Bali memang menarik untuk dikunjungi. Selain memiliki pesona pemandangan alam, Pulau Dewata juga kaya akan tradisi budaya dan adat istiadat. Tidak heran, karena memang masyarakatnya masih berpegang teguh pada adat istiadat yang dijadikan sebagai kearifan lokal. Salah satu tradisi yang menarik adalah Ngerebong yakni sebuah tradisi unik di desa Pekriman, Kesiman Denpasar. Pura Petilan di Desa Kesiman di bagian timur Kota Denpasar lebih populer disebut Pura Pengerebongan. Mengapa nama Pura Petilan itu lebih terkenal dengan nama Pengerebongan. Hal ini disebabkan oleh adanya upacara Pengerebongan yang umumnya lebih menonjol kegiatannya daripada upacara keagamaan Hindu lainnya yang dilakukan di Pura Petilan tersebut. Filosofi apa yang sebenarnya yang ada di balik upacara Pengerebongan itu? Bagaimana relevansinya dengan kehidupan sekarang? Pengerebongan ini dilangsungkan sangat meriah karena melibatkan banyak pihak. Di samping itu, upacara Pengerebongan ini dipandang sangat unik oleh masyarakat umum utamanya di Kota Denpasar umumnya dan di daerah Kesiman khususnya. Upacara Pengerebongan biasanya dilaksanakan setiap 210 hari yang tepat 18 hari setelah hari raya Galungan atau 8 hari setelah hari raya Kuningan di Bali. Tradisi unik ini hanya ada di pura Pengerebongan yang terletak di desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur. Rangkain upacara biasanya dimulai saat pagi hari dengan melakukan tabuh rah dan beberapa rangkaian ritual lainnya sampai pada sore hari dilaksanakan puncak upcara Pengrebongan di pura Petilan dengan Pelawatan berupa Barong dan Rangda yang telah disucikan dan disakralkan semuanya diusung dan diikuti puluhan orang yang kerauhan atau trance dan mengelilingi wantilan yang ada di depan pura sebanyak tiga kali. Ketika puncak upacara ini, unsur magisnya begitu kuat sehingga tidak jarang para pengunjung juga ikut kerauhan atau kesurupan.
Upacara ini tergolong dalam upacara Bhuta Yadnya atau pecaruan. Upacara itu bertujuan untuk mengingatkan umat Hindu melalui media ritual sakral untuk memelihara keharmonisan hubungan antarmanusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan sesama umat manusia dan dengan alam lingkungannya. Upacara Pengerebongan diawali dengan upacara Nyanjan dan Nuwur. Tujuan upacara ini untuk memohon kekuatan suci batara-batari agar turun melalui pradasar-nya dari para umat. Umumnya para pengusung rangda dan pepatihnya setelah dilakukan upacara Nyanjan dan Nuwur itu dalam keadaan kerauhan. Setelah itu semua barong dan rangda serta pepatih yang dalam keadaan kerauhan tersebut keluar dan mengelilingi areal wantilan pura tersebut sebanyak 3 kali.
Saat melakukan prasawia itu, para pepatih melakukan ngunying atau yang dipakai ngurek itu keris tajam yang sungguhan, dada para pepatih itu sedikit pun terluka. Kalau sudah acara prasawia ini selesai semuanya kembali ke Gedong Agung dengan upacara Pengeluwuran. Mereka yang trance kembali seperti semula.
Setelah upacara Pengeluwuran itu maka dilanjutkan dengan upacara Maider Bhuwana Batara-batari para Manca dan Prasanak Pangerob dengan semua pengiringnya kembali mengelilingi wantilan tiga kali dengan cara Pradaksina. Mengelilingi dengan cara Pradaksina berlawanan dengan cara Prasawia tadi. Selanjuntnya upacara mengelilingi wantilan dengan cara Pradaksina dimulai dari arah timur menuju selatan terus ke barat menuju utara dan kembali ke timur. Pradaksina ini dilakukan tiga kali sebagai simbol pendakian hidup dari Bhur Loka menuju Bhuwah Loka dan yang tertinggi menuju Swah Loka yaitu alam kedewatan. Karena itulah upacara ini disebut upacara Maider Bhuwana mengelilingi alam semesta. Setelah selesai mengelilingi wantilan dengan Pradaksina semuanya kembali ke Jeroan Pura.
