Permainan
tradisional Magoak-goakan sebuah tradisi atau budaya di desa
Pakraman Panji, Kabupaten Buleleng. Tradisi budaya tersebut masih berkembang
lestari sampai sekarang, menjadi sebuah permainan tradisional yang digelar pada
saat hari raya Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi), diilhami dari strategi
burung gagak untuk mengincar mangsanya, kemudian memberikan inspirasi kepada
raja Ki Barak Panji Sakti, mengajak pasukannya untuk bermain permainan burung
gagak ini, pada saat permainan sang raja menjadi goaknya dan komandan narapraja
diminta menjadi pemimpin barisannya, sang Raja (goak) dengan gesitnya bisa
memperdaya pasukan dan bisa menangkap ekor (pemain yang terakhir).
Dalam ketentuan
permainan Magoak-goakan si pemenang dalam hal ini sang raja berhak meminta
sesuatu, dan raja meminta Blambangan sebagai bagian kerajaan Jagarga, barisan
terpengarah, permintaan harus terpenuhi, kemudian secara kompak seluruh anggota
barisan narapraja bersorak dan akan memenuhi keinginan sang raja (si Goak)
untuk menaklukkan daerah Blambangan sehingga menjadi daerah kekuasaan Buleleng.
Tujuan sebenarnya adalah membangun dan mengobarkan semangat juang pasukannya
melawan musuhnya kala itu yaitu kerajaan Blambangan.
Apa itu Megoak-Goakan ?
Megoak-Goakan adalah salah satu bukti kekayaan budaya dan
tradisi di Bali yang masih dipertahankan kelestariannya sampai saat ini.
Megoak-Goakan merupakan tarian tradisional rakyat khususnya khas Desa Panji
yang biasanya dipentaskan menjelang Hari Raya Nyepi
tiba.
Nama Megoak-Goakan sendiri diambil dari nama burung gagak (Goak
yang gagah) yang terilhami ketika melihat burung ini tengah mengincar
mangsanya. Kegiatan Megoak-Goakan sendiri merupakan pementasan ulang dari
sejarah kepahlawanan Ki Barak Panji Sakti yang
dikenal sebagai Pahlawan Buleleng Bali ketika menaklukan Kerajaan Blambangan di
Jawa Timur.
Secara turun-temurun Megoak-Goakan konsisten terus
dilaksanakan dan dijaga kelestariannya sampai kini. Ketika merayakan acara
Megoak-Goakan ini suasana kekeluargaan dan kegembiraan warga yang merayakannya
akan sangat terasa sekali. Meskipun tak jarang para peserta yang melakukannya
harus jungkir-balik karena memang arena yang dipakainya miring, namun sama
sekali tak mengendurkan semangat dan antusiasme warga yang mengikutinya.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, Karakter. Tradisi, Kesenian, )
***)berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar