyarakat Tolaki
umumnya merupakan peladang dan petani yang handal. Bagi orang Tolaki,
padi-padian yang tumbuh di ladang menjadi makanan pokok; akan tetapi
mereka juga menanam ubi jalar, tebu, aneka macam sayuran, tembakau, dan kopi.
Model pertunangan
pada adat masyarakat Tolaki sedikitnya memiliki kemiripan dengan model
pertunangan yang terdapat pada adat pertunangan suku Muli yaitu adat paniwih. Perbedaannya
adalah saat pertunangan pada adat Tolaki ketika sudah cukup waktunya untuk
menikah yang dinyatakan oleh pihak perempuan, dengan kriteria sudah cukup
dewasa bagi keduanya dan cukup beras untuk pesta makan, maka pernikahan akan
segera dilaksanakan. Hal ini dapat juga kita kaitkan dengan ungkapan klasik
dari masyarakat Tolaki yang berpandangan “lebih mudah menjaga 40 ekor kerbau
dari pada menjaga seorang anak gadis”. Tentunya ini merupakan hal yang telah
diatur sedemikian rupa, di samping mengindahkan ungkapan tersebut.
Penyelenggaraan
prosesi pernikahan/perkawinan pada umumnya dapat dipercepat. Namun, diperlukan
kesiapan pihak laki-laki. Dan pihak perempuan akan memberikan kesempatan
seluas-luasnya pada pihak laki-laki untuk mempersiapkan persyaratan atau pun
hasil kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya. Baik berkenaan dengan nilai
mahar maupun penyelenggaraan pesta. Akan tetapi, syarat yang paling utama
adalah pria tersebut sudah cukup dewasa. Pada dasarnya terlaksananya perkawinan
secara sempurna, kedua belah pihak harus sudah siap untuk menyelenggarakan
pesta sehingga dapat dihindari terjadinya kekurangan biaya atau dalam ungkapan
adat Tolaki disebut salabao.
Pesta pertunangan
bagi masyarakat yang berdiam di Nusantara merupakan gambaran kehidupan
masyarakat yang masih syarat dengan nilai sosial, kebersamaan, dan nilai
sejarah. Berbagai persiapan serta makna-makna kegiatan dilaksanakan dengan
maksud untuk menyiapkan kedua pengantin memasuki bahtera rumah tangga.
Tradisi pertunangan
dalam masyarakat Tolaki sudah dilaksanakan secara berkesinambungan dari satu
generasi ke generasi seterusnya. Kini kehidupan terus mengalami kemajuan dengan
segala bentuk perubahan yang kian menghampiri kehidupan manusia zaman sekarang
ini. Tapi dengan upaya pelestarian nilai-nilai kehidupan yang ada kiranya hal
tersebut seharusnya tidak terkikis dan hilang seiring gilasan roda kebudayaan
modern. Sebagai jalan keluarnya, kepedulian dan perhatian kita semua harus
lebih ditingkatkan terhadap adat dan budaya yang memiliki kebermanfaatan yang
luar biasa. Agar kita tetap menjadi bangsa yang besar dengan jati diri yang
tetap mengakar dari budaya kita sendiri. (Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat, Adat)
0 komentar:
Posting Komentar