Salah satu prosesi budaya menarik yang bisa di saksikan
di kota Ambon adalah upacara adat cuci negeri. Gelaran yang seringkali menarik
minat wisatawan ini di selenggarakan di negeri soya. Lokasinya berada di
pinggiran kota Ambon.
Di
masa yang lalu prosesi cuci negeri di gelar selama lima hari tanpa henti.
Waktunya adalah seusai musim barat atau di bulan Desember. Sebelum hari
pertama, para pemuda setempat akan berkumpul di samorele.
Kumpulan
pemuda tersebut dipimpin oleh upu nee, atau penggagas. Dengan mengenakan busana
cawat (cidaku), para pemuda ini mengecat mukanya dengan tinta hitam. Di saat
yang bersamaan para wanitanya tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah.
Dipimpin
oleh upu nee, rombongan ini bergerak menuju sirimau yang merupakan wilayah
bersemayamnya upulatu. Warga setempat percaya bahwa upulatu berdiam di sana
dengan ditemani seekor naga. Upu nee akan berjalan lebih cepat dan memberi
kabar bahwa rombongan pemuda yang berasal dari beragam negeri akan datang.
Di
pertengahan malam, pemuda-pemuda tersebut duduk dalam posisi yang saling
bertolak belakang satu sama lain. Tak lama kemudian datanglah sang naga dan
lalu menelan mereka. Para pemuda tersebut lalu tinggal di dalam perut naga
selama lima hari hingga di hari terakhir sang naga pun mengeluarkan mereka dari
perut lewat mulutnya. Sekeluar dari perut naga, terlukis tanda segi tiga di
bagian perut, dahi dan dada para pemuda.
Bersama
upu nee, rombongan pemuda pun turun dari puncak sirimau. Setiba di negeri
mereka, nyanyian-nyanyian suci dan tua di kumandangkan. Doa pun di panjatkan
oleh sang raja dengan mengucapnya sambil menatap puncak sirimau.
Sifat kepahlawanan para pemuda tersebut lalu menyebar kepada warga setempat secara turun temurun.
Sifat kepahlawanan para pemuda tersebut lalu menyebar kepada warga setempat secara turun temurun.
Kini
doa yang di panjatkan adalah permohonan agar negeri soya terbebas dari penyakit
dan alamnya selalu dilimpahi oleh berkah.
Upacara
adat cuci negeri dimaksudkan agar terjalin kebersamaan dalam menjaga lingkungan
tempat tinggal secara bergotong royong. Maksud yang lainnya adalah tercipta
toleransi antar umat. Waktu pelaksanaan yang di lakukan di bulan Desember
adalah karena di bulan tersebut arwah para leluhur kembali ke negeri tempat
mereka dulunya tinggal sebelum meninggal dunia.
Sebab
yang lainnya adalah di saat-saat tersebut (musim hujan) biasanya banyak terjadi
jemabatan rusak, tempat tinggal bocor, sumur menjadi keruh, tanah longsor dan
lain-lain. Upacara cuci negeri adalah bersama-sama melakukan perbaikan dan
menata kembali negeri.
Setelah
warga memeluk agam Kristen yang di bawa oleh bangsa eropa, beberapa ritual yang
masih bernuansa dinamisme dan animisme mengalami penyesuaian. Cuci negeri pun
di selaraskan dengan nilai-nilai Kristen dan persiapan pagelaran natal.
Prosesi
ini juga merupakan simbolisasi dari mencuci rasa dengki, saling curiga dan
berseteru yang termanifestasi lewat mencuci muka, kaki, dan tangan di sumber
air unuwei dan werhalouw.
Di
negeri soya sendiri, cuci negeri di gelar di minggu kedua di setiap bulan
desember. Biasanya prosesi ini di awali dengan ritual rapat saniri besar. Rapat
ini di hadiri oleh para sesepuh adat, badan saniri negeri dan para kepala
keluarga. Pertemuan ini membahas beragam hal, termasuk persiapan upacara cuci
negeri sendiri.
Di
hari rabunya, semua warga masyarakat di wajibkan keluar rumahnya untuk
bergotong royong melakukan pembersihan. Kegiatan ini di mulai dari gereja, batu
besar di area pemakaman hingga ke Baileo.
Dalam
ritual ini seorang wanita dari pasangan yang baru menikah biasanya di daulat
untuk turut serta sebagai simbolisasi kepatuhannya kepada adat. Khusus
pembersihan di area Baileo, kegiatannya di pimpin oleh kepala soa adat yang
juga di kenal dengan sebutan pica baileo.
Pada
malam jumatnya, beberapa pria yang berasal dari soap era (rumah tau) akan
mendaki ke puncak sirimau, setelah berkumpul sebelumnya di teong tunisao.
Rombongan ini di iringi perjalannya dengan pukulan gong, tifa, dan tiupan kuli
bia (kulit dari hewan siput). Sesampai di puncaknya, rombongan akan
membersihkan area sekitarnya sambil menahan diri untuk tidak makan dan minum.
(Adat, Budaya, Ciri Khas, upacara adat,Tradisi, )
0 komentar:
Posting Komentar