Sabtu, 22 November 2014

BUDAYA TRADISI SENI MUSIK TANJIDOR BETAWI (JAKARTA)

 BUDAYA TRADISI SENI MUSIK TANJIDOR

Tanjidor adalah salah satu grup musik tradisional Betawi yang sangat terkenal. Seni musik yang dimainkan secara berkelompok ini sangat banyak dipengaruhi oleh musik Eropa. Musik Tanjidor dikembangkan oleh masyarakat Betawi yang banyak tinggal di daerah Bekasi dan Karawang. Daerah ini memang berdekatan dengan Jakarta sehingga budaya Betawi, termasuk Tanjidor, juga sangat kental dalam kehidupan sosial budaya masyarakat setempat.
 Tanjidor merupakan ensambel musik yang namanya lahir pada masa penjajahan Hindia Belanda. Kata "tanjidor" berasal dari bahasa Portugis yaitu “tangedor” yang berarti "alat-alat musik berdawai". Dalam kenyataannya, kesenian “tangedor” di Portugis cukup berbeda dengan kesenian Tanjidor di masyarakat Betawi, meskipun sistem tangga nadanya sama-sama diatonik. Tanjidor yang dikembangkan masyarakat Betawi justru lebih didominasi oleh alat musik tiup.
Alat-alat musik yang dimainkan dalam kesenian Tanjidor terdiri dari klarinet (tiup), piston (tiup), trombon (tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup), drum (membranofon), simbal (perkusi), dan tambur. Grup musik Tanjidor biasanya terdiri dari 7-10 orang yang memainkan repertoar lagu diatonik maupun lagu-lagu yang bertangga nada pelog bahkan slendro. Sekarang ini, musik Tanjidor lebih sering dipertunjukkan untuk mengarak pengantin dan menyambut tamu agung.

Sementara zaman dahulu, para seniman Tanjidor menggantungkan alat-alat musik Tanjidor di rumahnya saat musim bercocok tanam. Namun setelah panen, mereka memainkan Tanjidor untuk mengamen dari rumah ke rumah dan dari restoran ke restoran. Salah satu lagu yang sering dimainkan berjudul Keramat Karam (Kramat Karem) yang tercipta karena peristiwa meletusnya Gunung Krakatau yang menelan banyak korban

0 komentar:

Posting Komentar