Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penting di Indonesia. Provinsi yang terdiri atas 33 kabupaten ini dihuni multi-etnnis mulai dari Batak, Melayu, Nias, Jawa, Aceh hingga suku Tionghoa. Namun, jika didasarkan pada statistik, tentu suku yang dominan di provinsi ini adalah Batak (Karo, Toba, Mandailing, Angkola, Simalungun dan Pakpak). Jika berbicara mengenai karya seni tradisional, maka boleh jadi rumah adat Sumatera Utara merupakan signatur yang tak boleh dilewatkan. Hunian tradisional yang diberi nama “Si Baganding Tua” tersebut mencerminkan keterampilan seni rupa masyarakat Sumatera Utara yang tinggi.
Si Pemberi Rezeki
Nama “Si Baganding Tua” melekat pada rumah adat Sumatera Utara bukan tanpa alasan. Hewan yang nyaris dianggap mitos ini dahulu dianggap sebagai pemberi nazib mujur dan rejeki melimpah. Pemberian nama tersebut diharapkan menjadi pemantik keberuntungan bagi si penghuni rumah. Jika dikaji dari struktur bangunan, rumah adat Sumatera Utara ini memiliki bentuk yang unik dan hampir menyerupai rumah adat Toraja.
Signatur yang paling khas adalah atap yang menjulang tinggi berbentuk segitiga dan melambangkan kerbau yang sedang berdiri tegak. Bahkan pada setiap bagian paling puncak dari atapnya terkadang dihiasi dengan kepala kerbau. Selain itu, jika detil diperhatikan, kita akan menjumpai ukiran dan pahatan khas batak di sekujur badan rumah. Ukiran dan pahatan ini sangat teliti dan rapi.
Ukiran ini lazimnya dicat dalam 3 warna yakni hitam, putih dan juga merah. Ukiran cantik tersebut memiliki muatan filosofis khas Batak. Jika diperhatikan lebih rinci lagi, pada bagian kiri maupun kanan rumah bisa dijumpai ukiran menyerupai payudara. Ukiran ini merupakan perlambang kemakmuran atau kesuburan (odap-odap). Di bagian lainnya, Anda juga boleh jadi menemukan ukiran berbentuk cicak. Hewan yang satu ini, bagi masyarakat Batak, dianggap sebagai pelindung atau boraspati.
Ukiran pada rumah adat Sumatera Utara ini dikenal dengan istilah Gorga. Ia merupakan ornament penting dengan nilai mistik penolak bala. Lazimnya ukiran gorga ini hanya akan kita jumpai di bagian luar rumah.
Bagian-Bagian Rumah
Adapun rumah adat Sumatera Utara ini dibagi ke dalam dua bagian besar yang terdiri atas dua bangunan yang berdekatan, yakni ruma atau tempat tinggal dan sopo atau lumbung padi. Di antara kedua bangunan ini biasanya ada pelataran yang digunakan sebagai ruang terbuka untuk kegiatan warga. Jika kita melongok ke atas rumah adat Si Baganding Tua, maka kita tak akan menjumpai sekat-sekat selayaknya rumah. Hunian ini hanya terdiri atas satu ruangan terbuka yang digunakan untuk kegiatan apapun. Dahulu, rumah adat batak dengan ukuran yang besar (dikenal juga dengan nama Bolon) bisa menamoung 2 sampai 6 keluarga.
Rumah Adat Sumatera Utara ini hakekatnya merupakan warisan suku Batak. Suku Batak yang ada di Sumatera Utara ini sendiri dibagi ke dalam 6 puak antara lain Karo, Mandailing, Pakpak, dan lain-lain. Ternyata masing-masing puak ini memiliki kekhasannya sendiri terkait hunian. Misalnya saja rumah adat Batak Karo yang terlihat lebih besar dan tinggi dibandingkan rumah adat suku Batak lainnya. Selain itu, atapnya juga khas sebab terbuat dari ijuk dan dilaoisi dengan tersek. Dengan lapisan yang banyak ini, rumah adat Batak Karo terlihat lebih berbeda dari rumah adat Sumatera Utara lainnya. Meskipun secara keseluruhan bisa dikatakan sama meski tidak persis.
