Kamis, 06 Agustus 2015

TRADISI & BUDAYA SEDEKAH KAMPUNG BANGKA BELITUNG

Sedekah Kampung adalah salah satu tradisi turun temurun lainnya yang bisa dijumpai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sedekah Kampung merupakan tradisi masyarakat Bangka Belitung yang banyak dilakukan di Kabupaten Bangka Barat, khususnya di Kecamatan Kelapa dan Simpang Teritip, salah satunya di Desa Peradong.  Peradong merupakan desa yang sedikit terpencil, bagian dari Kecamatan Simpang Teritip dan tergolong daerah pedalaman yang telah melakukan ritual Sedekah Kampung selama puluhan tahun, yang diwariskan oleh nenek moyang. Akan tetapi selama itu pula tradisi tersebut belum dikenal masyarakat luas, khususnya di Kepulauan Bangka Belitung.
Sedekah Kampung seperti halnya tradisi-tradisi lainnya merupakan bagian dari rumpun Pesta Adat yang banyak dikenal dan dilakukan di wilayah pedesaan. Dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari unsur-unsur atau nilai keagamaan yang mendominasi dalam ritual pelaksanaan Sedekah Kampung. Perayaan Sedekah Kampung telah dilaksanakan secara turun temurun dan tidak diketahui asal usul serta awal mulai dilaksanakannya. Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk Desa Peradong setiap tahun bertepatan dengan bulan Maulud (Rabiul Awwal) dan acaranya berlangsung selama 2 hari yang biasanya pada hari Sabtu dan Minggu. Biasanya acara ini dilaksanakan antara tanggal 15 sampai 30 Rabiul Awwal. Sebelum pelaksanaan acara tersebut, jauh sebelumnya pada malam hari sang tetua adat (dukun) sekarang Kek Jemat mengadakan ceriak (beceriak/becerita–musyawarah) pemanggilan orang-orang kampung sebagai pemberitahuan akan dilaksankannya upacara adat dan menentukan tanggal yang cocok untuk pelaksanaan upacara tersebut. Pada tanggal yang telah ditetapkan tetua adat sebagai pawang desa dengan dibantu penduduk setempat memulai membuat batu persucian (taber) dengan menggunakan bahan-bahan tradisional serta dedaunan dan gaharu (dupa) dari kayu buluh (bambo). Menurut sang dukun dahulu kala penggunaan dupa ini adalah sebagai alat untuk menarik minat orang-orang cina yang berdiam didesa tersebut agar memeluk agama Islam.
1).   Setelah persiapan, seperti; batu persucian (taber) dan gaharu selesai, kemudian pada hari yang telah ditentukan tersebut, tetua adat dan masyarakat menyiapkan makanan dan minuman, serta buah-buahan, uang dan binatang peliharaan seperti; ayam dan bebek untuk diperebutkan setelah ritual upacara permohonan izin dilakukan. Semua peralatan telah dipersiapkan, kira-kira pukul 1 siang dimulai dari balai adat, tetua adat bersama penduduk arak-arakan menuju istana
2).  Dengan diiringi semarang (selawatan barzanji) guna untuk meminta izin dan memulai pelaksanaan sedekah kampung. Setelah sampai disana, sang dukun kemudian duduk diatas makam bersamaan dengan dihidangkan berbagai macam jenis makanan khas desa, uang serta hewan peliharaan seperti ayam dan bebek, kemudian mulai pembacaan do’a dan mantera.

Setelah pembacaan do’a dan mantera selesai, penduduk naik keatas makam dan memperebutkan ayam, bebek dan buah-buahan serta uang yang ada di atas makam tersebut. Upacara kemudian dilanjutkan dengan penampilan silat yang dilakukan oleh dua orang, kemudian sang dukun dan penduduk pembantunya melakukan pemberian tangkel (jimat) di empat penjuru dimulai dari istana tersebut menuju gerbang pintu masuk ke desa sampai akhir perbatasan desa tersebut. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala bentuk gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung. Dalam pelaksanaa upacara ini, terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh semua orang yang mengikuti jalannya upacara ritual ini, yaitu duduk diatas pagar, meletakkan jemuran/pakaian berupa apapun diatas pagar dan bermain senter. Menurut penduduk apabila pantangan tersebut dilanggar, maka akan didatangi oleh makhluk-makhluk halus dan mengubahnya menjadi tepuler (kepala dengan wajah terbalik kebelakang). Untuk tetua adat selama acara berlangsung, tidak boleh makan dan minum.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Tradisi, upacara adat, )

***)berbagai sumber

1 komentar: