Warga Pontianak punya cara untuk menyambut datangnya Lebaran. Warga
mengadakan festival meriam karbit tepat di saat malam takbiran. Festival ini
sudah menjadi tradisi khusus di Pontianak. Di mana saat malam takbiran, ratusan
meriam yang terbuat dari bambu dan diberi karbit dijejerkan di pinggir Sungai
Kapuas. Meriam-meriam itu lalu disulut sehingga tampak seperti perang.
Atraksi permainan meriam karbit sebenarnya mempunyai kisah
sejarah yang menarik. Menurut cerita, Kesultanan Kadriah Pontianak di tahun
1771 sampai 1808, tujuan awal dari membunyikan meriam adalah untuk
membuang sial dan mengusir hantu kuntilanak yang ada di Kota Pontianak. Bunyi
kerasnya juga menjadi pertanda waktu azan Maghrib. Seiring berjalannya waktu,
tradisi meriam karbit berkembang menjadi daya tarik pariwisata.
Festival meriam karbit itu sendiri digelar untuk
mengenang pendiri Kota Pontianak, Sultan Syarif Abdurahman Alkadri. Dahulu
Sultan Syarif punya kebiasaan mengusir kultilanak dengan membunyikan meriam.
Hal itu lalu dilakukan terus menerus saat malam takbiran dan kini sudah menjadi
tradisi. Dan saat ini Pemerintah Kota Pontianak mengemas tradisi itu menjadi
festival di Pelabuhan Sangie Pontianak.
Festival tahunan ini akan memperebutkan piala yang
diberikan Pemerintah Kota Pontianak. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
Kalimantan Barat dan Kota Pontianak yang akan menjadi dewan yang menilai.
Setiap kelompok akan dinilai dari bunyi meriam mereka. Satu kelompok dapat
membawa meriam maksimal lima buah. Di sini akan dinilai kekompakan bunyi meriam
dan tim nya. Sebelumnya setiap meriam yang ikut serta terlebih dahulu akan
dihias dengan dekorasi yang diinginkan. Latar wajib yang dipergunakan adalah berbentuk
masjid dan tubuh meriam dengan motif bunga. Hanya meriam sesuai kriteria yang
akan diikutsertakan.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat, )
0 komentar:
Posting Komentar