(Tradisi, Rumah adat, Budaya, Ciri Khas, )
Nama “Si Baganding Tua” melekat pada rumah adat Sumatera Utara bukan tanpa alasan. Hewan yang nyaris dianggap mitos ini dahulu dianggap sebagai pemberi nazib mujur dan rejeki melimpah. Pemberian nama tersebut diharapkan menjadi pemantik keberuntungan bagi si penghuni rumah. Jika dikaji dari struktur bangunan, rumah adat Sumatera Utara ini memiliki bentuk yang unik dan hampir menyerupai rumah adat Toraja.
Signatur yang paling khas adalah atap yang menjulang tinggi berbentuk segitiga dan melambangkan kerbau yang sedang berdiri tegak. Bahkan pada setiap bagian paling puncak dari atapnya terkadang dihiasi dengan kepala kerbau. Selain itu, jika detil diperhatikan, kita akan menjumpai ukiran dan pahatan khas batak di sekujur badan rumah. Ukiran dan pahatan ini sangat teliti dan rapi.
Ukiran ini lazimnya dicat dalam 3 warna yakni hitam, putih dan juga merah. Ukiran cantik tersebut memiliki muatan filosofis khas Batak. Jika diperhatikan lebih rinci lagi, pada bagian kiri maupun kanan rumah bisa dijumpai ukiran menyerupai payudara. Ukiran ini merupakan perlambang kemakmuran atau kesuburan (odap-odap). Di bagian lainnya, Anda juga boleh jadi menemukan ukiran berbentuk cicak. Hewan yang satu ini, bagi masyarakat Batak, dianggap sebagai pelindung atau boraspati.
Ukiran pada rumah adat Sumatera Utara ini dikenal dengan istilah Gorga. Ia merupakan ornament penting dengan nilai mistik penolak bala. Lazimnya ukiran gorga ini hanya akan kita jumpai di bagian luar rumah.
Bagian-Bagian Rumah
Adapun rumah adat Sumatera Utara ini dibagi ke dalam dua bagian besar yang terdiri atas dua bangunan yang berdekatan, yakni ruma atau tempat tinggal dan sopo atau lumbung padi. Di antara kedua bangunan ini biasanya ada pelataran yang digunakan sebagai ruang terbuka untuk kegiatan warga. Jika kita melongok ke atas rumah adat Si Baganding Tua, maka kita tak akan menjumpai sekat-sekat selayaknya rumah. Hunian ini hanya terdiri atas satu ruangan terbuka yang digunakan untuk kegiatan apapun. Dahulu, rumah adat batak dengan ukuran yang besar (dikenal juga dengan nama Bolon) bisa menamoung 2 sampai 6 keluarga.
Rumah Adat Sumatera Utara ini hakekatnya merupakan warisan suku Batak. Suku Batak yang ada di Sumatera Utara ini sendiri dibagi ke dalam 6 puak antara lain Karo, Mandailing, Pakpak, dan lain-lain. Ternyata masing-masing puak ini memiliki kekhasannya sendiri terkait hunian. Misalnya saja rumah adat Batak Karo yang terlihat lebih besar dan tinggi dibandingkan rumah adat suku Batak lainnya. Selain itu, atapnya juga khas sebab terbuat dari ijuk dan dilaoisi dengan tersek. Dengan lapisan yang banyak ini, rumah adat Batak Karo terlihat lebih berbeda dari rumah adat Sumatera Utara lainnya. Meskipun secara keseluruhan bisa dikatakan sama meski tidak persis.
(Tradisi, Rumah adat, Budaya, Ciri Khas, )
***)berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar