Jawa Barat merupakan wilayah persisir pantai utara Jawa yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai nelayan. Para nelayan Indramayu memiliki tradisi yang cukup unik, yaitu tradisi nadran atau pesta laut yang merupakan agenda rutin bagi para nelayan yang diadakan dua tahun sekali. Nadran dilakukan dua minggu setelah hari raya Idul Fitri.
Tradisi Nadran yang digelar oleh para nelayan Indramayu adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan, baik berupa keselamatan ketika berlayar di laut maupun hasil ikan yang melimpah sepanjang tahun yang lalu.
Tradisi nadran diawali dengan pemotongan kerbau sehari sebelum acara puncak. Sesaji dan doa dipanjatkan sebelum kerbau disembelih agar proses penyembelihan lancar. Kepala kerbau yang sudah dipotong kemudian akan menjadi sesaji yang dilarung ke tengah laut dengan pendamping beragam tumpeng, kembang, dan jajanan pasar.
Tradisi nadran sendiri mula-mula diawali dengan diadakannya pagelaran tari-tarian dan hiburan rakyat tradisional seperti reog, jaipong, genjring, tari kerbau dan lain-lain. Semua warga nelayan indramayu yang hadir hari itu tumplek blek menikmati pesta tahunan ini hingga pesta ini menjadi begitumeriah.
Kemeriahan pun tampak di dalam ruangan khusus di mana ibu-ibu dan bapak-bapak nelayan yang dianggap kompeten menyiapkan meron yang akan dilarung keesokan harinya. Meron sendiri merupakan sebuah miniatur perahu yang didalamnya diisi dengan kepala kerbau, kulit kerbau, dan berbagai macam sesaji yang nantinya akan diangkut kedalam perahu sungguhan untuk kemudian dilarung ke tengah-tengah lautan (± 50 meter dari pantai).
Ketika meron telah dimuat kedalam perahu, para nelayan dengan perahunya masing-masing akan mengawal merahu yang membawa meron. Ketika tiba ditujuan, dan meron itu dilarungkan, para nelayan yang tadi mengawal akan berbondong-bondong ikut terjun kelaut memperebutkan segala sesaji dari meron yang dilarungkan tersebut. Mereka percaya bahwa berbagai sesaji yang mereka dapat dari meron, dapat berkhasiat menjadi penolak bala sekaligus mendatangkan rezeki yang melimpah ketika dibawa berlayar untuk mencari ikan.
Setelah acara larungan meron, sang dukun yang bertugas sebagai pembaca mantra dan doa-doa itu pun akan mengambil air laut yang nantinya akan dipakai dalam acara ruwatan pada malam berikutnya. Upacara ruwatan itu sendiri berupa upacara untuk meminta keselamatan yang ditandai dengan digelarnya pertunjukan wayang kulit dengan lakon tertentu.
Air laut yang siang tadi diambil ketika upacara larung meron dan telah dicampur dengan air-air lainnya oleh sang dukun, akan dibagikan kepada warga setelah acara ruwatan selesai sebagai ajimat agar sentiasa diberikan keselamatan.
Upacara ruwatan tersebut juga merupakan acara penutup pada acara tradisi nadran. Usai acara ruwatan, para nelayan pun pulang kerumah masing-masing untuk kembali menjalankan rutinitas sehari-hari mereka yang tak lepas dari jaring dan perahu.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat,Tradisi., )
Tradisi Nadran yang digelar oleh para nelayan Indramayu adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan, baik berupa keselamatan ketika berlayar di laut maupun hasil ikan yang melimpah sepanjang tahun yang lalu.
Tradisi nadran diawali dengan pemotongan kerbau sehari sebelum acara puncak. Sesaji dan doa dipanjatkan sebelum kerbau disembelih agar proses penyembelihan lancar. Kepala kerbau yang sudah dipotong kemudian akan menjadi sesaji yang dilarung ke tengah laut dengan pendamping beragam tumpeng, kembang, dan jajanan pasar.
Tradisi nadran sendiri mula-mula diawali dengan diadakannya pagelaran tari-tarian dan hiburan rakyat tradisional seperti reog, jaipong, genjring, tari kerbau dan lain-lain. Semua warga nelayan indramayu yang hadir hari itu tumplek blek menikmati pesta tahunan ini hingga pesta ini menjadi begitumeriah.
Kemeriahan pun tampak di dalam ruangan khusus di mana ibu-ibu dan bapak-bapak nelayan yang dianggap kompeten menyiapkan meron yang akan dilarung keesokan harinya. Meron sendiri merupakan sebuah miniatur perahu yang didalamnya diisi dengan kepala kerbau, kulit kerbau, dan berbagai macam sesaji yang nantinya akan diangkut kedalam perahu sungguhan untuk kemudian dilarung ke tengah-tengah lautan (± 50 meter dari pantai).
Ketika meron telah dimuat kedalam perahu, para nelayan dengan perahunya masing-masing akan mengawal merahu yang membawa meron. Ketika tiba ditujuan, dan meron itu dilarungkan, para nelayan yang tadi mengawal akan berbondong-bondong ikut terjun kelaut memperebutkan segala sesaji dari meron yang dilarungkan tersebut. Mereka percaya bahwa berbagai sesaji yang mereka dapat dari meron, dapat berkhasiat menjadi penolak bala sekaligus mendatangkan rezeki yang melimpah ketika dibawa berlayar untuk mencari ikan.
Setelah acara larungan meron, sang dukun yang bertugas sebagai pembaca mantra dan doa-doa itu pun akan mengambil air laut yang nantinya akan dipakai dalam acara ruwatan pada malam berikutnya. Upacara ruwatan itu sendiri berupa upacara untuk meminta keselamatan yang ditandai dengan digelarnya pertunjukan wayang kulit dengan lakon tertentu.
Air laut yang siang tadi diambil ketika upacara larung meron dan telah dicampur dengan air-air lainnya oleh sang dukun, akan dibagikan kepada warga setelah acara ruwatan selesai sebagai ajimat agar sentiasa diberikan keselamatan.
Upacara ruwatan tersebut juga merupakan acara penutup pada acara tradisi nadran. Usai acara ruwatan, para nelayan pun pulang kerumah masing-masing untuk kembali menjalankan rutinitas sehari-hari mereka yang tak lepas dari jaring dan perahu.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat,Tradisi., )
0 komentar:
Posting Komentar