Adanya prosesi Prasawia dan Pradaksina dalam upacara Pengerebongan di Pura Petilan Kesiman ini sangat menarik untuk dipahami makna filosofinya. Prosesi Prasawia bermakna untuk meredam aspek Asuri Sampad atau kecenderungan keraksaan, sedangkan Pradaksina sebagai simbol untuk menguatkan Dewi Sampad yaitu kecenderungan sifat-sifat kedewaan. Kalau kecenderungan keraksasaan (Asuri Sampad) berada di bawah kekuasaan Dewi Sampad maka manusia akan menampilkan perilaku yang baik dan benar dalam kehidupan kesehariannya.
Adapun makna dari Upacara Pengerebongan ini adalahuntuk mengingatkan kebersamaan umat Hindu melalui ritual sakral untuk menjaga keharmonisan yaitu dengan memelihara hubungan antar manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam lingkungannya, dan manusia dengan Tuhan serta meningkatkan spiritual umatNya. Selain itu, tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah untuk tetap menjaga eksistensi kebudayaan Bali di tengah era globalisasi saat ini yang mana sisi-sisi kebudayaan semakin memudar dan tak jarang digantikan oleh kebudayaan-kebudayaan modern.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat, Tradisi, )
Upacara ini tergolong dalam upacara Bhuta Yadnya atau pecaruan. Upacara itu bertujuan untuk mengingatkan umat Hindu melalui media ritual sakral untuk memelihara keharmonisan hubungan antarmanusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan sesama umat manusia dan dengan alam lingkungannya. Upacara Pengerebongan diawali dengan upacara Nyanjan dan Nuwur. Tujuan upacara ini untuk memohon kekuatan suci batara-batari agar turun melalui pradasar-nya dari para umat. Umumnya para pengusung rangda dan pepatihnya setelah dilakukan upacara Nyanjan dan Nuwur itu dalam keadaan kerauhan. Setelah itu semua barong dan rangda serta pepatih yang dalam keadaan kerauhan tersebut keluar dan mengelilingi areal wantilan pura tersebut sebanyak 3 kali.
Saat melakukan prasawia itu, para pepatih melakukan ngunying atau yang dipakai ngurek itu keris tajam yang sungguhan, dada para pepatih itu sedikit pun terluka. Kalau sudah acara prasawia ini selesai semuanya kembali ke Gedong Agung dengan upacara Pengeluwuran. Mereka yang trance kembali seperti semula.
Setelah upacara Pengeluwuran itu maka dilanjutkan dengan upacara Maider Bhuwana Batara-batari para Manca dan Prasanak Pangerob dengan semua pengiringnya kembali mengelilingi wantilan tiga kali dengan cara Pradaksina. Mengelilingi dengan cara Pradaksina berlawanan dengan cara Prasawia tadi. Selanjuntnya upacara mengelilingi wantilan dengan cara Pradaksina dimulai dari arah timur menuju selatan terus ke barat menuju utara dan kembali ke timur. Pradaksina ini dilakukan tiga kali sebagai simbol pendakian hidup dari Bhur Loka menuju Bhuwah Loka dan yang tertinggi menuju Swah Loka yaitu alam kedewatan. Karena itulah upacara ini disebut upacara Maider Bhuwana mengelilingi alam semesta. Setelah selesai mengelilingi wantilan dengan Pradaksina semuanya kembali ke Jeroan Pura.
Adanya prosesi Prasawia dan Pradaksina dalam upacara Pengerebongan di Pura Petilan Kesiman ini sangat menarik untuk dipahami makna filosofinya. Prosesi Prasawia bermakna untuk meredam aspek Asuri Sampad atau kecenderungan keraksaan, sedangkan Pradaksina sebagai simbol untuk menguatkan Dewi Sampad yaitu kecenderungan sifat-sifat kedewaan. Kalau kecenderungan keraksasaan (Asuri Sampad) berada di bawah kekuasaan Dewi Sampad maka manusia akan menampilkan perilaku yang baik dan benar dalam kehidupan kesehariannya.
Adapun makna dari Upacara Pengerebongan ini adalahuntuk mengingatkan kebersamaan umat Hindu melalui ritual sakral untuk menjaga keharmonisan yaitu dengan memelihara hubungan antar manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam lingkungannya, dan manusia dengan Tuhan serta meningkatkan spiritual umatNya. Selain itu, tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah untuk tetap menjaga eksistensi kebudayaan Bali di tengah era globalisasi saat ini yang mana sisi-sisi kebudayaan semakin memudar dan tak jarang digantikan oleh kebudayaan-kebudayaan modern.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat, Tradisi, )
0 komentar:
Posting Komentar